Ceria di siang hari adalah kebiasaan yang harus dilakukan setelah malamnya merenung bersama kesunyian. Siang tidak ada ruang sepi untuk gelisah mengisi. Banyak tema untuk diperbincangkan bersama orang-orang asyik.
Suara tawa dan obrolan antusias memenuhi ruang kelas saat waktu istirahat berlangsung. Adin sama seperti remaja pada umumnya yang mengisi kekosongan jam dengan bercanda, membicarakan hobi dan makan. Dia mempunyai banyak teman untuk diajak seru-seruan di samping berdiskusi tentang pelajaran.
"Eh, habis ini Pak Zul, kan? Lo semua udah selesai tugas?" Adin mengeluarkan buku dari dalam tasnya setelah terdengar bel masuk.
"Yaelah, rajin amat. Kan, Pak Zul udah pensiun. Hari ini gak ngajar lagi dia."
"Oh, udah selesai? Terus yang gantiin siapa?"
"Lo, sih, gak masuk hari Senin kemarin. Ada guru baru mau gantiin Pak Zul."
Sebenarnya Adin bukan anak rajin. Dia sama pemalasnya seperti Adit. Namun ada kalanya ketika dia merasa malas untuk belajar, bayangan sang ibu seketika menamparnya untuk tidak menyia-nyiakan uang sekolah dengan bermalas-malasan.
Tidak adanya seorang ayah, membuat sang ibu harus bekerja keras sendiri untuk memenuhi kehidupan. Hal itu membuat Adin tidak bisa semena-mena dengan uang. Alhasil demi menghargai keringat ibunya, dia menuntut diri untuk tetap rajin.
"Uh, bapaknya ganteng banget, Din. Kayaknya seumuran papah aku, tapi dia lebih ganteng."
Adin berdecak malas. Hendak menoyor kepala Nara yang tak lepas memikirkan laki-laki tampan, namun penghuni tiba-tiba bergegas kembali ke tempat duduk setelah seseorang masuk.
"Selamat siang semuanya."
"Siang, Pak."
Oh, ternyata ini? Adin segera memperbaiki duduknya yang tadi menyamping demi mengobrol dengan Nara yang ada di seberang bangkunya.
"Kelas 10 IPA 1. Saya baru masuk ke sini, ya?"
"Iya, Pak."
Adin memperhatikan sosok guru itu. Menurutnya memang tampan meski sudah paruh baya. Pembawaannya pun terlihat ramah dengan senyum terukir apik hingga mata menyipit. Sangat berbeda jauh dengan Pak Zul yang dikenal cukup galak.
"Udah pada tahu saya, kan?"
Para murid ada yang berkata sudah, namun ada juga yang berkata belum termasuk Adin karena hari Senin kemarin dia sakit sehingga tidak masuk sekolah.
"Oke, kalau gitu perkenalan lagi aja. Saya guru baru yang akan menggantikan Pak Zul dalam pembelajaran matematika. Nama saya Aryo, saya dari Jakarta."
Adin sempat takjub beberapa saat. Pak Aryo sangat ramah dengan senyumannya benar-benar awet dan enak dipandang. Temannya bahkan sampai ada yang menyeletuk, "sudah punya istri, Pak?"
"Sudah, dong. Alhamdulillah baru satu. Anak dua."
"Yah."
"Kenapa? Mau jadi selir?"
"Hehe, enggak."
Haha, dasar gila.
"Sekarang gantian saya yang kenalan sama kalian satu-satu."
Pak Aryo pun mengambil sebuah map berisi daftar absensi kelas, lantas memanggil nama yang ada di dalamnya satu persatu. Adin tak perlu menunggu lama, sebab namanya sudah ada di urutan paling atas alias nomor pertama.
"Adinda ..."
Belum selesai nama lengkapnya terucap, Adin langsung mengangkat tangan. "Hadir, Pak."
Pak Aryo memindahkan perhatian padanya. "Ini bacanya Owis gitu?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Kapal Tanpa Nakhoda | Selesai
General FictionMengemudikan kapal ternyata sangat susah, jika tidak ada nakhoda. *** Berawal dari sebuah tragedi kecelakaan, Sara harus berpisah dengan laki-laki yang dia cintai. Memori indah yang telah lama diukir bersama, hilang dalam sekejap lalu digantikan den...