Bunyi bel waktu pulang akhirnya membubarkan pembelajaran terakhir hari ini. Para siswa berhamburan keluar dan menuju ke parkiran mengambil kendaraan, ada juga yang langsung menuju pintu gerbang menunggu jemputan salah satunya adalah Adin.
Gadis itu terlihat masam ketika melangkah mendekati pos satpam. Tak seperti biasa yang akan bercanda dengan pak satpam, dia justru hanya diam dan langsung mengutak-atik ponsel untuk memesan ojek.
"Adin!"
Belum sempat membuka aplikasi, seseorang memanggilnya. Adin pun memindahkan perhatian dan melihat Nara berlari kecil ke arahnya.
"Lo putus sama Yonas?"
"Iya. Kenapa?"
"Lah? Gue yang harusnya nanya lo. Kenapa?"
Adin tak terlihat seperti orang yang sedang patah hati. Tidak ada air mata yang mengalir, dia lebih seperti orang yang sedang kesal dan marah. Berdecak malas, Adin mengembuskan napas kasar sambil menurunkan ponselnya ke pangkuan.
"Ketahuan selingkuh dia."
"Astaga." Nara lantas duduk di samping Adin. Dia nampak menunjukkan wajah sedih untuk sang teman yang mungkin saja sedang remuk hatinya. "Gue kira dia cowok baik, anjir."
Adin mungkin sakit hati, tapi ketahuilah bahwa dia tak seremuk yang dibayangkan Nara. Marah lebih mendominasi tatapannya dibandingkan nelangsa.
"Sebenarnya udah tahu gue kalau dia main di belakang sebulan yang lalu. Soalnya instagramnya gue yang pegang. Nah, itu cewek DM, sayang-sayangan. Tahu, deh."
"Terus kalau lo udah tahu, kenapa masih lanjut aja? Gue kira baik-baik aja hubungan lo selama ini."
Angin berembus menyapu dedaunan kering di halaman sekolah sekaligus menyentuh kulitnya yang menimbulkan rasa gerah sedikit berkurang. Adin menyandarkan punggung ke dinding pos satpam sembari menyelipkan anak rambutnya ke belakang telinga.
Selama ini memang dia memiliki kekasih bernama Yonas, tepatnya sejak lima bulan yang lalu. Ada satu harapan saat dia menerima ungkapan cinta Yonas.
Kekosongan membuatnya menginginkan perhatian yang lebih intim. Dia selalu iri melihat teman-temannya yang begitu akrab dengan ayah mereka sehingga untuk menutupi rasa itu dia mencari kelengkapan pada diri seseorang.
Ya, Adin hanya ingin mencari perhatian.
"Yonas selalu perhatian sama gue, Nar. Gue butuh dia. Makanya gue diem aja waktu tahu dia selingkuh. Sedih sebenarnya, tapi gue pengen dia bisa tetap nyaman sama gue. Gue gak mau putus biar dia bisa terus kasih perhatian itu."
Akan tetapi malam selalu memberi benaknya ruang untuk mengoreksi diri. Demi mendapatkan perhatian, apa dia harus rela harga diri dan hati diinjak-injak?
Keceriaan di siang hari telah menutupi keresahan sekaligus membungkam logika yang ingin berpikir. Malam akhirnya menamparnya setiap hari bahwa dia tak seharusnya mempertahankan sebuah afeksi semu. Di rumah ada dua saudara laki-laki yang tak hentinya memberi atensi kendati tak begitu manis. Bukankah seharusnya itu sudah cukup?
"Tapi setelah gue pikir-pikir, kayaknya gue buang-buang waktu, deh. Gue terlalu bodoh mengharapkan perhatian orang lain padahal gue punya orang rumah yang gak kurang kasih gue perhatian. Jadi ya udah, gue putusin. Gue gak butuh lagi pacar."
Adin merasa dirinya sudah bersyukur, tapi nyatanya belum. Dia masih sangat labil, apalagi dalam menginginkan perhatian.
"Berarti lo gak bener-bener cinta, dong, sama Yonas?"
"Gue gak ngerti cinta. Awalnya gue cuma butuh disayang aja, sih. Kayak dimanja gitu. Dielus kepalanya, dijajanin cilok, dipuji. Yonas sering ngelakuin itu soalnya. Ya, abang-abang gue juga perhatian, tapi gak yang romantis gitu. Jadi gak seru."
KAMU SEDANG MEMBACA
Kapal Tanpa Nakhoda | Selesai
General FictionMengemudikan kapal ternyata sangat susah, jika tidak ada nakhoda. *** Berawal dari sebuah tragedi kecelakaan, Sara harus berpisah dengan laki-laki yang dia cintai. Memori indah yang telah lama diukir bersama, hilang dalam sekejap lalu digantikan den...