16. Lautan tak berujung

873 104 47
                                    

Di chapter ini, narasi cukup banyak ya🤧. Soalnya lagi menjabarkan isi hati Sara dan Oza.

*****

"Kata ibu saya, kalau lagi marah harusnya diam di rumah, terus minum air putih."

Mungkin itu memang benar

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Mungkin itu memang benar. Tapi sekarang, rumah mana yang harus Oza tuju untuk berdiam diri? Dia tak ubahnya seperti seorang nelayan yang kehilangan kapalnya dan terapung-apung di tengah laut hanya dengan papan kayu. Tidak ada siapa pun yang bisa dipeluk ... tidak ada tempat yang bisa dituju.

Diambilnya sebotol air putih yang tadi diletakkan oleh seorang anak muda di depannya. Tiba-tiba teredam begitu saja panas yang tadi membakar batin setelah air dingin tersebut mengalir ke tenggorokannya. Napas pun berembus panjang dan sedikit lega seolah ada yang melindunginya dari kobaran api.

Oza sadar betul mana hal yang benar dan salah. Yang benar adalah dia harus sabar, ikhlas, tetap menjadi laki-laki baik dan tak mempedulikan perkataan mertua selagi sang istri masih setia.

Akan tetapi sayang sekali, jiwanya terlalu rapuh untuk menjadi laki-laki baik. Oza memilih jalan yang salah karena dia hanya ingin bebas. Dia juga sudah menyerah untuk mencari cinta. Umur tak lagi muda, dia sadar akan sulitnya mencari orang tulus di luar sana. Pasti banyak perempuan yang mendekatinya hanya untuk uang saja.

Botol air putih itu akhirnya kosong dan Oza pun sudah tak selera menenggak segelas bir yang juga disuguhkan padanya. Dia lantas membayar semua minumannya, kemudian pergi.

Oh ya, dalam hati Oza juga sangat berterima kasih pada pemuda yang tadi memberinya air putih. Cara bicara anak itu cukup dewasa, membuat kabut kalut menepi dari akalnya. Mungkin lain kali dia akan kembali untuk bisa mengobrol lebih baik lagi dengan anak itu.

Sekarang dia di jalan, menghabiskan senja bersama kemacetan kota Jakarta sekaligus menciptakan ruang agar isi kepala bisa lenggang. Sambil menunggu lampu hijau, dia mengamati berbagai objek di sekelilingnya. Kebanyakan adalah orang-orang lelah yang hendak beristirahat. Mata mereka terlihat suntuk, peluh juga terlihat mengalir di wajah. Mereka juga sangat lelah dengan hari sama seperti dirinya.

Akan tetapi beruntungnya mereka adalah masih memiliki tujuan. Mereka lelah bekerja mencari uang untuk menghidupi keluarga yang benar-benar mereka sayang. Ada kepuasan ketika melihat yang dicintai tersenyum bahagia. Sedangkan Oza, apa tujuannya bekerja?

Kekayaan sudah melimpah di dalam keluarga besarnya. Tidak ada kasih sayang tulus antara dirinya dan keluarga, membuat tidak ada kepuasan dalam beristirahat. Hidupnya hanya ada lelah saja, seperti lautan yang tak berujung.

Akhirnya mobil kembali berjalan. Perjalanan memakan waktu cukup lama hingga akhirnya Oza sampai di rumah. Terlihat sepi dan tidak ada mobil lain selain mobilnya. Itu berarti Cantika memilih tidak pulang.

Tak peduli. Dia langsung menuju kamar untuk membersihkan diri di kamar mandi. Di bawah guyuran air, jiwanya berharap akan menemukan tempat tujuan untuk bersandar. Sebenarnya tak yakin juga jika menyadari dirinya yang sekarang ini. Sudah tak lagi muda, kehilangan arah pula. Mana ada yang sukarela memberikan ketulusan?

Kapal Tanpa Nakhoda | SelesaiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang