26. Pelukan bahtera

1.1K 129 53
                                    

Keesokan harinya tepat di hari Minggu, masih ada waktu seharian untuk para pekerja bersantai di rumah. Mereka bisa saja masih tidur atau sekadar bermalas-malasan sambil menonton tv.

Akan tetapi di kediaman Aryo, semua anggota keluarga telah bangun sejak azan subuh tadi. Mereka tidak tidur lagi dan memilih untuk mulai beraktivitas ringan seperti menyapu halaman di belakang rumah atau berolahraga tipis-tipis di teras seperti yang hendak dilakukan Aryo sekarang.

Laki-laki itu membuka pintu rumah seraya membawa botol air. Begitu pintu terbuka, dia dibuat terheran-heran saat melihat ada sebuah mobil terparkir sembarangan tepat di depan pagar rumahnya. Siapa? Seenaknya sekali.

Tak tinggal diam membiarkan, Aryo menghampiri mobil tersebut. Terlihat ada bayangan seseorang di dalam namun entah siapa. Dia lalu mendekati kaca mobil dan hendak mengetuknya.

"Per—" Ujung jari belum menyentuh kaca mobil, orang di dalam sudah membukanya.

"Oza?" Kelopaknya agak melebar, tak menyangka Oza akan datang sepagi ini. Benar-benar tidak terduga.

"Ngapain?"

"Saya semalaman di sini."

"Ayo ke rumah saja."

Tak tahu apa yang terjadi, Aryo melihat penampilan wajah sang kakak terlihat sangat kusut. Lelah mendominasi bersama rongga mata memerah, melayukan sorotan. Dia lalu mengajak Oza ke rumah dan meminta istrinya untuk membuatkan minum.

"Kenapa?" Basa-basi dulu meski firasatnya berkata baik sebab kemarin sore dia melihat Oza telah membaca pesan di WhatsApp yang berupa foto Sara. Harapannya membesar di pagi hari ini. "Tumben banget ke sini pagi-pagi."

Oza belum menjawab. Laki-laki itu malah terdiam dengan wajah pandangan tertunduk dengan sorotan kosong. Terlihat sangat berantakan, bahkan tidak seperti seorang priyayi yang disegani.

"Sudah lihat foto yang saya kirim kemarin, kan?" Aryo memutuskan untuk melanjutkan pertanyaan demi memancing mulut terbuka.

"Sudah."

"Gimana?"

"Rambutnya seperti saya, sudah ada yang memutih. Tapi itu gak terlihat mencolok. Ada sedikit kerut di sekitar mata, tapi samar. Sara ... tetap cantik. Dia seperti gak pernah berubah, meski udah bertahun-tahun."

Mendengar jawaban itu, senyum Aryo merekah seketika. Bukan jawaban langsung, namun sudah menjadi bukti yang tak perlu diragukan lagi bahwa Oza telah kembali.

"Mau ketemu?"

Oza dengan cepat mengangkat wajah dan menoleh ke arah Aryo. Matanya terlihat berkaca-kaca, melunturkan ketajaman sorotan.

Mungkin bercerita panjang sudah tidak lagi diperlukan. Aryo sudah tahu semua situasi Oza. Segala keluh kesah biarlah nanti rumah Oza sendiri yang menampungnya agar kenyamanan bisa segera memeluk.

"Sara itu wanita yang kuat. Dia nungguin kamu selama ini."

Tetesan bening akhirnya mengalir dalam diam, tanpa isak. "Dia gak pernah gantiin saya?"

"Gak pernah, Za."

Air mata Oza saat ini adalah keteduhan bagi Aryo. Saudaranya itu dulu sangat kaku sampai tidak terlihat sedikit pun tetesan air mata di wajahnya. Dia pikir tidak akan ada yang bisa melunakkan Oza seperti saat ini dan belasan tahun yang lalu. Ternyata hanya Sara.

*****

Pagi-pagi sudah berkutat di dapur. Tak hanya Sara, namun juga Adit dan Adin. Mereka bukan lagi membuat orderan, melainkan mempersiapkan sesuatu yang cukup spesial hari ini.

Kapal Tanpa Nakhoda | SelesaiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang