05

249 24 2
                                    

Disclaimer : cerita ini murni fiksi. Tidak bermaksud menyinggung ras masyarakat di suatu negara.

.

.

.

"Jadi gimana jalan-jalannya ke Singapurnya kemarin? Seru kan? Pastinya dong! Ada hal yang baru nggak di sana? Terus ketemu pria tampan nggak?"

Wina mencecar dengan wajah cekikikan sementara Ella merengut kesal mengingat jalan-jalannya minggu kemarin. Sehari setelah Ella kembali ke Indonesia, Wina belum sempat menagih cerita karena mereka tengah sibuk di akhir bulan. Jadinya Wina baru menagih cerita hari ini.

Niatnya mau healing malah hampir mau mati. Tapi Ella tidak bisa mengutarakan hal itu secara gamblang.

"Boro-boro seru. Nggak asik. Aku nggak suka ke sana kemarin. Nggak nemu jodoh juga. Pokoknya nggak mau lagi aku ke Singapur."

"Lho, kok gitu?" Wina terkejut mendengar penuturan Ella. Memang dari ekspresinya Ella tak sumringah bercerita. Jangankan itu, akhir-akhir ini Ella terlihat judes ketika tiba di kantor sampai Wina sempat takut menyapa Ella.

Pembicaraan mereka tak dilanjutkan lagi karena Wina dipanggil Pak Bagus, sekaligus ia takut menyenggol emosi Ella. Tapi sayang Ella sudah kepalang emosi karena diingatkan kejadian itu.

Masih sangat jelas bagaimana kenangan itu berputar kembali di kepalanya. Pria itu sungguhan mengantarkan Ella ke bandara. Dengan beberapa orang mengikuti mobil Ken dengan mobil berbeda.

Ella seperti ratu inggris yang harus dijaga ketat ke manapun.

"Jadi kau ke sini untuk berlibur?" Tanya pria itu untuk memecah keheningan yang mereka buat selama di perjalanan. Ken sibuk dengan tabletnya sementara Ella sibuk memikirkan bagaimana nasibnya disaat Ken mengantar ke bandara.

Saat itu Ella takut kalau aksi tembak-menembak akan kembali terjadi.

"Iya."

"Sendiri?"

Ella mengerutkan dahi, pertanyaan Ken agak mengusik. "Iya, sendiri."

"Oh. Aku lihat ada 2 tiket atas namamu."

Ella melirik tajam, "kau... tau dari mana?"

"Riwayat pesananmu. Itu mudah kulacak."

Ella terperangah tak percaya.

"Kau mencari tau tentangku? Sejauh mana kau tau aku?"

"Tidak juga, aku tidak segabut itu cari tau kamu." Ken mengendikkan bahu.

"Tapi bagaimana kau tau aku pesan 2 tiket ke sini??"

"Posisimu tidak aman karena ulahku."

Tuh, dia sadar.

"Jadi aku nyari tau kenapa kau bisa di sini. Kau ke sini selama 3 hari extend 1 hari. Tapi seharusnya kau bersama seseorang karena kau beli 2 tiket PP dan kamar untuk 2 orang selama 3 hari 2 malam."

"Kau ini beneran gabut kayaknya. Atau kau diam-diam penguntit?" Ella tetap menilainya seperti itu.

"Aku tau dari Ali." Ken masih belum terima dengan penilaian Ella. Lalu ia mengendikkan dagu tepat ke arah Ali duduk. Menyalahkan asistennya.

"Saat kejadian di kasino, aku langsung minta Ali cari tau tentangmu. Saat aku tau kau—bernama Ella Safitri usia 35 tahun—datang ke sini untuk berlibur untuk mengobati patah hatimu karena mantanmu—seorang politikus—tega berselingkuh sama seorang wanita sesama profesinya, jadi aku perintahkan Ali untuk memberi perintah pada timku lainnya untuk membereskan semua barangmu agar mereka tak mengambil sesuatu hal darimu. Musuh tau gelagatku berubah cemas ketika melihatmu pas di kasino kemarin, makanya kau kemarin disandera mereka."

Taste RelieverTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang