Setelah cukup lama Ella tertidur—cukup panjang, akhirnya Ella membuka matanya perlahan.
Beberapa saat ia termenung, mencerna ketika kelopaknya bergerak untuk menyergap apa yang ia lihat saat ini. Melihat suasana kamar yang berbeda namun Ella tidak bertanya-tanya tentang hal itu.
Ia teringat dengan sebuah mimpi.
Tadi ia bermimpi bahwa ia berada di sebuah tempat asing. Jauh dari kota. Hanya ada sebuah rumah kecil dengan cerobong asap di atas atap. Rumah itu layaknya rumah hangat seperti di buku dongeng, dikelilingi pepohonan yang rimbun dan teduh. Ada danau kecil tak jauh dari posisi rumah. Deru air yang bersisir oleh angin, hingga hembusan angin menerpa kulit sebagai tanda menyapa.
Di mimpi Ella menyukai rumah kecil itu, dan ia menganggap bahwa rumah itu adalah miliknya.
Di sana Ella tidak sendirian menikmati pemandangan itu. Ella ditemani seseorang. Wajahnya buram. Ella tidak ingat. Ia hanya tahu bahwa ia tidak sendirian di sana, sambil menikmati kue kering dan susu coklat hangat mereka berbincang layaknya orang saling mengenal satu sama lain.
Lalu ada seorang anak kecil menghampiri mereka, Ella dan orang itu senang menyambut anak kecil itu.
Begitu isi mimpinya. Sejenak Ella bingung dan ia melihat satu tangannya tertusuk jarum infus, hidungnya terpasang selang oksigen dan sekujur tubuhnya serasa remuk.
Rasa nyeri yang menghantam mengingatkannya lagi pada kegilaan Sarah di acara pertunangan Gilang. Mengingat semua kegilaan yang Sarah lakukan terhadapnya, wajar saja tubuhnya merasa pegal dan nyeri.
Tapi ia tidak ingat kalau ia sedang berada di sebuah rumah asing.
Lalu Ella teringat jika ada seseorang yang menolongnya. Kemudian Ella menyapu sekitar, Ella berada di sebuah kamar minimalis bernuansa abu dan putih. Ella tahu ini bukan di kamarnya dan di sini juga bukan di rumah sakit.
Sekali lagi Ella menyapu pandangan sambil mengingat tempat ini, suasananya asing. Baru saja Ella beranjak dari tempat tidur, Ken muncul dibalik pintu sambil membawa nampan.
"Kau sudah sadar."
Ella tak terkejut lagi melihat Ken. Bayangan seseorang yang menolongnya itu memang terlihat seperti Ken. Hanya saja Ella bingung kenapa Ken membawanya ke sini.
"Ini dimana?" Ella dibantu Ken untuk beranjak agar ia bisa duduk dan menyender.
"Rumah ku."
"Rumah mu?" Ella menyapu seisi kamarnya lagi, "kok bentukan kamarnya begini?"
Ken mengerti maksud Ella. Ella pikir Ken membawanya ke rumah yang berada di kota sehingga Ella bingung melihat struktur bangunan kamarnya saat ini berbeda dengan rumah mereka.
"Aku punya banyak rumah dan aku ingin membawamu ke sini," Ken duduk di sisi kasur, "ini rumah utama ku."
"Kenapa kau tidak membawaku ke rumah ku saja?" Tanya Ella.
"Nanti wanita itu mendatangimu dan memakimu lagi," Ken meletakkan semangkuk sup yang beralas nampan di atas pahanya, "nanti yang ada kau beneran mati."
"Biarkan saja," ucap Ella datar, tatapan itu bergetar, putus asa. Ken menangkap rasa memuakkan itu. Namun Ken terkekeh.
"Kenapa kau ingin mati di tangan Ibumu?" Ken mengaduk supnya supaya dingin. Ella memperhatikan kegiatan Ken sambil menimbang apa yang akan Ken katakan dalam percakapan mereka kali ini.
"Kupikir Ibuku sudah tidak peduli lagi padaku. Ia hanya ingin aku menikah dengan Gilang, kalau tidak, ya, ia akan membunuhku. Benar saja."
"Dan kau ingin wanita itu melakukannya?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Taste Reliever
RomanceImpian pernikahan yang Ella idamkan di umur 35 tahun ini harus kandas karena sang kekasih berselingkuh. Setelah putus, Ella bingung sampai frustasi bagaimana ia harus menceritakan akhir kisah cintanya kepada sang Ibu--yang selalu menuntut Ella untuk...