34

110 11 4
                                    

Hamparan danau buatan di taman kota sudah diperbaruhi oleh pemerintah. Banyak orang berlalu lalang menikmati hasil dari jerih payah akan fasilitas umum tersebut.

Ella salah satunya. Wanita berambut panjang itu sedang duduk di salah satu bangku di dekat danau buatan tersebut. Sekelilingnya asri berkat banyaknya pohon dan tanaman hias yang sengaja ditanam disana. Membuat udara ibukota cukup segar.

Memutuskan untuk ke taman kota bukanlah keputusan yang sia-sia. Sejak pagi dan dari belum banyaknya orang datang sampai sekarang ini, Ella hanya duduk terdiam sambil memandang kesibukan di sekitarnya. Lucu saja, hanya dengan memandang Ella puas memanjakan dirinya di sana. Tidak ada orang yang mengganggunya.

Sampai ponselnya bergetar dan nama Angger memenuhi layar ponselnya.

Ella tak buru-buru mengangkat telepon Angger, ia justru teringat dengan percakapan mereka kala itu.

"Aku bingung mau mulai dari mana. Sebenarnya setelah aku berhasil jualin tanah ini aku baru akan menemuimu. Itu adalah rencanaku jauh-jauh hari setelah Ken menyerahkan sebagian hartanya padaku. Aku pikir ini bukan hak ku nerima ini. Yang tepat itu kamu. Tapi pikiranku buntu pas Ken serahin ini semua padaku tanpa mengatakan apapun padaku lagi. Aku bingung. Dan setelah itu aku cuma mikir gimana caranya aku mengubah semua berkas ini menjadi namaku. Jadi aku urus semuanya selama setahun ini. Dan nggak nyangkanya aku malah ketemu kamu di waktu yang belum pas."

Percakapan Angger bukanlah yang Ella mau saat itu. Mata Ella hanya tertuju pada surat kematian Ken di tangan Angger.

Surat kematian Ken membuat dunia Ella seketika membeku. Ella juga tak tahu harus melakukan apa selain mendengarkannya bagai angin berlalu.

Pertemuan mereka diakhir dengan saling membisu. Tidak ada yang mencoba mencairkan suasana setelah Angger memutuskan untuk berlalu lebih dulu.

"Aku baru tau kamu pindah rumah." Angger belum lama menjemput Ella ke taman lalu akan mengantarkannya pulang. Sebelum itu, Angger mengajaknya makan malam. Ia bilang untuk menunjukkan rasa bersalahnya karena surat kematian Ken.

Di perjalanan Angger menanyakan alamat rumah Ella. Ketika Ella menunjukkan alamatnya melalui map, Angger sedikit terkesiap. Ken bilang padanya sebelumnya kalau rumah Ella bertetangga dengan Ken.

"Belum lama kok." Ella mengatakannya sambil memandangi kendaraan berlalu lalang. Hari semakin sore dan kendaraan mulai memenuhi ruas jalan. "Aku menjualnya dan membeli apartemen baru."

"Kenapa? Apa ada yang mengganggumu?"

"Ada.." Ella menjeda. Sebenarnya tidak ada yang mengganggunya sekalipun. Justru ia merasa sepi. Lebih tepatnya kesepian.

Rumah itu meninggalkan banyak kenangan yang menguras segala emosi. Ella merasa sudah tidak sanggup jika terus menerus tinggal sendirian. Sehingga ia memutuskan untuk menjualnya saja.

"Siapa yang mengganggumu?"

"Rindu. Aku selalu merindukan pria itu disana. Makanya aku pindah."

Angger tak lagi berbicara. Terlihat menarik napas cukup dalam lalu kembali fokus menyetir mobil.

Angger mengajaknya ke sebuah restoran ternama yang menyajikan masakan nusantara. Beruntung suasana restoran tidak terlalu ramai sehingga Angger dan Ella segera mendapat tempat.

"Jadi, apa rencanamu sekarang?" Angger membuka obrolan setelah pramusaji berlalu.

Ell sempat terdiam sebelum membalas, "melanjutkan hidupku, tentunya."

"Kamu benar.." Angger sekilas tersenyum. Tampak menimbang sesaat sebelum ia mengeluarkan sesuatu lalu ia letakkan diatas meja.

Sebuah kotak kecil berbahan bludru membuat Ella mendongak dengan wajah kebingungan. Kotak itu tertutup namun berhasil mendebarkan dada.

Taste RelieverTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang