21

129 16 1
                                    

Ella tiba di Warteg Mbak Ayu. Wartegnya ramai oleh pembeli tapi Ella mampu menarik Mbak Ayu untuk berbicara empat mata.

Sebelumnya Mbak Ayu terkejut melihat Ella datang ke Warteg. Bukannya menyapa dengan hangat justru Mbak Ayu tampak panik melihat sekitar sebelum meminta Ella pergi dari tempat ini.

"Mending Mbak Ella pergi dari sini. Jangan datang lagi."

Bukannya mendapat informasi keberadaan Angger maupun Ajik, Mbak Ayu justru menarik Ella keluar.

"Mbak, aku cuma mau nanya Ajik ada di mana? Kenapa aku diusir? Mereka di mana Mbak?"

Mbak Ayu terdiam setelah ia berhasil membawa Ella keluar dari Warteg. Dalam benaknya Mbak Ayu tak bermaksud mengusir Ella. Tapi Mbak Ayu terpaksa melakukan ini.

"Maaf aku tidak tau di mana Ajik." Mbak Ayu hanya mengatakan itu lalu hendak berlalu sebelum Ella menarik pergelangan tangan Mbak Ayu.

"Mbak, aku cuma mau tau di mana Ajik, di mana Angger, di mana yang lain. Mbak nggak mungkin nggak tau Ajik di mana. Aku juga mau kasih tau kalau markas kebakaran. Mbak tau nggak?"

Mata Mbak Ayu melebar sempurna sambil memperhatikan sekitar. Memastikan Wartegnya sudah tidak ada pembeli. Tapi Mbak Ayu masih menutup mulutnya dan menepis tangan Ella.

"Tolong pergi dari sini atau Mbak nggak akan selamat."

Hanya itu yang Mbak Ayu bisa katakan dan sebelum Ella kembali mencecar pertanyaan lagi Mbak Ayu buru-buru menutup pintu dan menggeser kain jendela agar Ella tak dapat melihatnya lagi.

Dan sekarang Ella tak tahu musti bagaimana. Mendadak Mbak Ayu berubah padanya dan Ella tak tahu bagaimana caranya ia kembali pulang. Ia tak punya bekal ataupun uang untuk ongkos.

+++++

"Markas sudah dibakar."

"Tidak ada korban jiwa kan?"

"Nggak ada bos."

"Saksi mata?"

"Nggak ada. Aman."

Angger menghela napas setelah menghabiskan seputung rokok di sela jarinya. Berat rasanya harus membakar rumah yang sudah ia anggap sebagai tempat ternyaman yang pernah ada. Tak hanya Angger yang merasa berat, hampir semua kelompok Tombak Api juga merasakan kehilangan. Markas yang selama ini mereka tempati sudah mereka anggap sebagai rumah bagi mereka terpaksa dibakar.

Ajik pun juga merasakan demikian. Ia sedih. Rumah keduanya sudah rata dengan tanah. Semua kenangan di markas tersebut telah menjadi abu yang perlahan akan menghilang ditiup angin.

Sebuah gudang di bibir pelabuhan menjadi tempat terbaik untuk eksekusi sementara para anggota. Setelah ini Angger harus berterima kasih pada Ken yang bersedia menyewakan sedikit lahan untuk kelompok mereka menetap.

Angger terpaksa menyuruh anak buah mereka melenyapkan markas Tombak Api—tempat bersejarah sekaligus rumah bagi mereka. Ini semua karena informasi yang Ali berikan yang langsung disampaikan kepada Angger atas titah Ken. Meski Angger belum tahu banyak mengapa Ken mengutus Ali menyampaikan pesannya agar Tombak Api harus tinggalin tempat yang sudah membesarkan mereka, tempat yang sudah menjaga mereka sampai sekarang. Tapi Angger tahu permintaan Ken tersebut tak mampu membuat mereka menetap di sana lebih lama lagi.

Meninggalkan tempat itu berarti Angger juga harus melenyapkannya. Semua hal tentang Tombak Api tak boleh ada sedikitpun tertinggal di sana. Maka Angger mengutus beberapa anak buahnya untuk melenyapkan rumah itu. Membakar habis semua yang ada di sana, beserta kenangan yang tak dapat mereka jangkau lagi.

Taste RelieverTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang