Ini sudah minggu kedua sejak Ella menunggu Ken muncul. Dari minggu pertama, pria itu sama sekali tidak terlihat, hingga Bu Yana pun juga ikut tidak kelihatan. Biasanya wanita itu akan membersihkan halaman hingga membuang sampah seperti biasa. Tapi sekarang mereka hilang bagaikan ditelan bumi.
Bingkisan buah yang Ella beli berakhir sia-sia. Terpaksa Ella memakan buah-buah itu sebelum busuk, lalu dia bagikan ke teman-teman kerjanya karena Ella tidak mampu menghabiskan sendirian.
Ella sampai menanyakan kejanggalan ini ke petugas, siapa tahu mereka ada melihat dua orang tersebut di sekitar sini. Namun pertugas cuma mengatakan kalau mereka tidak tahu apapun.
Namun gelagatnya terlihat mencurigakan. Begitu yang Ella tangkap.
"Mungkin dia lagi dinas ke luar kota," Wina baru saja ke pantry, menyerahnya secangkir kopi panas ke meja kerja Ella dan Ella mengucap terima kasih sambil menggapai gelas itu lalu meminum kopi buatan Wina perlahan setelah meniup-niup permukaan.
Keanehan ini Ella ceritakan kepada Wina—teman sekaligus rekan kerja Ella. Ella ada seorang pekerja yang bekerja di sebuah perusahaan yang memproduksi sepatu kekinian. Perusahaannya cukup berkembang di tahun ini, di mana produk sepatu yang dibuat laris dipasaran sehingga di hari sabtu ini Ella harus pergi bekerja untuk mendata stok produk yang harus ada dan tercapai di bulan depan.
"Dinas kok lama banget? Sampai ARTnya juga nggak kelihatan." celetuk Ella dan kembali meniup-niup permukaan kopi. Ketika kepulan asap panasnya cukup mereda, Ella kembali meminum kopinya.
"Ya aku nggak tau. Mungkin dia memang sangat sibuk. Coba tunggu malam ini. Kalau malam ini nggak ada, lihat besok."
"Menurutmu aku harus beli bingkisan lagi buat dia? Yang kemarin aja buah-buahan busuk," Ella menghela napas. Memang Ella membeli buah-buahan tersebut ketika gajinya turun setelah tiga hari Ella diselamatkan. Dan sebelumnya Ella masih bertemu dengan Bu Yana di tiga hari tersebut, bahkan Bu Yana sampai mengantarkan makanan ke rumah.
"Beli lagi aja, tapi jangan buah-buahan. Mungkin kau bisa beli lilin aroma terapi, kan nggak bakalan busuk tuh." Saran Wina cukup masuk akal.
"Aku pikir buah-buahan bakalan aman. Tadi niatnya mau minta tolong Pak Anwar bawain oleh-oleh coklat Bali buat bingkisan. Tapi takutnya pria itu nggak suka coklat."
"Ya jangan dikasih coklat juga." Wina menghela napas, lalu kembali menatap tumpukan berkas di sudut meja kerjanya. Namun Wina belum bergegas mengerjakan tumpukan tersebut, ia tergoda untuk menceritakan hal lain. "Btw, kemarin aku lihat Gilang sama cewek barunya. Siapa namanya? Riska, Diska?"
"Kenapa bahas-bahas dia lagi sih?" Protes Ella.
"Sorry, nggak ada maksud ingetin kamu sama doi. Cuma, ya, lucu aja sih. Dia jalan sama cewek lain kelihatannya santai banget, kayak nggak ada rasa bersalah."
"Ya namanya juga sesama iblis, jodohkan?"
Wina langsung bungkam mendengar sarkasme Ella. "Tiket Singapur mu gimana?"
"Aku pakai dong," Ella mengambil kalender meja dan ia tunjukkan ke Wina, "nanti tanggal segini aku ambil cuti. Lumayan bisa healing."
"Ya bagus deh, semoga habis healing cepet move on."
Lalu Wina mendapat pesan dari atasannya menanyakan kerjaan Wina.
"Udah yuk ah, kerja lagi. Kerjaan ku ditunggu Pak Bimo."
Wina kembali pada pekerjaannya, sementara Ella masih murung. Bukan karena memikirkan sang mantan, tepatnya ia masih bertanya-tanya kenapa Ken dan Bu Yana tidak terlihat selama ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Taste Reliever
RomanceImpian pernikahan yang Ella idamkan di umur 35 tahun ini harus kandas karena sang kekasih berselingkuh. Setelah putus, Ella bingung sampai frustasi bagaimana ia harus menceritakan akhir kisah cintanya kepada sang Ibu--yang selalu menuntut Ella untuk...