27

65 7 1
                                    

Liburan kali ini terasa absurd. Bagaimana tidak? Ella tidak merasakan adanya segelintir rasa puas selama ia menginjakkan kakinya di sebuah pantai yang seharusnya dikatakan indah dan dilalui dengan kata senang.

Sejak Ella bertemu dengan Dipha di restoran, kata liburan seolah lenyap begitu saja. Dan Ken bahkan meninggalkannya di hotel hampir seharian setelah mereka melakukan sarapan di kamar.

Iya, Ken memilih untuk sarapan di kamar dengan alasan keamanan. Mendengar itu Ella hanya bisa mendengus hambar dan tak punya kuasa apapun untuk melawan. Lebih baik ia memilih diam sambil menikmati makanan yang telah disediakan.

Suasana pantai terlihat sangat menyenangkan melalui jendela kamar. Namun ia hanya bisa menikmati pemandangan itu melalui jendela dengan perasaan dongkol. Cukup lama Ken meninggalkannya tanpa ada kabar sedikitpun. Entah ke mana pria itu pergi, dan lagi-lagi Ella hanya memaki kekesalannya dalam hati.

Mungkin dengan memesan cemilan manis akan mengobati kekesalannya, maka dari itu Ella memesan melalui telepon kamar dan kembali terdiam untuk menunggu cemilannya datang.

Tak ada lagi yang Ella lakukan untuk membunuh rasa bosan selain memandangi deburan ombak pantai. Deburan tersebut tak bosan menabrak batu karang yang terus berdiri tegap di antara bibir pantai. Terlihat para pengunjung pun menyambut deburan tersebut dengan sukacita.

Ella jadi teringat kapan terakhir ia singgah dan menikmati pantai dengan leluasanya. Oh, ia teringat—bersama mantan brengseknya itu, dua tahun yang lalu—Ella mengenangnya dengan perasaan campur aduk.

Namun Ella jadi bertanya-tanya bagaimana keadaan mantannya? Apakah pria itu sudah menikah? Rasanya sudah lama sekali mereka tidak bertemu. Mengingatnya terasa lucu, dimana dulunya Ella dan Gilang sering bertemu dan menghabiskan waktu bersama di setiap harinya.

Kini Ella bahkan tidak tahu apakah Gilang masih bernapas atau sebaliknya.

Lalu dengan Ibunya—Ella juga merindukannya.

Bagaimana dengan keadaannya setelah Ella meninggalkan wanita paruh baya itu? Apakah wanita itu masih mengingatnya, apakah ia merindukannya seperti yang dirasakan Ella saat ini?

Atau tidak.

Dua orang yang sangat berpengaruh dalam hidupnya dulu kini menjadi asing secara tiba-tiba. Rasanya sangat aneh. Ditambah dengan hadirnya Ken dalam hidupnya membuat kehidupannya terasa tidak masuk akal.

Mengingat Ken, ia belum juga kembali. Sebentar lagi hari akan malam namun pria itu belum menunjukkan dirinya. Biasanya Ali yang akan datang dan menjelaskan keberadaan Ken. Atau Ella akan ditemani Ajik, atau mungkin Seta akan datang dan iseng menemaninya walau mereka tidak mengobrol untuk mengisi kekosongan.

Rasanya memang sangat aneh jika bersama Ken, namun Ella mulai terbiasa dengan semua itu.

Tapi untuk kali ini, Ella gelisah.

Ella menutup jendela perlahan. Lalu menyalakan aroma terapi yang tersedia di sudut ruangan untuk menguras kekhawatirannya.

Aroma lavender—aroma yang sangat khas akan imaji Ken. Ella mendengus, sekesalnya ia dengan pria itu Ella justru merindukannya.

Aneh sekali. Perasaannya sungguh aneh terhadap Ken.

Apapun yang pria itu lakukan terhadapnya—entah tu diluar nalar—Ella sadar bahwa ia juga merasa aneh dengan dirinya.

Entah dirinya, atau perasaan aneh yang ia sadari namun masih suka ia tepis.

Ella menghela napas, kebingungan karena dirinya sendiri membuat pikirannya menjadi rumit. Tapi itu hanya sesaat sebab suara ketukan pintu terdengar.

Taste RelieverTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang