Setelah Ella menjelaskan semuanya—menjelaskan tentang hubungannya dengan Gilang yang tidak berakhir baik-baik saja, seorang wanita tua paruh baya mendobrak meja. Wajah anggun dan tampak rapuh itu tertutupi guratan amarah, emosinya sulit diredam lagi. Bunyi nyaring dobrakan meja langsung menjadi pusat perhatian sebagian pengunjung restoran yang tengah menikmati makan malamnya.
Seharusnya Ella bisa berusaha keras lagi membujuk sang Ibu untuk membicarakan hal ini di rumah saja. Atau di manapun, asalkan bukan tempat umum yang dikelilingi banyak orang. Sebab sekarang Ibu mulai mengerang kesal, berteriak, tak peduli dengan banyaknya perhatian orang-orang tertuju pada Ibu dan Anak itu.
Sebagai bukti bahwa ia tersulut amarah, Ibu tunjukkan emosi itu dengan ia berdiri dan langsung melayangkan pukulan ke bahu Ella menggunakan dompet tebal kesayangannya yang ia dapatkan dari calon menantu sebagai hadiah ulang tahun yang ke enam puluh satu tahun. Terlihat mewah dan berkelas berkat butiran permata swarovski dengan dasar berwarna hitam legam.
Dan dompet mahal itu menjadi alat terbaik saat ini untuk memukul Ella sebagai bentuk pelampiasan kemarahannya.
Ibu tak mengubris rintihan sakit Ella—sengaja. Itu hal pantas Ella dapatkan setelah anak semata wayangnya menghancurkan ekspektasinya. Menulikan pendengarannya supaya ia bisa terus memukul dengan kencang. Tampak mata coklatnya terlihat gelap oleh kemarahan.
Saat setelah Ella mengatakan bahwa Ella putus sama Gilang karena gilang berselingkuh, Ibu merasa putus asa. Dunianya seakan gelap, runtuh. Tiba-tiba ia teringat bagaimana awal pertemuannya ketika Ella memperkenalkan Gilang kepadanya. Ella seperti membawa karung emas tak terhingga. Gilang adalah satu-satunya harapan Ibu untuk mengubah semua nasib menjadi takdir yang indah.
Terkenal sebagai politikus muda menjadi sebuah kadar kesenjangan sosial elit, gengsi yang akan lebih tinggi dari teman-temannya yang setara, dan akan menjadi buah bibir yang selalu dibicarakan betapa indahnya kehidupan sang Ibu mendapat menantu seperti Gilang.
Semua langsung sirna dalam kedipan mata.
Dan itu semua karena anak yang tidak tahu diri ini. Batin Ibu bergejolak.
"Ibu, hentikan!" Setiap pukulan yang di dapat, air mata Ella pun ikut keluar. Ella kesakitan bukan hanya karena pukulan dompet yang Ibu lakukan. Namun Ella lebih merasa sakit karena Ibu jauh lebih kecewa dengan keputusannya memutuskan Gilang. Padahal Gilang yang memutuskannya lebih dulu.
"Dasar kau tidak tahu malu, tidak tahu diuntung! Bilang saja kalau kau yang berselingkuh kan, BUKAN GILANG?! Sana, temui Gilang, minta maaf dan bawa dia kembali. CEPAT!"
Dugaan Ella benar, Ibu justru yang menuduh Ella berselingkuh. Tidak ada rasa empati atau sedikitpun simpati yang Ella harapkan, tapi wanita itu tidak menunjukkan kesedihannya mendengar anaknya dikhianati. Bukannya menangis karena menyesal telah memukul anak satu-satunya, wanita itu bahkan bengis menatap Ella.
Dan perbuatan ini membuat Ella tidak mau menuruti permintaan Ibu. Selama ini Ella juga sudah banyak berkorban untuk Gilang—waktu, perhatian, tenaga dan angan yang dengan mudah pria itu injak semua itu menjadi debu.
Semua yang ingin menikmati makan malam mereka merasa terganggu dengan keributan yang terjadi. Sampai seorang pramusaji terpaksa mendekat dan menghimbau agar Ibu dan Ella keluar dari restoran tersebut karena telah mengganggu kenyamanan pengunjung.
Tak menghiraukan apa yang dikatakan pramusaji, Ibu kembali meluapkan sisa kemarahannya—walau masih merasa tidak tuntas—Ibu mengguyur minuman ke kepala Ella. Ella gelagapan. Orang yang menyaksikan itu menatap miris, merasa kasihan, prihatin hingga kepala mereka menggeleng lemah mengingat percakapan mereka juga sempat terdengar.
![](https://img.wattpad.com/cover/351758480-288-k132033.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Taste Reliever
RomanceImpian pernikahan yang Ella idamkan di umur 35 tahun ini harus kandas karena sang kekasih berselingkuh. Setelah putus, Ella bingung sampai frustasi bagaimana ia harus menceritakan akhir kisah cintanya kepada sang Ibu--yang selalu menuntut Ella untuk...