Chap 24 : Kulkas (2)

1.9K 273 31
                                    

Sunoo's POV

"Dimana ? Udah jam 10 nih." suara Jungwon langsung menyapa ketika telpon gue angkat.

"Bentar lagi, nanggung nih masih setengah batang." sahut gue cuek. "Abis ini gue pulang kok. Belum jam 11 juga kan ? Bye Jungwon." Langsung gue matiin telponnya terus lanjut main game yang tadi sempat tertunda.

Gue hisap rokok gue yang selipkan diantar telinjuk dan jari tengah gue lalu mulai main ketika tanda start terlihat. Memang banyak orang yang nggak percaya gue merokok perkara muka gue katanya terlalu gemes buat jadi perokok. Rokok itu temen gue dari SMP bahkan sebelum kenal Sunghoon. Dulu di SMP gue sering di bully karena fisik gue yang terlihat lemah. Waktu itu gue sering dijadiin kacung buat beliin mereka rokok, karena penasaran gue coba juga. Dan rasanya senyaman itu, kayak sesaat beban gue hilang bersamaan dengan asap rokok yang terhembus.

Tapi belakangan memang gue udah jarang ngerokok, sering keinget omongat Heeseung yang mau cepuin gue ke Jake. Jake kalo tau gue ngerokok, wuiiih, ngomelnya bisa berjam-jam nggak pake jeda. Berubah jadi dokter. Semua jenis penyakit dia sebut dengan dampak-dampaknya. Kalo sekarang gue mikir-mikir, sering keinget omongan Heeseung yang bilang 'gue benci asap rokok dan gue gini karena gue peduli sama kesehatan lo' . Nggak tau, kata-kata dia itu impact-nya gede aja di gue. 

Tapi sekarang nggak ngaruh, gue lagi kesel !

You win. Suara dari hape gue pertanda gue harus pulang. Rokok di jari gue, gue hisap sekali lagi sebeluk matikan ke asbak. Gue masukkan hape ke kantong celana gue terus beranjak. Gue lirik jam di tangan gue yang sudah menunjukkan pukul 10.23 malam. Pantes mulai sepi.

Baru beberapa langkah gue dari minimarket, gue lihat sosok tak asing di depan gue. Mampus. Heeseung berjalan ke arah gue. Ngapain sih ? Duh mana gue abis ngerokok lagi kalo ketahuan pasti kena marah gue. Apa gue balik ke minimarket beli permen ya. Duh makin deket lagi. Gue mulai panik lihat kanan kiri. Nggak tau kenapa, kalo gue ngerokok terus ada Heeseung gue jadi takut. Keinget omongan dia yang bilang nggak suka asap rokok. Jangan sampe gue kena lapor ke Jake.

"Udah selesai nyebatnya ?" tanyanya begitu sampai di depan gue.

"Hah ? Uh, Ah, ng-nggak ada. Siapa yang ngerokok ?" tanya gue balik tapi mata gue yang walaupun bersembunyi dibalik kacamata Heeseung pasti bisa baca dengan jelas kebohongannya.

"Hidung gue masih sehat ya Sun, dari sana aja gue bisa cium bau asap rokok lo."

Tuh kan gue bilang mana bisa bohong. "Itu tadi, tadi disebelah gue bapak-bapak ngerokok." Sahut gue asal terus jalan mendahului Heeseung.

Lagi mau jalan cepet-cepet menghindar tanpa sengaja kaki gue menginjak batu yang buat langkah gue nggak seimbang. Gue pikir bakal jatuh tapi rasanya kerah baju gue di tarik dari belakang sampai leher gue tercekik.

"Uhuk."

"Jalan tuh hati-hati." ucap Heeseung yang lepasin kerah baju belakang gue tanpa berdosa.

"LO MAU BUNUH GUE ?!" bentak gue sambil pegang leher gue yang sakit.

"Gue tuh nolong lo biar bibir lo nggak nyium aspal." sahut Heeseung dengan polosnya.

"TAPI LO BISA KAN NGGAK TARIK KERAH BAJU GUE. NIH LENGAN GUE, LENGAN GUE DITARIK BISA." Gue sodorkan lengan gue ke depan muka Heeseung. Emosi gue, bisa-bisanya yang dipikirin tarik kerah baju. Kenapa nggak rambut gue aja yang ditarik sekalian.

"Harusnya bilang makasih nggak sih Sun ?" Heeseung tahan senyumnya. Seneng pasti ni orang gue hampir mati tercekik. Ish, napa sih yang namanya Heeseung tu nyebelin ?!

"Makasih !!" dengus gue kesal lalu melangkah cepat meninggalkan Heeseung. Sabar gue lagi setipis tisu sama semesta dikirimin Heeseung yang nyebelin.

Tiba-tiba aja gue ngerasa ada jari-jari yang terselip di antara jari tangan kanan gue. Gue noleh dan sudah dapati Heeseung berjalan berdampingan dikanan gue, bersebelahan dengan sisi jalan. Gue lirik ke tangan gue yang sudah ada dalam genggaman Heeseung. Gue mau protes tapi rasanya nyaman. Mana jantung gue degupnya kenceng banget.

"Biar lo nggak jatuh." ucapnya dengan seulas senyum kecil di wajahnya.

"Jompo gue digandeng segala ?!" Gue protes tapi enggak coba untuk lepaskan tangan gue dari Heeseung. 

"Lebih ke bocah sih yang kalo kesel makin gemesin." gue dengar tawa kecil Heeseung.

Gue nggak lawan lagi. Hilang sudah kata-kata gue buat debat sama Heeseung. Marah gue sudah memuai. Gue cuma bisa terperangah sama tindakan Heeseung. Kenapa ya tindakan kecil dia itu selalu berdampak besar ke gue ? Kayak gue mendadak kehilangan diri gue tiap kali Heeseung kasih perhatian kecil. Yang gini nih bikin gue mengharap. Shit lah. Lemah banget gue !

"Masalah kulkas di rumah..." Heeseung tarik nafas sebelum lanjut, gue jadi tahan nafas. "Bukan gue nggak suka, cuma gue ngerasa terlalu berlebihan kalo lo kasih kulkas segede itu sementara rumah gue kan kecil. Gue juga nggak akan mampu kalo bayar listriknya banyak karena kulkas doang. Terus gue ganti ke lo nanti gimana ? Nggak Murah pasti kan ? Gue tau maksud lo baik tapi lo juga harus paham keadaan rumah gue dan keuangan keluarga gue."

"Gue kasihnya cuma-cuma ke bunda, kak lo nggak usah ganti. Dari awal gue bilang hadiah kan ? Masalah listrik, gue bisa bantu kok."

"Sun, lo nggak paham maksud gue. Ini bukan tentang uang." Heeseung hela nafasnya, nadanya terdengar ragu tapi genggamannya mengerat.

"Lo nggak bisa nyelesein semua masalah pakai uang. Nggak semua hal tentang uang walaupun gue tau hidup ya ujung-ujungnya memang uang. Cuma buat gue, ini tentang harga diri gue. Gue ngerasa kayak nggak becus banget jadi anaknya bunda sampai harus orang lain yang tanggung jawab masalah keluarga gue. Gue masih belum bisa untuk sharing urusan keluarga gue ke orang lain Sun. Maafin gue. Ini bukan tentang lo, tapi gue yang masalah disini."

Gue ngangguk aja sambil liatin sepatu gue yang melangkah kanan-kiri, kanan-kiri menyamakan langkah Heeseung. Iya, gue nggak bisa paksain Heeseung untuk terima gue buat bantu dia. Kalo kayak gini jadi semakin jelas gue lihat tembok yang Heeseung pasang antara gue dan dia. Ingat Sun, nggak semua niat baik bisa diterima baik.

"Maafin gue ya Sunoo. Kalo kulkas bunda udah baik kulkas lo harus gue kembaliin lagi. Gue bener-bener hargai niat baik lo."

Gue mengangguk lagi. Udah nggak ada kata-kata. Kalo Heeseung udah ngomongnya lembut begini terus sambil gandeng tangan gue, mana bisa gue galak. Luluh lantak emosi gue. Masalah kulkas ntar mau dibawa kemana setelah ini terserah deh.

"So we good now ?"

"Hmm, we good."

Segaknya masalah gue lepas satu, walaupun masih ada masalah utama yang harus gue selesaikan juga dengan Heeseung. Masalah hati.

🦊🦌🦊🦌




So sowwryyyy ( ̄ 'i  ̄;)Harusnya gue update kemarin yah, tapi gue kemarin perjalanan luar kota gk sempat pegang laptop

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

So sowwryyyy ( ̄ 'i  ̄;)
Harusnya gue update kemarin yah, tapi gue kemarin perjalanan luar kota gk sempat pegang laptop. Duuhh maaf ya maklum penulisnya budak kehidupan yg harus satsetsatset (┬┬﹏┬┬)
Btw yang kemarin udah nagih tengah malam, nih gw udah update. Jangan sedih lagi ya sayang. Makasih bgt karena nungguin (❁'◡'❁)

Makasih buat semua yg udah komen, vote dan baca CB. Cinta kalian banyak, banyak pokoknya o(*^@^*)o

See you in the next chap (づ ̄3 ̄)づ╭❤️~

Color Brush | Heesun / Heenoo [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang