Heeseung's POV
"HEESEUNG. BANGUN. UDA JAM 7."
Itu alarm pagi gue. Pasti bunyi jam 6 teng, nggak pernah lewat sedikitpun, kadang kurang 10 menit uda bunyi. Biasanya di ulang tiap semenit terus yang ketiga kalinya diikuti sama....
TOK TOK TOK...
Itu dia. Pukulan membabi buta di pintu kamar gue. Jujur kasian banget pintu gue, tiap hari jadi samsaknya bunda. Memang bunda gue agak lain. Wajah dan penampilannya lemah lembut, tapi jiwanya barbar banget. Tapi gue sayang banget sama bunda walaupun kadang ada keselnya.
Jujur, gue benci pagi. Gue benci liat matahari muncul di ufuk Timur. Gue benci liat dunia yang menerang. Gue benci denger suara yang mulai ramai dengan manusia dan aktivitasnya. Kalo boleh minta, dari 24 jam waktu, 12 jam pagi dan 12 jam malam gue mau malamnya diperpanjang lagi 3 jam aja biar waktu gue buat tenang itu lebih banyak. Cuma malam yang bikin gue tenang. Gue ngerasa sejak ayah meninggal nggak ada yang lebih baik dari malam, karena ketika pagi tiba semua rasa khawatir gue muncul. Gue nggak pernah bisa tenang walaupun bagi orang lain gue selalu terlihat tenang.
Pagi ini kayak biasa, ya abis pintu di gedor dalam waktu 5 menit gue harus buka pintu kalo nggak mau bunda dobrak itu pintu. Keluar kamar, sapa bunda dulu di dapur yang lagi siapin kue dagangan. Terus duduk di meja makan, curiin kuenya bunda.
"Seung, kebiasaan deh !" Bunda pukul tangan gue yang mau ambil kue buatannya. "Nih buat kamu." Bunda kasih kue yang sama tapi bentuknya agak abstrak. Gapapa rasanya sama-sama enak.
"Seung, hari ini ada tamu kita." Bunda duduk di kursi depan gue.
"Siapa bun ?"
"Penyewa kamar belakang."
"Eh ? Bunda jadi sewain kamar-kamar yang di belakang ?"
Agak kaget gue denger keputusan bunda yang sepihak. Memang dulu bunda punya ide sewain kamar di belakang, ada 3 kamar kosong yang sebelumnya dipakai sebagai kamar pembantu dan gudang. Karena sekarang yang tinggal cuma kita berdua, bunda bilang lumayan disewakan. Cuma tertunda terus karena bunda masih belum yakin masukin orang asing ke rumah. Eh nggak taunya sekarang udah diputuskan.
"Jadi Seung. Setelah bunda pikir-pikir, agak nggak sanggup kalau urus rumah ini sendiri. Belum biaya bulanannya. Gapapa deh bunda bisa-bisain aja entar."
Raut wajah bunda berubah sedih. Memang setelah ayah meninggal, bunda jadi harus usaha semua sendiri. Gue bantu tapi lo tau kan kerja part time gajinya nggak bisa bikin lo kaya.
"Ya udah kalau uda keputusan bunda gitu. Jam berapa bun ?"
"Katanya anak-anak itu datang pagi. Maba baru di kampus kamu. Pasti masih lucu-lucu." Senyum bunda balik lagi. Belum tau aja bunda maba sekarang pada pecicilan semua.
Anak-anak ? Banyak dong ini artinya.
"Cewek atau cowok ?" Semoga cewek kalo bisa.
"Cowok lah. Ntar kamu keenakan bunda tinggal. Lagian kalo cewek rempong, banyak maunya. Males bunda "
"Kalo cowok kan bahaya juga bund, pada jorok kalau cowok tuh. Kecuali aku ya bund."
"Kamu bukan cowok ?"
"Aku nggak jorok !!"
Bunda tertawa mendengar pembelaan gue. Gue dibilang nggak cowok itu gimana maksudnya Bunda ? Rada kesel sama joke bunda pagi-pagi begini.
"Iya kamu cowok beda sendiri emang, paling nurut, paling nggak jorok. Anak bunda terdebest pokoknya." Bunda tepuk-tepuk pucuk kepala gue dengan lembut. Seneng banget kalau diperlakukan kayak bocah sama bunda, karena kadang jujur gue kangen dengan kasih sayang bunda yang belakangan luntur karena kesibukannya.
"Semua kamar laku bun ?"
"Iya semua kamar belakang laku, terus bunda juga sewain kamar bunda..."
"HUH ?"
"Iya kamar bunda, bunda sewain juga lebih mahal dari kamar di luar. Nanti bunda tidur di kamar tamu. Lumayan kan duitnya itu."
"Tapi bun..."
"Klo tidur di kamar itu sendirian bunda suka sedih, suka inget ayah. Bunda sering kesepian tiap malam, daripada kepikiran terus mending bunda sewain aja. Bunda uda pindah-pindah barang juga." Bunda antusias banget ceritanya.
Gue menghela nafas panjang. Mau protes tapi lihat bunda sehappy sekarang gue bisa apa. Bunda uda banyak sedihnya, jadi gue nggak mau tambah sedih bunda.
"Ya udah kalo bunda bilang gitu. Aku boleh balik kamar lagi nggak nih ?"
"Boleh. Kamu libur kan sekarang ?"
Gue ngangguk sambil menegak teh hangat buatan Bunda.
"Nanti ada box di kamar bunda tolong bawa keluar ya ke kamar baru bunda. Terus kamu handle anak-anak yang dateng ntar. 3 anak di kamar belakang, yang namanya Sunoo yang bayar paling mahal ajak di kamar bunda."
"Aku mana tau yang Sunoo yang mana bun ?"
"Ya ditanya dong namanya, gimana sih kamu."
Gue cuma bisa mengangguk pasrah aja.
Bunda punya kegiatan rutinitasnya setiap pagi yaitu mengirim kue-kue buatannya ke toko kue milik temannya. Semenjak ayah nggak ada memang bunda semakin giat berjualan walaupun gue sadar bunda semakin kewalahan juga ngurus semuanya sendiri. Bunda bangun setiap jam 4 pagi untuk buat kuenya terus jam 7an dia antar biasanya baru balik jam 10 lagi. Dan karena semalem gue tidurnya hampir jam 2 pagi, jadi gue putuskan tidur lagi sampai anak-anak itu datang, pindahin boxnya bisa belakangan.
🦊🦌🦊🦌
bayangin heeseung nyamperin bunda di dapur dengan muka ngantuk :(
thank you for reading ^^
KAMU SEDANG MEMBACA
Color Brush | Heesun / Heenoo [END]
Fiksi PenggemarLee Heeseung yang nggak suka pagi, nggak suka perubahan, yang hidupnya monoton antara rumah, kerja, kampus, kini harus tinggal seatap dengan anak berambut pink yang sifatnya kayak petasan, suka meledak-ledak, yang mulutnya kasar banget, yang sikapny...