Jangan malu seperti itu, kau terlihat seperti pantat babi.
Kate sudah tidak tahu mau bagaimana lagi menghadapi tingkah gila Javerio. Hari ini, padahal ada kabar duka yang datang ke sekolah mereka tapi laki-laki tinggi didepannya seakan-akan tidak mau mendengarkan dan terus mengikuti kemanapun Kate pergi. Entah sudah berapa banyak cibiran yang diterima Kate karena laki-laki di belakangnya ini terus mengikutinya.
"Bisa berhenti?"
Javerio tersenyum, matanya membentuk sebuah lengkungan tipis. Manis, jika saja tingkah Javerio tidak seperti monyet. Laki-laki itu tersenyum dengan cengiran lebar. "Kenapa? Aku tidak bisa berhenti mengejar mu walau kau yang meminta berhenti. Tidak akan pernah"
Kate menarik ucapannya kemarin ketika berpikir jika Javerio dan otaknya kembali berfungsi. Laki-laki itu terus-menerus mengikuti Kate membuat gadis itu pusing sendiri kemudian mengusir Javerio. "Bisa kau pergi? Aku butuh waktu sendiri!"
Kate selalu dibuat bingung, dulu saja saat mereka selalu bertengkar ayah dan ibu mereka malah menganggap mereka sangat dekat sedangkan mereka yang masih kecil memperdebatkan mengenai pantat itu ada satu atau dua. Entahlah, aku jadi bingung sendiri sebenarnya siapa yang gila. Yang pasti ayah dan ibu mereka mengira pertengkaran mereka adalah aksi romantis yang manis. Manis, saking manisnya Kate ingin mengubur Javerio dalam-dalam dan dimakan semut.
"Memangnya salah jika aku hanya ingin menyapa?"
Kate jadi mengeraskan rahangnya kemudian menoleh ke arah Javerio yang sudah berjalan tepat disampingnya, beriringan. "Kau boleh menyapa, tapi apakah kau tau sekolah sedang berduka Gravherson? Setidaknya tunjukan rasa dukamu."
Ucap Kate panjang kali lebar kali tinggi, lagipula si Javerio ini kenapa bisa ada di setiap tempat sih? Kemarin di kedai eskrim dan sekarang di sekolah ... Tu-tunggu dulu, sekolah?
Kate membalik badannya memperhatikan Javerio yang saat ini tengah mengedipkan mata ke arah Katherine. "Kenapa kau bisa sekolah disini?"
Javerio mengendikkan bahu kemudian mendekat ke arah Kate, menepis atmosfer yang ada di antara mereka, meski Kate terus menerus melangkah mundur dan Javerio tetao berusaha mendekat. "Makanya aku tadi mau menyapa, aku akan murid baru."
"Tidak, tapi kehadiran mu semakin membuatku syok"
Javerio dengan lancang merangkul Kate membuat gadis itu kembali merasa heran dan berusaha melepaskan tangan kekar milik Javerio dari pundaknya, kemana hilangnya Javerio yang gendut itu?
"Well, anggap saja aku malaikat pelindung mu yang suka menampakkan diri."
Kate memutar arah pandang nya melirik sinis ke arah Javerio yang masih berusaha sok akrab. "Dan pada akhirnya malaikat pelindung itu lah yang menyebabkan ku mati"
"Yeah, mati terpesona akan ketampanan ku tidak buruk juga. Lalu malaikat dan bidadari ini bisa menikah dan menikmati surga."
Oh demi apapun, daripada satu sekolah dengan si tolol ini Kate lebih memilih makan sate bola mata rusa milik Deshaun kemarin.
Javerio melirik ke arah setiap inci dari hal yang menempel pada gadisnya, satu-persatu memperhatikan hal dan detail sekecil apapun. Kalau Javerio boleh jujur, dia bukanya mendadak lupa dengan tingkah sinting nya saat kecil. Dia tentu mengingat semuanya tingkah-tingkah konyol mereka bahkan juga perdebatan tak berbobot mereka.
Kate kecil melirik ke arah Javerio, memegang selang jika sewaktu-waktu Javerio yang masih berbadan buntal siap akan menyerangnya maka dia bisa menyemprot kan air itu ke dalam mulut Javerio. "Dasar pendek!"
"Dasar obesitas!"
Tatapan mereka berdua beradu sengit, jika dalam video game kita dapat melihat efek berapi-api dari kedua sisi wajah anak kecil itu. Seakan-akan mereka tengah berada di tempat duel hanya untuk merebutkan satu potong brownies buatan Irena.
"Kau itu sudah gendut! Jadi bagi-bagi dong!"
Ucap Kate dengan matanya yang masih memandangi Javerio tepat dari atas ke bawah. Kemudian Javerio tersenyum menyeringai, walaupun senyum seringai itu tak terlihat karena tertutup pipi karetnya. "Lebih baik kau mengonsumsi susu atau vitamin biar badanmu tambah tinggi!"
Javerio menjulurkan lidahnya membuat Kate semakin murka. Baru saja ingin menyemprotkan pipa ke arah Kate. Javerio sudah lebih dulu melempar lumpur dan tepat mengenai dress biru selutut Kate. Perlu menjadi informasi jika itu adalah baju favorit Kate. "Kau babi sialan ..."
Kurasa sekarang kita tau kenapa Javerio sering kali meledek Kate dengan babi. "Apa? Kau mau menampar ku huh? Dasar pendek?"
Mereka berdua berakhir berkejar-kejaran di taman. Orang tua mereka menganggap ini sebagai hal yang romantis, tali Kate menganggap ini sebagai penghinaan. Laku Javerio? Entahlah, laki-laki itu mungkin akan melakukan apapun asal dia menyukainya.
Javerio tersenyum singkat saat mengingat kejadian kecil mereka. Mungkin Javerio yang sekarang dengan kewarasan yang sedikit ada mulai menyadari jika tindakannya konyol dan sangat aneh. Mungkin.
Saat asik memperhatikan Kate yang sibuk berjalan di depannya, mencoba kabur. Dari selap-selip Hoodie berwarna biru gelap itu Javerio dalat melihat sesuatu yang tampak kemerahan disana.
"Kate, kau habis berkelahi?"
Kate kembali berdiam mendadak, membuat Javerio hampir saja jatuh ke depan. Ibarat kau sedang mengendarai motor dengan nyaman tapi secara tiba-tiba seorang ibu-ibu melintas, menghidupkan sen kiri padahal belok ke kanan di persimpangan.
"Kate, aku bertanya apa kau habis berkelahi?"
Kate sendiri masih diam tidak menggubris apa yang ditanyakan Javerio. "Kenapa lengan tanganmu seperti habis ditikam begitu? Biar aku Li-"
Javerio ditinggal, belum sempat menyelesaikan kata-katanya, gadis dengan Hoodie biru gelap itu berlari menebus keramaian. Javerio jadi bingung sendiri. Bagaimana bisa muncul memar kemerahan melingkar di lengan Kate, kalau dia berkelahi kenapa jarinya tampak mulus sedangkan lengannya yang memar. Jika benar berkelahi seharusnya Kate menonjok dengan genggaman tangan bukan?
"Kate, luka apa itu?"
KAMU SEDANG MEMBACA
The Yates Family [AESPA]
FanfictionArwah yang bergentayangan, pohon jiwa disamping rumah ataupun koleksi tulang belulang dari hewan-hewan pengerat. Selamat datang di sebuah tempat yang orang-orang sekitar sebut sebagai rumah keluarga Yates. Tidak-tidak, ini bukanlah cerita Adams...