The Torn Lips : Tugas Tambahan

47 17 5
                                    

   

     Delton menatap hujan deras yang ada diluar, sesekali matanya yang tampak tenang itu menatap pada jam yang ada di pergelangan tangannya, dirinya sudah memanggil sang ayah untuk pertolongan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

     Delton menatap hujan deras yang ada diluar, sesekali matanya yang tampak tenang itu menatap pada jam yang ada di pergelangan tangannya, dirinya sudah memanggil sang ayah untuk pertolongan. Sesuatu kembali terjadi saat ini. Hujan yang aneh diiringi gempa bumi ringan di daerah tanpa gunung berapi sedikit mengundang kericuhan, namun bagi kaum suci -- meski penampakan keluarga Yates rada menyeramkan -- tetap saja, ini bukan pertanda baik. Sama seperti munculnya bau melati di tengah malam.

    Delton menatap ke arah jendela besar yang ada di ruang pengawasan, Wyhnterin tampak seperti patung karena dirinya benar-benar diawasi dua puluh empat jam dalam seminggu, ini bahkan mengalahkan obesitas seorang Javerio pada Katherine. Yarrow meminum teh nya dengan santai, begitupun Anton yang masih fokus pada handphone nya. Sherina tentu saja menatap wajah Delton, pujaan hatinya. Meski Delton tidak menanggapi apapun.

    "Firasat ku berkata buruk, sepertinya sesuatu terjadi di rumahku." Ucap Delton singkat, dirinya menatap ke arah jalanan sekolah Veteronia yang tampak sepi, langit abu-abu itu membuat semuanya semakin dingin, kecuali Sherina yang masih menatap nya seperti kelinci yang melihat wortel, tunggu bukan itu maksudnya. Sebuah mobil keluaran lama dengan cepat melintasi jalanan berair, sebuah kepala Frankenstein tampak muncul dari kaca mobil, membuat Delton menarik nafas lega. Setidaknya sang ayah datang tempat waktu, meski Delton melupakan satu hal. Dia membiarkan Regina entah kemana disaat seperti ini.

    Suara gemerincing dari rantai yang tertarik itu membuat Thea semakin ketakutan dan meringis, lengannya dipenuhi dengan luka dan kakinya yang sebelumnya tampak ramping kini penuh dengan sayatan-sayatan halus. Seorang wanita cantik dengan rambut dikepang berdiri di depan Thea sambil memegang kipas cantik yang ia gunakan. Semakin Thea mencoba keluar maka semakin buruk keadaan didalam kepalanya. Pusing, dan juga gatal, tubuhnya dipenuhi keringat saat melihat sebuah pisau kecil di tangan wanita itu.

     "Baru satu hari dan sudah menyerah? Aku sudah pernah merasakan selama tiga Minggu" tidak, bukan gadis didepannya yang bicara, sebuah suara bisikan yang terlintas begitu saja membuat dirinya semakin ketakutan. Thea menatap wanita dengan pakaian kuno didepannya. "Kau bukan orang Eropa? Dan kenapa kamu membawaku ke sini sialan"

    Wanita itu tersenyum manis, kemudian mendekat sambil membawa pisau itu. "Pakaian ku lebih mewah setidaknya, dan bukankah ini tempat yang sama saat kamu mengurung seseorang juga?"

    Thea terdiam sejenak, nada suara yang tenang dan dingin itu membuat hatinya bergidik ngeri, keadaan basement yang gelap dan tertutup, disertai hujan. Percuma jika dirinya meminta tolong, tidak akan ada yang mendengar nya. "Apa maksudmu? Aku tidak mengenalmu!"

    Thea memekik dengan arogan, dia tidak ingin harga dirinya jatuh meski situasi nya tengah genting. Wanita itu tertawa manis, dia kemudian menatap Thea lebih dekat, secara perlahan tanah kembali bergetar dengan pelan, membuat rantai yang mengikat Thea ikut bergetar dengan hebat. Kaki yang diikat itu ikut bergetar saat tanah semakin gemetar, suasana yang sebelumnya dingin menjadi panas. Disusul dengan hujan yang semakin deras. Thea tergagap dan menatap wanita yang sama. Wanita itu tertawa semakin keras.

    "DASAR GILA! KENAPA KAU TERTAWA SEPERTI ITU!" Thea memekik ketakutan bercampur marah, tidak seharusnya wanita aneh yang menyekapnya itu tertawa begitu. Secara mendadak kaca-kaca di dalam basement pecah. Disusul dengan tanah yang semakin gemetar. Gempa nya semakin kuat. Thea menatap wanita itu dan semakin memekik frustasi.

    "Kamu, manusia seperti kamu lebih baik mati saja"

    'TRANG!

    "AAAAAAAAKH!"

    Suara pekikan yang luar biasa besar itu membuat detak jantung tuan Charleston yang dari tadi berlari mendadak panik. Kakinya segera berlari lebih cepat ke sumber suara, disusul oleh Delton dan anak-anak tim pengawasan lain di belakang, Wyhnterin yang tidak diajak sama sekali dengan berani menyelinap, mengikuti semua orang yang berlari. Suara dentangan kaca diiringi suara pekikan yang mengerikan itu semakin besar, seakan-akan suara hujan yang deras tidak dapat menutupinya. Keadaan benar-benar tidak baik-baik saja.

    'PRANG!

    Semakin dekat mereka menuju basemen semakin terdengar suara yang mengerikan itu. Saat kaki mereka mencoba berlari lebih cepat, Delton dengan jelas dapat mendengar suara itu. "TOLONG! KKH-K TOLONG! TOHKH-LONG!"

    Suara Thea membuat Delton memotong jalan sang ayah dan mendahului nya. Tidak, Gadi itu tidak boleh mati karena pasti ada sesuatu yang dia sembunyikan tentang kematian teman-teman nya. "Sial"

    Semuanya berlari dengan cepat, saat mereka menuruni tangga, ruangan itu sudah senyap. Delton yang berkeringat disusul oleh Theodore yang membawa besi pencongkel pintu. Dia sudah terbiasa membawa benda itu, takut-takut pintu terkunci, setidaknya mereka bisa mencongkel atau mendobrak. Suara yang senyap membuat Tuan Charleston ikut turun dengan cepat, Sherina yang mengetahui Wyhnterin mengikuti melarang gadis itu dengan keras. Tapi, Wyhnterin menolak mentah-mentah dan tidak ada cara lain untuk melarang nya.

    Delton berdiri di depan pintu khusus evakuasi di basemen, dia mencoba membuka pintu, dan benar saja, ini memang keras. Hujan mendadak berhenti membuat semuanya semakin mengerikan. "Thea! Kau didalam? Jawab aku!"

    Tidak ada sahutan sama sekali, Theodore melempar besi yang ia bawa karena itu hanya akan memperlambat waktu. Secara mendadak tuan Charleston lah yang akhirnya mendobrak pintu.

    Basemen tampak hitam dan gulita, hanya ada suara tetesan air dari pipa-pipa yang bocor. Delton menyelinap masuk, tapi tangan sang ayah menahannya. "Biar aku yang masuk duluan"

    Suasana semakin buruk saat rambut-rambut halus di kulit Delton naik. Matanya tampak bercahaya saat melihat banyaknya arwah yang berseliweran dengan panik. Arwah-arwah tanpa kaki itu seperti kehilangan kekuatan dan juga linglung, sejauh mata Delton memandang ada sekitar 12 arwah di dalam basemen, semuanya bertingkah aneh yang sama. Mengucapkan kalimat yang sama 'Ada Nona pendendam yang mengerikan!'

    Tuan Charleston yang telah masuk kedalam basemen mencari sumber-sumber energi negatif yang mengambang di udara. Aura hitam keunguan itu membuat nya takut, dirinya tidak membawa apapun selain nekat di hatinya. Percayalah, jika Charleston Yates sudah turun tangan untuk memeriksa, maka kekuatan negatif itu sungguh besar.

    Mata tuan Charleston mendadak membola sat melihat rantai karat yang terkapar begitu saja, dengan cairan merah yang mengalir dan menggenang dengan bebas di lantai basemen. Tangannya yang panjang meraih senter di dalam jaket nya. Saat senter itu dinyalakan Charleston mendadak gemetar. Dia membuka mulut nya dan mengucap mantra yang tak jelas. Dengan cepat dia segera mengarahkan senter nya ke arah lain. Saat senter itu mengenai dinding di depannya dia memasang muka tajam. Sebuah tulisan besar yang sepertinya ditulis dari darah tertulis dengan besar diantara pipa-pipa air.























    "Untuk pemanis, tambahkan seluruhnya dan ditambah satu ceri. oh, jangan lupa untuk mengingat hari pertama ulang tahun si bungsu"














  Part II ; Lilly Village
Start.

The Yates Family [AESPA]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang