Lilly Village : Ketika Mereka Datang

27 6 6
                                    

    8 Bulan lalu, tepat seminggu setelah meninggal nya kedua mendiang. Oh, malam pertama mereka di rumah keluarga Yates.






    --kamu bisa mengecek bab dengan judul "Mari Berkenalan" karena ini adalah adegan yang disembunyikan--

    Regina mendadak mau muntah saat melihat menu makan malam mereka kali ini. Pertama kalinya bagi mereka untuk memakan spaghetti dengan saus otak kelelawar. Ditambah lagi dirinya baru saja pingsan tadi. Naeva semakin tertarik, meskipun Wyhnterin tampak jijik dia tetap mencoba menyentuh tekstur nya. Saat pertama kali datang kerumah ini. Sang kepala keluarga rumah Yates langsung pergi entah kemana. Kau tahu, meninggalkan tamu mu yang ketakutan bukanlah kode etik orang normal. Sayangnya, keluarga baru mereka tidak normal.

    Disaat sang istri dan anak-anak nya asik menyambut mainan baru-ralat maksudku teman baru mereka di rumah suram itu. Charles Yates kembali ke London dengan cepat, bersama Goofy yang kembali menyetir Mobil Hyundai 9 Seat itu. Selain itu mobil pinjaman, Tuan Charleston lebih nyaman menaiki gerobak atau karpet terbang jika saja itu tidak melanggar kode etik GHO. Toh, barang yang dipinjam harus dikembalikan bukan?

    Tujuan Charleston dan juga anak magang GHO kali ini adalah pemakaman keluarga Graham Bell, untuk apa? Tentu saja untuk membongkar makam yang baru saja dikuburkan seminggu yang lalu. Dengan izin dari pihak keluarga Solomon karena sepertinya, Irena tidak memiliki hubungan baik dengan keluarga kandungnya.

    Saat sampai disana, pria baya dengan rambut pirang itu menatap nanar ke arah seorang siswa bimbingan bernama Na Jaemin. Charleston kembali menarik nafas kesal. "Apakah kamu benar-benar mengecat rambut mu?"

    Jaemin hanya tertawa ramah kemudian berkata dengan nada manis. "Ah, Kak Delton saja masih bisa berpacaran, jadi aku akan menikmati masa mudaku dulu sebelum diangkat menjadi pendeta"

    Charleston hanya menderu nafas pasrah. Dia hanya takut Jaemin akan dijebloskan oleh jemaatnya sendiri ke penjara di masa depan.

    Malam yang semakin gelap membuat semua orang bergegas. Seorang gadis dengan pakaian tradisional Korea berwarna merah muda terang menyusul masuk ke pemakaman, membawa pedang dan juga kelengkapan ritual lainnya. Gadis itu tersenyum manis. "Senang bertemu dengan mu lagi Tuan Yates. Aku senang karena ibuku membolehkan ku kemari."

    Charleston membalas senyuman nya dengan wajah yang sama sama ramah. Hong Eunchae, gadis shaman yang seringkali mereka undang untuk makan malam. Gadis ini juga menjadi satu-satunya orang di Timur sana yang berani melakukan ritual di luar wilayah timur.

    Bukan hanya Eunchae dan alat-alat nya yang datang. 5 atau enam orang ikut serta, membawa gendang dan segala macam alat lainnya. Charleston menatap dengan kagum. Orang timur dan budaya mereka yang indah memang tiada tandingannya. Sedangkan Jaemin tampak ngeri karena merasakan aura yang sangat kuat dan terhormat dari sepasang bilah pedang yang dibawa oleh Eunchae. Jaemin dan juga sifat kelincinya yang sesekali muncul.

    Meskipun Eunchae yang datang, orang yang akan memimpin upacara pembongkaran makam ini bukanlah Eunchae, melainkan seorang senior yang kita kenal sebagai Biarawati Hanna, seorang timur yang memiliki nama asli Kang Seulgi. Dirinya juga seorang yang sangat kuat terhadap sensitifitas arwah. Dibandingkan dengan keluarga Yates yang memiliki sihir. Kekuatan supranatural turun menurun seperti yang dimiliki oleh Seulgi ataupun Eunchae lebih kuat.

    Jaemin merasa gelisah dan agak gulana saat nyanyian dan juga puisi ataupun doa-doa dengan bahasa asing itu dilantunkan. Diiringi dengan suara tabuhan gendang dan suara yang saling sahut menyahut. Berbagai barang sesembahan dibawa oleh rombongan Eunchae. Sedangkan Seulgi bak seorang Dewi kematian yang tengah menari. Memanggil sang arwah untuk meminta izin agar dapat membongkar makam tersebut.

    Entah ini disadari atau tidak. Eunchae menatap tajam pada makam milik Bae Irena itu. Sambil tetap memainkan marakas, Eunchae dapat melihat tanah sekitar makam Irena retak. Hanya pada bagian nya saja. Seakan-akan sebuah roh jahat akan keluar saat tanah itu retak.

    Eunchae tetap melantunkan doa-doa, meski sepertinya ini adalah kejadian yang sangat ganjal. Jaemin yang memiliki sensitifitas tinggi mendadak merinding, dia dapat merasakan banyak arwah yang berkeliaran. Tuan Charleston juga melihat dengan jelas para arwah-arwah yang melayang sambil memekik.

    Seulgi tetap menari, pedang-pedang itu diambil olehnya dan dibuka. Sebuah gerakan ekstrim dilakukan dengan mulus. Tidak menyisakan luka sama sekali. Suara gendang semakin cepat, temponya semakin gila saat Seulgi menari dengan gerakan lebih keras. Eunchae melotot, dia semakin takut saat tanahnya semakin retak. Tapi, ritual ini harus tetap berjalan. Jaemin akhirnya pingsan saat Seulgi menoreh lengannya dengan pedang, membuat darah menetes. Dengan cepat orang-orang lain menggiring barang-barang sesembahan agar diteteskan dengan darah.

    Dan begitulah tabuhan gendang tersebut semakin cepat saat ritual semakin dekat dengan selesai.

    Kabut-kabut halus muncul saat Seulgi selesai menari. Perlahan-lahan luka-luka yang ia torehkan di wajah ataupun lengannya mendadak hilang seiring selesainya ritual. Tuan Charleston mengangguk dan membiarkan semua orang dari GHO mulai membongkar makam. Sebenarnya, ritual serumit ini tidak perlu dilakukan jika saja mereka baik-baik saja. Tapi sepertinya kedua jasad ini bak orang mengejar ke timur. Menghindari diri dari sesuatu.

    "Terimakasih, aku akan membawa mereka ke gereja langsung untuk di autopsi secara spirit."

    Tatapan Charleston yang semula tampak terang dan ramah mendadak jadi tajam dan gelap. Saat melihat kedua jasad dari orang yang bisa dibilang, orang yang ia sayangi. Kondisi mati membiru atau ruam bisa dibilang sebagai kematian normal jika mereka terkena serangan jantung. Tapi orang-orang khusus seperti Eunchae, Seulgi dan dirinya sendiri tau. Jika ruam merah itu, bukan ruam karena jantung atau penyakit tubuh apapun yang didiagnosa oleh dokter ataupun sains.

    "Mereka meninggalkan sesuatu yang seharusnya mereka selesaikan dan pertanggung jawabkan"

    Keputusan final dari pendeta besar. Charleston menarik nafas panjang, dia kemudian menatap ke arah lua lewat jendela. "Irena, siapa nama aslinya"

    Eunchae yang duduk manis kemudian berdiri. Dia menatap tuan Charleston dan menarik nafas. "Aku, kuat dugaan mereka bukan dari keluarga biasa, terutama mendiang wanita. Aku akan kembali ke Korea dan mengunjungi kalian lagi, aku akan membantu mencari identitas mereka"

    Kang Seulgi berdiri kemudian ikut mengobrol, kedua jasad sudah didoakan kembali dan akan segera di kembalikan subuh ini juga. Seulgi menatap lantai yang memantulkan cahaya dari lampu gantung yang menyala terang. "Beritahu Whitney, Irena dan Whitney teman dekat bukan? Dia pasti tau sesuatu"

    Charleston mengangguk dengan nafas berat yang sesak. Benar-benar bingung dan dilema saat ini. Apakah dia akan memberi tahu hasil diagnosa sementara ini pada empat anak Graham? Entah kenapa sepertinya ini bukan waktu yang tepat. Charleston takut jika mereka memberi tahu maka akan semakin besar ketakutan gadis-gadis itu. Setidaknya, biarkan mereka mencari fakta nya dulu.

 Setidaknya, biarkan mereka mencari fakta nya dulu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

















Dibalik semua alur tidak jelas itu, seenggaknya ada titik terang yang aku sembunyikan ya ges ya. Yang teliti bakal tau, yang pelupa cem author bakal jadi batu :v

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 17 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

The Yates Family [AESPA]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang