Sunday is Gloomy
Delton menatap jalanan London yang mulai ramai, tunggu dulu. London? Ya, kalian tidak salah lihat. Tepat dipinggir sebuah jembatan kebanggaan United Kingdom dan tepat seperti orang gila, memainkan batu dipinggir jalan dengan pakaian serba hitam. Untung saja ketampanan laki-laki itu mendukung dan dia sedikit ramah pada orang yang lewat di sekitar trotoar, coba kalau mukanya seperti seorang preman dan sikap dinginnya masih ia pertahankan. Sudah pasti seseorang pasti mengira Delton adalah penculik anak-anak dibawah umur. Dengan rumor yang sama, jika anak itu akan dijual ke pasar gelap. Padahal Delton lebih tertarik untuk menjadikan anak itu sebagai keluarga Yates dua yang murni manusia normal."Kapan si sialan itu akan menjemput ku."
Delton melirik ke arah arlojinya, jarum panjang sudah menunjuk ke angka 8 dan jarum pendek ke angka tujuh. Ini sudah hampir jam 8 malam. Dan Lucas, temannya yang merupakan kliennya dulu, belum sama sekali menjemputnya. Mentang-mentang dia kemari untuk berbulan madu dengan istrinya, padahal Delton hanya meminta tumpangan ke SG Entertainment, tempat dimana ayah Kate dan Artis artis terkenal berkerja. Perusahaan itu tutup sementara sampai Kate berusia 20 tahun dan siap untuk mengelolah, atau mungkin dia akan pergi ke butik milik ibu mereka, White Lily boutique yang terletak di Jerman. Jika kalian bertanya apa urusan Delton, maka jawabannya dia harus memastikan sesuatu. Seharusnya dia sibuk dengan kasus yang terjadi di sekolah. Tapi sebagai pembunuh bayaran -- ingat, dia membunuh arwah dan mengantar arwah -- dia harus mengerjakan tugas dari kliennya dulu.
Delton jadi mengingat awal-awal mereka semua dilatih di gereja dulu. Awal-awal saat Delton pertama kali membangkitkan arwah seorang mantan tentara dan bertanya mengenai kejadian mendetail, waktu itu Delton kecil memanfaatkan tugas gereja untuk tugas sejarah sekolah. Jadi dia bisa melakukan presentasi sebagai anak dengan informasi terlengkap. Walaupun saat itu negara Asia kalah tapi setidaknya Delton jadi tahu sedikit kebenaran tentang sejarah. Karena orang yang membuat sejarah adalah orang yang menang di peperangan, ada banyak sekali hal yang disembunyikan pastinya.
Larut dalam pikirannya, laki-laki itu tidak sadar jika ia tengah berjalan lurus, obsidian itu terlihat mulai sayu dengan nafas hangat yang mulai menggebu, dia mengantuk. Kapan laki-laki bernama Lucas itu akan menjemputnya. Jika ada yang ditakuti oleh malaikat maut maka itu hanya satu yaitu cctv, mereka tidak bisa menggunakan kekuatan mereka leluasa, walaupun Delton bukan definisi dari malaikat maut sejatinya. Tapi, mungkin saat menjadi arwah dia aka mendaftarkan diri ke jumadeng dan berkerja di divisi penjualan atau penarikan nyawa.
Suara klakson dari mobil BMW hitam di belakangnya membuat Delton melompat kaget. Bukanya melihat mobil Lucas dia malah menemukan seorang laki-laki dengan rambut berwarna pink keluar dari mobil itu. Laki-laki itu berdehem pelan kemudian tersenyum kaku. "Senior Yates, kami sudah mengklakson berkali-kali tapi anda tidak menoleh"
Ucap pemuda itu tersenyum, menyerahkan sebuah kertas bertuliskan identitas.
Nama : Na Jaemin
Status : Menengah level 3
Bidang : TeologiTunggu, seorang yang akan menjadi pendeta mengecat rambut jadi warna pink? Serius? Dan dia laki-laki?
"Aku Jaemin, senior. Biarawati Hanna menugaskan saya dan rekan saya Mark untuk menangkap anda secara khusus" ucapnya dengan suara pelan, tapi kalau Delton boleh jujur, meski dua bocah di depannya ini adalah juniornya. Sejujurnya mereka tampak cukup menyeramkan. Delton memasang kuda-kuda nya. "Kalian, penipu di poster itu bukan? Damian dan Blake?"
Dua bocah itu saling melirik satu sama lain, orang yang diduga Delton bernama Mark jadi mengusap wajahnya kasar. "Kami adalah orang yang diutus biarawati Hanna dari departemen GHO kak, kami disini untuk menjemput mu."
Delton memasang muka songong. "Oh, jangan-jangan kalian penculik? Aku punya nomor polisi loh! Aku akan menelpon 118!"
Jaemin jadi tersenyum paksa, mencoba mendekat ke arah seniornya itu. "Kak, itu nomor ambulans"
Delton mundur seraya menjauh, memasang posisi siap seakan-akan mencoba meninju Jaemin jika saja rambut pink itu berani mendekat
"Oh begitu? Baiklah! 113!"
Jaemin kembali mengulas senyum semanis mungkin "Itu nomor Pemadam kak, kau tinggal ikut saja.""Jangan menyentuhku rambut gulali! Mundur sana!"
Mark sendiri sedikit terkejut karena senior mereka yang dirumorkan galak itu malah takut dengan dua anak bercelana pendek dan juga kemeja panjang. "Apa dia memang memiliki kepribadian ganda?"
Jaemin menyuruh Mark diam. "Kak, biarawati Hanna bisa mema-"
"Kalau begitu *187#! Aku akan menelpon poli-"
"Itu nomor operator! Bisa diam dan ikut saja?"
Delton terdiam saat Mark yang berbicara. Apa anak muda zaman sekarang memang minim kesabaran ya? Dia jadi mengingat kejadian ketika Naeva dan Randy saling menjambak rambut dirumah. "Maaf, tapi kami sudah tidak punya cara lain."
Tangan Jaemin terangkat, laki-laki itu menggeret Delton dengan sihirnya. Hei! Itu pelanggaran kode etik 17! Menggunakan kekuatan di tempat umum tanpa bersembunyi! Delton jadi tak mampu membalas karena ia harus taat peraturan.
Mark datang dan akhirnya Delton berhenti berbicara setelah mulut, tangan dan kakinya di lakban, sekarang mereka bisa membawa Delton dengan tenang. Badan bongsor Delton di masukkan ke kursi belakang, lagipula Jaemin masih punya rasa simpati meski kadang dia kesal juga dengan tingkah Delton.
"Kami akan membawa anda ke gereja agung. Pendeta George ingin berbicara." Jelas Mark sambil mengunyah popcorn, kalau boleh jujur Delton mencium bau khas yang sangat asing di hidungnya, jika boleh jujur Delton rasanya mau muntah. Mark jadi tertawa saat melihat ekspresi Delton.
'bruk!
Sandera mereka jatuh ke lantai mobil. Mark ingin tertawa tapi Jaemin mencoba menghentikan. "Maafkan kami atas baunya kak, kimchi itu titipan kak Sherina untuk senior Jeffry"
Delton jadi muak. Kenapa dia harus seperti ini. Sudah mulut ditutup dengan lakban, mau bernafas susah mencium bau makanan fermentasi pula. Seharusnya Delton mempertahankan sikap sangarnya saja tadi.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Yates Family [AESPA]
FanfictionArwah yang bergentayangan, pohon jiwa disamping rumah ataupun koleksi tulang belulang dari hewan-hewan pengerat. Selamat datang di sebuah tempat yang orang-orang sekitar sebut sebagai rumah keluarga Yates. Tidak-tidak, ini bukanlah cerita Adams...