Malam itu, Chanyeol kecil terduduk ketakutan dipojok ranjangnya sambil memeluk kedua lututnya yang bergetar. Lampu kamarnya padam, suasana kamar itu gelap. Sekali lagi, ia melirik ke arah jendela. Hujan belum berhenti, begitu juga petir-petirnya yang saling bersahutan.
Chanyeol tidak pernah takut petir. Chanyeol sangat menyukai hujan, namun sayangnya suara-suara teriakan dan barang berjatuhan dari kamar sebelahnya membuat Chanyeol terpaksa bergetar. Ia sangat takut, ini memang bukan pertama kalinya ayah dan ibunya bertengkar sekeras ini, tanpa dijelaskan, anak berumur 4 tahun ini sudah mengerti apa yang terjadi.
"Hyung..."
Suara itu datang dari ranjang dibawah ranjang Chanyeol, ia mendesah melepaskan nafasnya karena hujan dan bunyi-bunyi itu membuatnya lupa kalau ia tidak sendirian. Dengan ketakutan, Chanyeol menyibak selimutnya dan meringkuk turun melewati tangga mini yang terhubung ke ranjang adiknya. Ia mendekati adiknya, Sehun, yang tengah menggenggam erat bantalnya sambil menangis. Dan ikut terduduk meringkuk bersamanya.
"Hapus air matamu, Sehun, kita adalah laki-laki. Ibu bilang, laki-laki tidak menangis." Ujarnya dingin.
Tepat setelahnya, pintu kamar mereka terbuka dengan paksa. Ibu mereka masuk dengan keadaan kacau dan penuh luka, disusul ayah mereka yang tak kalah kacau. Sang ibu berjalan mendekati kedua anaknya, namun hanya satu tangan dari keempat tangan anak-anaknya yang diraih, lalu menariknya kasar.
"Bangun, Oh Sehun!" Pekik ibunya keras, sambil terus menarik tangan kecil Sehun, Chanyeol tertahan ketika adiknya menarik ujung bajunya dengan lengan lainnya, berharap kakaknya akan menahannya. Chanyeol paham betul, ketika ia menangkap tatapan dingin ayahnya diujung pintu, ia harus melepaskan Sehun agar ikut bersama ibunya, dan tinggal disisi ayahnya. Chanyeol paham betul, ketika ibunya memanggil ia atau Sehun dengan marganya sendiri yaitu Oh, berarti ibunya sangat marah, tak terbantah.
"Hyung!" Tangan kecil Sehun terlepas dari ujung baju Chanyeol, anak itu sekarang diseret ibunya penuh perlawanan. Ia berusaha menghindari tatapan memelas adiknya, yang kini makin menjauh sampai akhirnya keluar kamar bersama ibunya.
Chanyeol tahu ia sendirian setelahnya, karena tak ada tanda-tanda keberadaan ayahnya. Saat itulah, mata-mata bulat Chanyeol mulai basah, mengerutkan alisnya dan menangis.
Keesokan harinya, tak ada tanda-tanda ibunya, tak ada tanda-tanda Sehun. Hanya ada sebuah rumah yang mati, barang-barang yang pecah, dan dua surat yang telah ditanda tangani diatas meja makan. Chanyeol tidak bergeming saat membaca surat yang pertama, namun saat ia membaca yang kedua, hatinya terbakar.
Surat kedua adalah surat yang menyatakan bahwa Park Sehun telah resmi dirawat oleh ibunya, Oh Nara, dan telah merubah marganya menjadi Oh Sehun.
Tahun-tahun berlalu, Park Chanyeol tumbuh menjadi orang yang terlampau cerdas, dingin, kasar, dan sinis. Tak ada yang menyalahkannya untuk menjadi demikian. Tak seharipun dilalui Chanyeol tanpa memikirkan adiknya, itulah yang membuat Chanyeol semakin kuat dan berhati dingin setiap harinya. Beberapa pelayan dirumahnya yang ikut tumbuh bersamanya adalah yang paling mengerti akan keadaannya. Chanyeol menjaga Sehun seperti adiknya lah satu-satunya hal yang ia miliki di dunia, walaupun sebenarnya anggapan itu tidak benar-benar salah.
Chanyeol menyesal. Andai ia bisa kembali ke masa lalu, ketika ibunya menarik tangan Sehun dan merampas anak itu darinya, ia akan menarik Sehun sekuat tenaganya dan melarangnya untuk pergi, tak peduli bagaimana tatapan ayahnya, dan apapun itu, persetan dengan semuanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
[ChanBaek] Troublemaker
Fanfiction"Berjanjilah satu hal padaku." "Apa itu?" "Jangan jatuh hati pada Chanyeol." [YAOI, 15+] [Beberapa dari chapter akan di privat. Untuk membaca, follow me first, akan bisa automatis terbaca jika sudah.]