Chapter 30

38 2 5
                                    

Seorang cowok tengah berdiri menatap langit malam sambil menopangkan tangannya pada pagar balkon kamarnya. Kentara sekali di kalau cowok itu sedang banyak pikiran.

Sebuah helaan nafas berat terdengar dari cowok bernama Arkan itu. Lalu, melangkah untuk duduk di kursi yang ada di balkonnya.

Menerawang tentang pembicaraan perjodohan antara dirinya dan Klara dan ayahnya yang terus-menerus mendesak agar segera mengakhiri hubungannya dengan Lina.

"Apa gw bisa?" Tanya Arkan pada dirinya sendiri sambil mengusap wajahnya kasar.

"Kenapa harus ada perjodohan itu sih?!" Lanjut Arkan.

Ting!

Sebuah notifikasi masuk dari ponselnya yang berada di kantong celana. Arkan mengeluarkan ponselnya dari balik kantong celana guna untuk mengetahui berasal dari mana notif itu.

Ternyata notif itu berasal dari Klara yang mengirim pesan pada dirinya. Arkan menghela nafas panjang. Dengan malas, ia menekan notif itu sehingga masuk room chat.

Klara:
Arkan
Besok temenin aku kerumah sakit ya
Karena besok jadwal aku check up.

Arkan:
Hm

Saat mengetahui pesan Klara adalah memintanya untuk menemani check up. Segera Arkan membalasnya. Walaupun balasannya cuman satu kata 'hm' doang.

Arkan tahu sikap asing yang ia lakukan untuk Klara akhir-akhir ini pasti membuat gadis itu sedih. Tapi, hanya itu satu-satunya cara agar perjodohan itu batal.

"Maaf Ra. Gw berharap dengan cara ini. Lo bisa menolak perjodohan antara kita berdua" gumam Arkan.

*******

Sedangkan itu di tempat lain. Seorang gadis tengah duduk di atas kasur tempat tidurnya sedang mengetikkan sesuatu untuk ia kirim pada seseorang.

Gadis itu adalah Klara. Yap, Klara yang mengirimkan pesan pada Arkan. Klara tersenyum bahagia ketika pesannya di lihat dengan cepat oleh orangnya.

Namun, senyum bahagia itu tidak bertahan lama. Ketika pesan itu hanya di balas dengan singkat. Karena memang, Arkan tidak pernah yang namanya membalas pesan Klara dengan singkat.

"Apa segitu gak maunya kamu dengan perjodohan ini" ucap Klara dengan wajah sendu. " Tapi, maaf Arkan. Aku akan tetap mempertahankan perjodohan ini. Sekalipun kamu menolak keras. Untuk kali ini, biarkan aku egois" lanjut Klara.

******

Melisa membuka pintu kamarnya dengan malas. Sebelumnya, ia habis makan malam di bawah bersama kedua orang tuanya.

Melangkah masuk kedalam kamar dan langsung merebahkan tubuhnya di kasur tempat tidur. Menatap langit-langit kamar dengan pandangan kosong. Hari ini, hari yang berat bagi Melisa.

Pikiran Melisa menerawang tentang kejadian di lapangan, dimana Rizqan menyatakan perasaannya pada seorang gadis cantik yaitu kak Nella.

Mengingat itu semua. Membuat rasa sakit dan sesak muncul di hati Melisa. Cukup, sudah cukup ia berekting di hadapan teman-temannya tadi. Memperlihatkan seolah-olah kalau ia baik-baik saja dengan kejadian di lapangan tadi.

Tapi, pada kenyataannya. Mau setegar dan sekuat apapun Melisa, tetap saja ia akan lemah saat melihat orang yang ia cinta menyatakan perasaannya pada orang lain.

Melisa menangis tanpa suara. Memukul dadanya berharap rasa sesak yang hinggap di dadanya hilang. Kini, kamar Melisa menjadi saksi bisu kelemahan sang pemilik kamar.

Kalian tau kan? Menangis tanpa suara itu sangat menyakitkan. Apalagi, kita menangisi seseorang yang kita tahu bahwa dia tidak akan bisa kita miliki. Itu sangat sakit.

"Kenapa gw harus jatuh hati sama Lo, Rizqan?

"Kenapa?!"

"Kalau bisa memilih. Gw pun gak mau jatuh hati sama Lo. Kalau pada akhirnya gw yang sakit sendirian"

Ucap Melisa dengan nada suara serak karena menangis.

Hampir 1 jam Melisa menangis sendirian di kamar. Akhirnya tangisan itu mulai mereda. Tangan Melisa menggapai ponselnya yang berada di atas nakas samping tempat tidur. Lalu, membuka layar ponsel dan masuk ke room chat seseorang.

"Tenang aja. Aku bakal tepatin janji aku kok. Aku gak bakal ganggu kamu lagi"

"Semoga langgeng ya hubungan kamu sama kak Nella. Aku harap, kak Nella mencintai kamu dengan tulus begitu juga sebaliknya"

"Aku gak mau munafik dengan bilang aku baik-baik aja sekarang. Kenyataannya, aku lagi gak baik-baik aja"

Ungkap Melisa. Saat hatinya sudah lumayan tenang. Hingga kelopak mata itu, sedikit demi sedikit meredup dan akhirnya Melisa tertidur tenang. Karena, ia sudah mencurahkan semua yang di rasakan. Dan siap memulai hari yang baru tanpa ada nama Rizqan di hidupnya.

*******

Lina tengah duduk bersantai di balkon kamarnya sambil menatap langit malam yang memperlihatkan banyak sekali bintang. Sepertinya langit malam sedang berbahagia malam ini.

Lina tersenyum sambil memejamkan mata. Saat angin malam yang tenang menerpa wajahnya. Sangat tenang. Pikirnya.

Pikiran Lina kembali membawanya pada kejadian di sekolah tepatnya di lapangan waktu itu.

"Apa Mel baik-baik aja sekarang?" Lina bertanya-tanya. "Waktu di sekolah tadi, dia gak menampilkan reaksi apapun sih. Tapi, bisa aja kan dia gak mau memperlihatkan itu di depan gw sama Aulia" lanjut Lina.

Lina menghela nafas panjang. Lalu menyandarkan tubuhnya di badan kursi.

"Sekarang hubungan gw sama Arkan juga makin merenggang" gumam Lina. Tiba-tiba terlintas di pikirannya tentang hubungan dirinya dan Arkan.

"Ck! Udahlah jalanin aja" lanjut Lina. Lalu, masuk kedalam kamarnya untuk tidur.

******

Di kamarnya. Aulia tengah menelpon seseorang yang sudah hampir 10 kali ia menelpon, tetap saja tidak angkat oleh orangnya.

"Ck! Apa udah tidur ya?" Ujar Aulia.

"Gw harap kejadian di lapangan tadi. Gak membuat Lo sedih yang berlarut-larut Mel" gumam Aulia.

Yap, di telepon Aulia adalah Melisa. Karena, ia hanya ingin tahu bagaimana keadaan temannya itu sekarang.

Tapi, sepertinya Melisa sudah tidur. Terbukti, ia menelpon tidak di angkat. Mau menelpon Lina pasti juga tidak di angkat. Lina pasti sudah tidur jam segini. Pikir Aulia.




Tamat.....



























































































































































Tapi boong

Kisah Cinta Kita Bertiga (Hiatus)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang