05 : THE SECOND KEY

502 106 18
                                    

"Sialan! beraninya lo mukul gue!" Dav menggeram murka saat seluruh wajah dan tubuhnya terasa sangat sakit setelah mendapat serangan dari Aslam.

"Anda pantas mendapatkannya!" Aslam semakin kalut dengan emosinya. Dia menghajar Dav habis-habisan tanpa dihentikan oleh Arkan yang berdiri di dekat pintu ruang hukuman.

Dav terbatuk-batuk, ia sulit menghindar, tentu saja karena masing-masing tangannya diikat menggunakan rantai besi. Saat Aslam akan menghajarnya lagi dengan cepat Dav menendang kuat perut Aslam hingga lelaki itu terjatuh dan mengeluarkan darah dari mulutnya.

Dav menyeringai puas, "Gue inget...lo anak dari ibu yang gak sengaja gue tabrak itu kan?" setelahnya ia tertawa bak raja iblis.

Sorot Aslam semakin menggelap, dia bangkit dan berniat membungkam tawa Dav namun Arkan menghentikannya.

"Cukup! kita harus segera pergi ke kediaman Nona Anaies, Aslam."

Tawa Dav berhenti dan menatap tajam Arkan dan Aslam. Kalau saja tangannya tidak dirantai, ia pasti langsung menghajar keduanya secara brutal hingga mereka menemui ajal.

"Gue titip salam ke Delta," bibir Dav menyungging sinis. "Gue selalu mendapat apa yang gue mau. Sekeras apapun dia halangin gue, maka gue akan lebih keras demi dapatin itu."

Aslam berdecih, "Anda tidak akan pernah bisa mendapatkan Nona Anaies. Penghalang anda sekarang bukan hanya Tuan Delta kalau anda lupa."

Setelah mengatakan itu Aslam pergi keluar bersama Arkan meninggalkan Dav yang terkekeh karena merasa ucapan pengawal itu sangatlah lucu menurutnya.

"Kroco kayak kalian gak akan bisa halangin gue. Yang merepotkan itu justru Delta, si sialan itu selalu aja mendahului gue!"

Dav meludah dan mendongakkan kepalanya, matanya terpejam sebentar sambil menarik napas panjang lalu menghembuskannya.

"Selama tiga hari lo mungkin aman, Anaies..." Dav tertawa sendiri dengan kedua mata seakan melihat Anaies sungguhan di depannya. "Gadis gue, lo akan mendapat hukuman setelah gue terbebas dari rantai sialan ini! gue pastiin itu!"

Sementara di salah satu kamar di kediaman utama Herantio, ada seorang gadis yang usianya setara dengan Anaies. Dia adalah Kavita Livy. Anak asuh dari orang tua Dav atau bisa dibilang adiknya Dav saat ini.

Livy menggigit kuku jarinya, memikirkan bagaimana nasib kakaknya di ruang hukuman saat ini. Mengingat wajah Anaies yang datang ke acara hari ini membuatnya merasa marah. Ini semua karena gadis itu. Kakaknya, Dav, harus mendapatkan hukuman selama tiga hari di dalam ruangan gelap di bawah tanah itu, karena kesalahan Anaies.

"Sialan! ini semua gara-gara kamu, Anaies!" umpatnya penuh amarah.

Livy diasuh oleh keluarga Herantio saat dirinya berusia tujuh tahun. Livy kecil pada saat itu datang ke keluarga kaya raya ini dan menjadi bagian didalamnya bukan tanpa alasan. Livy 'terpilih' karena orang tua Dav pada saat itu membutuhkan seorang anak perempuan yang bisa menggantikan adik kandung Dav yang telah mati.

Keluarga Herantio tidak bisa membiarkan fakta kematian adik Dav yang asli (Elisha Emyli) terbongkar ke seluruh dunia, hal itu dikarenakan musuh Keluarga Herantio sangat banyak dan Keluarga Herantio takut kalau fakta tersebut bisa menjadi kelemahan yang dimanfaatkan musuh untuk menghancurkan mereka. Itulah inti keberadaan Livy di keluarga ini. Menjadi seorang pengganti membuat Livy dituntut menjadi yang terbaik demi nama Keluarga Herantio. Persaingan ketat terus terjadi di keluarga ini demi mendapatkan kekayaan.

Livy pun masih ingat kejadian sebelas tahun yang lalu dimana dirinya pun menyaksikan Anaies yang dihakimi karena telah melakukan 'hubungan' dewasa dengan Dav. Livy tahu kebenarannya jika bukan Anaies yang salah melainkan kakaknya, Dav.

Namun karena rasa iri dan bencinya pada Anaies yang selalu meraih kasih sayang sang kakek dan selalu dipuji sebagai anak yang sangat-sangat berbakat bahkan ditetapkan sebagai pewaris kekayaan Keluarga Herantio, membuat Livy pada saat itu berbohong dan mengatakan jika Anaies lah yang salah.

Ya, Livy adalah orang kedua yang membuat nama baik Anaies hancur di mata Keluarga Herantio kecuali di mata sang kakek. Meskipun begitu Livy terus menjadikan dirinya 'yang terbaik' sehingga kini dirinya sangat disayangi oleh Nenek Erdhanti. Jika Anaies punya Kakek Praja yang akan selalu mendukung dan melindunginya, maka Livy punya Nenek Erdhanti yang punya kuasa yang setara.

"Jangan berpikir untuk menyentuh Anaies, Livy!" tiba-tiba Rehan berdiri di ambang pintu kamarnya sambil menatapnya dingin.

Livy balas menatap Rehan namun dengan tatapan sinis, "Kenapa? itu hak gue. Oh...gue tahu, lo merasa bersalah karena gak bantu dia dulu? kok gue berpikir kalau lo jadi lebih perhatian ke gadis memalukan itu?"

Rehan berjalan masuk kemudian menarik rahang Livy dan mencengkramnya kuat. "Anak luar yang berpura-pura menjadi bagian Keluarga Herantio sebaiknya diam!" katanya.

Livy tidak merasa tergertak sama sekali, justru dirinya terkekeh seolah meremehkan ucapan Rehan.

"Anak luar? yakin? gue 'terpilih' oleh keluarga ini. Bahkan saat ini nenek sendiri yang dukung gue. Gue bisa dengan mudah melesat jauh buat menyingkiran semua anak keluarga ini yang sama-sama bersaing menjadi pewaris. Oh..dan balik lagi soal Anaies.." Livy tersenyum miring kemudian menendang perut Rehan dengan kasar hingga cengkraman lelaki itu pada rahangnya terlepas.

"Gue bisa dengan mudah bikin Anaies mati karena dia udah bikin kakak gue masuk ruangan sialan itu!"

Kali ini Rehan yang tertawa kemudian menjambak rambut Livy kencang sehingga sang empu meringis.

"Nenek Erdhanti cuma manfaatin lo! lo gak tahu kan siapa yang sebenarnya dia dukung? lo cuma dimanfaatin supaya Anaies dicoret dari daftar calon pewaris, dan kebenarannya...yang Nenek Erdhanti itu dukung itu Dav! bukan lo, dasar anak gak tahu diri!"

Rehan terang-terangan memberi fakta yang sebenarnya hanya Nenek Erdhanti yang tahu. Tapi karena dirinya pernah secara tak sengaja mendengar percakapan sang nenek dengan seseorang, akhirnya Rehan memberi tahu Livy yang merasa kalau dirinya 'kesayangan' neneknya selama ini.

"Gak! itu gak mungkin! lepas!!! lepasin gue, Rehan bajingan!"

Rehan mendengkus sinis lalu melepas rambut Livy kasar hingga tubuh gadis itu terpental ke arah kasurnya sendiri setelah itu Rehan berbalik dan berniat berjalan keluar namun kakinya terhenti dan dia menoleh sejenak,

"Kuasa yang sebenarnya ada di tangan Kakek Praja. Berani lo sentuh Anaies, itu artinya lo menantang kakek secara terang-terangan. Buka mata lo dan liat keadaan Dav hari ini dan tiga hari kedepan seperti apa!" setelah itu Rehan melangkahkan kakinya dari kamar Livy meninggalkan gadis itu yang berteriak marah karena tidak terima dengan perkataan dan perlakuan Rehan padanya hari ini.

"Gue akan bikin perhitungan ke lo, bajingan! argggghhhh!!!" Livy bangkit kemudian menatap dirinya di pantulan cermin.

"Anaies, Rehan...Herantio...gue akan hancurin kalian semua!"

Anaies [SLOW UPDATE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang