Saat mobil melaju, Anaies berusaha mengatur napasnya yang semakin tersengal. Dadanya terasa begitu sesak, dan dunia di sekelilingnya mulai berputar. Namun, di tengah semua itu, satu hal yang pasti adalah ketakutan akan apa yang akan terjadi selanjutnya jika ia mengikuti Dav.
Dav, dengan tatapan penuh dominasi, tetap memegang erat Anaies di pangkuannya. "Sabar, cutie. Aku di sini, tenang aja. Aku jaga kamu dan anak kita," bisiknya, namun tentu saja bukan kenyamanan yang Anaies rasakan, melainkan ancaman tersirat di balik setiap kata yang Dav ucapkan.
Sementara itu, di luar mobil, Aslam yang sudah berada di dekat makam mulai merasa ada yang tidak beres. Ia tidak menemukan Anaies di tempat biasa, dan kecurigaannya semakin memuncak ketika melihat sebuah mobil yang dikenalnya melaju cepat menjauh dari makam. Tanpa membuang waktu, Aslam segera menghubungi Delta.
"Tuan Delta, Tuan Dav membawa Nona Anaies! saya lihat mobilnya baru saja pergi dari sini!"
Di sisi lain, Delta yang mendengar kabar bahwa istrinya dibawa oleh Dav tersebut langsung merasa panik. "Sial! Aslam, kejar mereka! Jangan sampai mereka pergi terlalu jauh!"
Dav, yang merasa aman di dalam mobilnya, tidak menyadari bahwa Aslam sudah mulai membuntuti dari kejauhan. Namun, dia tetap waspada, sesekali melirik ke arah Anaies yang masih gemetar di pangkuannya.
"Aku akan bawa kamu ke tempat yang lebih aman, An. Jauh dari semua orang yang bisa mengganggu kita. Aku dan kamu, dan anak kita, hanya kita bertiga. Seperti yang seharusnya," Dav mengucapkan kalimat itu dengan penuh keyakinan, seakan ia benar-benar percaya bahwa apa yang ia lakukan adalah demi kebaikan Anaies dan anak yang dikandung gadis itu.
Anaies ingin berteriak, ingin melawan, namun tubuhnya terasa begitu lemah, dan rasa takut akan membahayakan bayinya membuatnya tidak berdaya. Air matanya mengalir tanpa suara, sementara Dav tetap memeluknya erat.
Dalam keputusasaan, Anaies hanya bisa berharap bahwa Delta atau seseorang akan menyelamatkannya sebelum semuanya terlambat. Namun, di saat yang sama, dia tahu bahwa Dav tidak akan membiarkannya pergi begitu saja. Ia terperangkap dalam cengkeraman pria yang obsesinya sudah terlalu dalam untuk dikendalikan.
Namun, satu hal yang tidak diketahui Dav, adalah bahwa keberanian Anaies mulai bangkit perlahan. Di balik ketakutan dan keputusasaan, ada tekad yang mulai tumbuh. Dia mungkin tidak bisa melawan sekarang, tapi dia berjanji pada dirinya sendiri, dia akan menemukan cara untuk melarikan diri dari cengkeraman Dav.
Sementara itu, Aslam terus membuntuti mobil Dav, siap untuk melakukan apa pun yang diperlukan demi menyelamatkan Anaies dari tangan seorang Genio Dave. Meski harus mempertaruhkan nyawa, Aslam tidak ragu untuk melakukannya asalkan nonanya selamat.
🌹🌹🌹Anaies🌹🌹🌹
Mobil terus melaju, meninggalkan jalan-jalan yang Anaies kenali. Ketika Anaies mencoba mengenali rute yang diambil Dav, perutnya terasa semakin mual, bukan hanya karena kondisi fisiknya, tetapi juga karena rasa takut yang semakin dalam. Dia menyadari bahwa Dav tidak membawa mereka ke Rumah Utama Keluarga Herantio.
Setelah beberapa saat, mobil mulai memasuki area yang lebih terpencil. Pohon-pohon tinggi dengan ranting-ranting lebat mengelilingi jalanan sempit yang mereka lewati. Anaies menahan napas ketika mobil berhenti di depan sebuah gerbang besar dari besi tempa, yang membuka perlahan saat Dav menekan sebuah tombol di dasbor mobil.
Di balik gerbang itu terlihat sebuah rumah megah, tetapi suasana di sekitarnya terasa sangat sunyi, seolah-olah tempat itu terisolasi dari dunia luar. Rumah ini tampak lebih modern daripada Rumah Utama Keluarga Herantio, dengan arsitektur minimalis namun tetap menonjolkan kemewahan. Sayangnya, tidak ada tanda-tanda kehidupan di sekitarnya, seolah-olah rumah itu hanya diperuntukkan bagi penghuni tertentu saja—penghuni yang tidak ingin ditemukan. Sialan, Dav memang benar-benar sudah gila!
Lelaki yang merupakan Kepala Keluarga Herantio tersebut keluar dari mobil dan berjalan mengitari sisi penumpang, membuka pintu dan meraih Anaies yang masih duduk lemah di dalam. "Ini rumah baru kita, An. Tempat yang sempurna untuk kita memulai hidup baru," ujarnya dengan nada yang nyaris terdengar hangat, namun di mata Anaies, itu hanyalah cerminan dari obsesi gila yang tiada henti menawannya.
Anaies mencoba berdiri sendiri, namun tubuhnya terlalu lemah sehingga Dav harus memapahnya keluar dari mobil. "Jangan khawatir, cutie. Kamu akan dapat semua yang kamu butuhkan di sini. Gak ada yang bisa mengganggu kita. Gak ada yang bisa mengambil kamu dan anak kita dari aku," katanya sambil tersenyum, tetapi senyum itu semakin membuat Anaies mual dan pusing.
Dav membimbing Anaies masuk ke dalam rumah, membuka pintu utama yang otomatis terhubung dengan sistem keamanan canggih. Di dalam, rumah itu dihiasi dengan perabotan mewah dan dinding-dinding berwarna netral yang mencerminkan kekayaan tanpa kesan hangat. Setiap sudut ruangan terkesan steril, seakan-akan rumah itu tidak pernah benar-benar ditinggali, hanya dipersiapkan untuk momen seperti ini—momen ketika Dav memutuskan untuk menyembunyikan sesuatu yang sangat berharga baginya.
"Aku udah siapkan kamar yang nyaman buat kamu," kata Dav sambil membimbing Anaies ke sebuah ruangan di lantai atas. Kamar itu luas, dengan jendela besar yang menghadap ke hutan di luar, tetapi dengan tirai tebal yang menutupi pandangan dari luar. Di dalam kamar, terdapat tempat tidur besar dengan seprai putih bersih, meja rias, dan perabotan lain yang terlihat sangat mahal.
Anaies merasa semakin terjebak. Dia tahu, di tempat ini, di rumah yang begitu terpencil dan dijaga ketat, kesempatan untuk melarikan diri hampir tidak ada. Namun, dia juga tahu bahwa dia tidak bisa menyerah begitu saja. Dia harus menemukan cara untuk berkomunikasi dengan dunia luar, untuk memberi tahu Delta, Aslam, atau siapa pun tentang keberadaannya.
Dav memeluknya dari belakang, menempelkan wajahnya ke leher Anaies sambil menghirup aroma rambutnya. "Kamu aman di sini, An. Kamu dan anak kita akan hidup bahagia, jauh dari semua gangguan. Aku akan pastikan itu terjadi. Keluarga Herantio atau Delta...mereka gak akan bisa menemukan kamu," bisiknya lembut, tapi setiap kata itu membawa lebih banyak ketakutan ke dalam hati Anaies.
Anaies harus berpikir cepat. Dia harus menemukan cara untuk menghubungi Delta atau orang lain, sebelum Dav benar-benar mengurungnya dalam dunia yang tidak ada jalan keluarnya.
Namun, sebelum Anaies bisa merencanakan langkah berikutnya, Dav sudah memutuskan langkah selanjutnya. "Kamu butuh istirahat, sayang. Aku temani sampai kamu tidur ya," katanya sambil menuntun Anaies ke tempat tidur.
Saat Dav menarik selimut untuk menutupi Anaies, mata Anaies tertuju pada pintu kamar yang tertutup rapat. Kunci elektronik di pintu itu menandakan bahwa tidak mudah baginya untuk keluar kapan saja. Dan ketika Dav merebahkan dirinya di samping Anaies, memeluknya erat, Anaies merasa bahwa malam ini akan menjadi malam yang panjang—malam penuh ketidakpastian dan ketakutan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Anaies [SLOW UPDATE]
Teen FictionWARNING⚠️ Cerita ini mengandung unsur dewasa (kekerasan, gangguan mental, penyiksaan, pembunuhan) 🏅Highest Rank in Wattpad🏅 #2 keluarga (25-08-2024) #1 kelam (28-04-2024) #2 ketakutan (28-04-2024) #1 pelecehan (21-01-2024) #1 batin (21-01-2024) ...