04 : DAMN!

687 121 15
                                    

"LEPAS!"

Para tamu sudah pulang sejak 2 jam lalu. Kini di kediaman utama Herantio, semua anggota keluarga berkumpul kecuali Anaies.

Kakek Praja melangkah ke arah Dav yang saat ini berdiri dengan masing-masing lengan ditahan oleh Aslam dan Arkan.

Plak!

Seluruh keluarga menyaksikan adegan itu. Orang tua Dav merasa tak terima dan ingin protes namun Kakek Praja dengan cepat melirik tajam ke arah mereka.

"Saya sudah bilang untuk tidak bermain-main dengan ucapan saya. Hari ini adalah hari ulang tahun pernikahan saya dan istri saya, tapi karena satu bocah bodoh sepertimu, semuanya hancur!"

Kakek Praja menatap Dav lagi yang saat ini mata cucunya itu terlihat sangat marah padanya.

"Jaga mata kamu, anak sialan!" peringat Kakek Praja kemudian menarik kasar rahang cucunya tersebut.

"Saya sudah peringatkan kamu sejak lama untuk tidak mengganggu Anaies lagi, tapi kamu masih saja berani datang ke hadapannya dan membuat trauma masa kecilnya kembali! apa kamu benar-benar menantang kakekmu, Genio Dave?!"

Dengan hentakan kuat lengan Dav akhirnya terbebas lalu menepis tangan kakeknya dari rahangnya yang sudah sangat memerah. Saat Aslam dan Arkan ingin menahan Dav kembali, Kakek Praja memberi isyarat untuk berhenti dan membiarkan cucu sombongnya itu.

Sorot mata Dav begitu tajam, memperlihatkan kepada Kakek Praja bahwa Dav sungguh bukanlah cucu yang mudah patuh begitu saja.

"Aku gak akan pernah berhenti, kek." Dav mengacak rambutnya sendiri dengan kasar lalu dia memiringkan kepalanya sedikit dan tersenyum miring.

"Cucu perempuan kesayangan kakek itu milikku!" ucap Dav dengan suara rendah namun berhasil menaikkan pitam semua orang. Dia tahu kakeknya akan semakin murka setelah dia mengatakan hal tersebut, namun apa boleh buat, Dav benar-benar sudah gila karena Anaies.

"Genio Dave!" teriakan amarah yang berasal dari seorang pria yang merupakan papanya itu membuat suasana semakin panas.

Dav tertawa terbahak-bahak seolah ini semua hanya lelucon baginya. Dav menatap semua orang sembari terus tertawa lalu dia berhenti dan menatap mereka semua yang ada di sana satu persatu. Adik sepupunya yang paling kecil langsung menangis dan bersembunyi di balik tubuh kakaknya, Rehan. Tatapan Dav begitu mematikan. Namun yang berkuasa di sini tetaplah Kakek Praja. Kakeknya itu langsung menampar pipi Dav sampai tiga kali hingga sangat-sangat berbekas dan mengeluarkan darah.

"Jika kamu berani datang untuk mengganggu Anaies lagi, kakek gak akan segan untuk menghukum kamu lebih mengerikan dari ini, Dav!" ujar Kakek Praja tidak main-main.

"Kurung dia di ruangan itu!" titah Kakek Praja pada Aslam dan Arkan yang langsung diangguki oleh keduanya dan membawa paksa Dav pergi dari pandangan semua orang.

"Jangan ada yang datang menemuinya! kalau ada," Kakek Praja memperhatikan seluruh anggota keluarganya, mengintimidasi. "maka orang itu bukan lagi bagian dari Keluarga Herantio!"

Sementara Rehan sepupu yang paling dekat dengan Dav memijat pelipisnya, merasa pusing karena sepupunya tidak mau mendengarkannya ucapannya waktu itu sampai akhirnya hari ini Dav justru dihukum Kakek Praja.

"Dav tolol!" umpat Rehan pelan.

🌹🌹🌹Anaies 🌹🌹🌹

"Suhu tubuh anda sangat panas, nona, sebaiknya kita ke rumah sakit!"

Anaies menggeleng lemah, saat ini ia hanya ingin berbaring di kasur empuknya. Anaies masih gemetaran dan memori-memori masa lalunya itu masih mengusik kepalanya namun karena ada Delta, Anaies berusaha untuk terlihat sudah baik-baik saja.

"Delta,"

Delta menatap nonanya seraya menaikkan selimut untuk Anaies hingga dagu.

"Maaf." ucap Anaies menyesal karena mengingkari janjinya.

Delta menggeleng, "Saya yang seharusnya minta maaf karena terlambat melindungi nona."

Satu tangan Anaies keluar dari selimut, tangannya yang masih gemetaran meraih tangan Delta dan menggenggamnya erat. Delta menggenggam balik tangan Anaies tak kalah erat, memberi gadis itu kekuatan.

Air mata Anaies jatuh, matanya begitu dalam menatap Delta seolah mengatakan padanya agar tetap bersamanya. Setelah itu Anaies menutup matanya.

"Tanpa kamu, aku mungkin akan mati, Delta."

Dengan satu tarikan mampu membuat Anaies yang semula berbaring menjadi duduk dan tubuhnya dibawa masuk ke dalam pelukan Delta yang sangat terasa hangat.

"Jangan berbicara seperti itu lagi!" Delta mengusap surai panjang milik Anaies dengan sangat lembut, membiaran kepala gadis itu berada di dadanya dan membiarkan gadis itu mendengar detak jantungnya.

Bibir pucat Anaies tertarik sedikit ke atas lalu melingkarkan lengannya ke tubuh Delta, membalas pelukannya.
Tanpa lelaki itu tahu, pipi Anaies merona dan kini rasa takutnya telah hilang sepenuhnya. Selalu Delta... hanya lelaki itu yang mampu menghapus sementara mimpi buruk itu dari kepalanya.

Delta benar-benar berusaha keras mengendalikan dirinya. Anaies telah berhasil membuatnya jatuh. Hatinya telah tertuju pada seseorang yang salah. Delta berpikir dirinya tidak boleh seperti ini.

"Dia nonamu, Delta! jangan gila!"

Pada saat Delta ingin melepas pelukannya, Anaies menolak dengan lengannya yang semakin erat memeluk Delta.

"Aku suka mendengar detak jantungmu, Delta." ucap Anaies tanpa sadar membuat keinginan terdalam Delta semakin kuat untuk membiarkan perasaannya tumbuh untuk nonanya.

"Nona, anda harus istirahat." Delta berusaha untuk berpikir lurus. Dia tidak boleh larut dalam perasaan konyolnya.

"Nona, anda harus—" pada saat menunduk Delta tertegun melihat Anaies tampak terlelap. Lengan gadis itupun perlahan terurai jatuh, menandakan Anaies benar-benar tertidur.

Delta ingin membaringkan Anaies namun tangannya justru memeluknya lagi. Delta merendahkan kepalanya lalu berbisik di telinga Anaies. Dia membisikkan sebuah kalimat setelah itu membiarkan tubuh gadis itu berbaring lagi di atas kasur. Delta tersenyum tipis dan menyelimuti Anaies kemudian bangkit dan berjalan keluar kamar nonanya.

"Damn!" gumam Delta seraya mengusap kasar wajahnya setelah dirinya menutup pintu kamar nonanya.

Getaran ponselnya menyadarkan pikirannya. Delta mengeluarkan benda pipih berbentuk persegi panjang itu lalu mengangkat panggilan yang masuk.

"Tuan Delta, Aslam bertindak gila! dia menghajar Tuan Muda Dav saat kami membawanya ke ruang hukuman atas perintah Tuan Praja."

Delta tampak tidak kaget, mengingat latar belakang Aslam. Delta tahu kalau Aslam akan bertindak seperti ini. Dia tahu apa penyebabnya.

"Biarkan dia melakukan apapun yang dia mau. Kamu tunggu sampai lima belas menit, setelah itu tarik Aslam keluar dari sana."

"Tapi tuan—"

"Ibunya korban tabrak lari Tuan Dav,"
Delta menjeda ucapannya beberapa detik.

"Biarkan dia melampiaskan rasa benci karena kehilangan ibunya pada tuan muda. Cukup perhatikan hingga lima belas menit, setelah itu kamu tarik Aslam pergi."

"B-baiklah, tuan, saya mengerti."

Anaies [SLOW UPDATE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang