"B-buk-kan begitu maksud saya...saya hanya..." Darius menatap sekeliling dan tersadar kalau semua kamera tertuju padanya.
Darius bingung dan menatap ke arah Delta yang saat ini membuka kacamata hitamnya. Delta menatap tajam dan berusaha menahan rasa ingin menggertak pria yang lebih tua darinya itu.
Lalu mata Delta beralih ke arah Nenek Erdhanti yang memulai kembali aktingnya. Wanita tua itu menangis dengan histeris diikuti dengan Mama Elea yang menangis sembari memeluk nisan bertuliskan nama Praja Herantio. Seluruh atensi kembali pada keluarga itu.
Banyak kolega dari perusahaan lain yang datang untuk berbelasungkawa hingga satu jam kemudian akhirnya para wartawan dan kolega lain pergi, menyisakan Keluarga Herantio bersama dengan Delta dan ayahnya serta orang-orang mereka.
Nenek Erdhanti berdiri dan menghapus air matanya dengan gerakan pelan sembari menatap Januar saat ini.
"Kamu adalah orang kepercayaan suami saya. Januar, mulai saat ini saya kepala Keluarga Herantio jadi kamu harus bekerja untuk saya."
Januar berdeham. "Saya menolak. Tuan saya hanya Tuan Praja. Saya menolak untuk bekerja sebagai orang kepercayaan anda karena kesetiaan saya bukan untuk istri-anak-cucu Tuan Praja, melainkan beliau sendiri. Karena saat ini beliau sudah tidak ada, maka saya tidak ada hubungannya lagi dengan kalian."
Darius membelalak, "Bagaimana bisa?! kamu sudah mengabdi pada keluarga kami sejak muda kan? harusnya kamu tetap setia pada keluarga ini sampai mati!" ucapnya tak terima.
Januar menghela nafas kasar kemudian memberi kode pada seseorang untuk maju dan menyerahkan sesuatu pada Nenek Erdhanti.
"Saya Mario, pengacara Tuan Praja. Nyonya bisa membaca surat wasiat tersebut. Tuan Praja sendiri yang menulisnya. Saya hanya bisa menyampaikannya."
Nenek Erdhanti membaca isi surat tersebut lalu menatap marah pada Mario dan Januar.
"Apa-apaan ini! kenapa isinya mengatakan kalau setengah dari kekayaaan Herantio beralih pada Anaies?"
"Saya tidak bisa menjelaskan apapun karena itu adalah keputusan Tuan Praja sendiri. Surat itu sah dan tidak bisa dipalsukan. Saya harap nyonya menerima kenyataan atas isi surat tersebut." jelas Mario.
"Nyonya tenang saja, untuk penetapan ahli waris bisa anda realisasikan sesuai keinginan anda. Anggap saja Nona Anaies mendapat setengah dari kekayaan keluarga ini sebagai kompensasi atas tidak jadinya beliau menjadi ahli waris."
Nenek Erdhanti berdecih. Dia setuju dalam hatinya karena dengan begitu dia bisa mengatur Keluarga Herantio sekarang dan menjadikan Dav sebagai ahli waris yang sebenarnya.
"Bu.." Darius dan Elea yang masih masih tidak terima pun mencoba membujuk agar Nenek Erdhanti mengatakan ketidaksetujuannya. Tapi justru yang keluar dari bibir wanita itu berbanding terbalik.
Nenek Erdhanti menyetujui penjelasan Mario dan mengatakan padanya kalau dia tidak akan menuntut lebih jika memang almarhum suaminya menginginkan itu.
Setelahnya Nenek Erdhanti pun membiarkan keinginan Januar yang menolak bekerja untuknya.
"Mari kita pulang. Jika ada yang ingin kalian bahas, bahas di rumah." putus Nenek Erdhanti ke pada anak-cucunya.
Keluarga Herantio pun pergi dari area pemakaman begitupula Delta, Ayah Januar, beserta seluruh anak buah mereka.
"Dav mau ke rumah sakit dulu, nek." Dav berhenti ketika berada di dekat mobil.
"Tidak boleh! kalau kamu tetap pergi menemuinya, nenek akan suruh orang nenek untuk menyakiti dia!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Anaies [SLOW UPDATE]
Teen FictionWARNING⚠️ Cerita ini mengandung unsur dewasa (kekerasan, gangguan mental, penyiksaan, pembunuhan) 🏅Highest Rank in Wattpad🏅 #2 keluarga (25-08-2024) #1 kelam (28-04-2024) #2 ketakutan (28-04-2024) #1 pelecehan (21-01-2024) #1 batin (21-01-2024) ...