Setelah selesai menulis surat untuk Kevan, aku mengikatkan surat itu pada Mikey yang asyik dengan biji-bijian. Burung merpati itu tampak tidak peduli dengan kegiatanku.
Aku mengelus-elus kepalanya pelan. "Kembalilah pada tuanmu dengan selamat, Mikey." Kataku.
Mikey terlihat memahami perkataanku, burung merpati itu langsung terbang pergi. Aku menatapnya dengan senyum.
Kini, aku kembali sibuk dengan merangkai bunga primrose dan mawar putih pesanan madam Choo untuk pernikahan putri bungsu.
Bunga primrose melambangkan cinta abadi yang kekal hingga mati. Sedangkan bunga mawar putih melambangkan kesucian, kasih sayang, komitmen dan keinginan untuk menjaga hubungan agar tetap murni dan setia.
Madam Choo memasrahkan hal berkaitan bunga padaku. Aku memilih kedua bunga ini dan disetujui oleh madam Choo dengan antusias dan ditaruh harapan besar.
Sebenarnya, ditaruh harapan besar ini sangat berat. Aku sering miring dan berkonsultasi pada Emma terkait bentuk rangkaian bunga untuk gerbang masuk dan dekorasi.
Lah, untungnya buket bunga nya telah ku siapkan kemarin. Hal itu mudah karena perpaduan dua warna ini sangat cocok. Merah cair dan putih.
Sedang asyik merajut bunga, tiba-tiba pintu rumahku diketuk. Aku mengernyit heran, jam segini seharusnya Emma dan Jack belum pulang.
"Sebentar." Kataku sambil menggerakkan roda menuju pintu.
Aku meraih kenop pintu perlahan dan membukanya. Alangkah terkejutnya aku, Eleanor dan Kelly berdiri disana.
"Hai kakak!" Sapa Eleanor dengan senyum yang aku rasa hanya pura-pura.
Gadis ini terlalu banyak drama hingga aku harus berhati-hati. Nampaknya Kelly tidak mengetahui sifat buruk Eleanor hingga pelayan itu terlihat tenang.
"Salam pada nona Evelyn De Axerlion, semoga keberkahan mengiringi langkah anda." Ucap Kelly.
"Apa yang kalian lakukan disini?" Tanyaku tanpa basa-basi.
"Tidakkah kakak mengizinkan ku masuk terlebih dahulu. Madam Zena akan marah jika kakak tidak menerapkan tata krama bangsawan saat kedatangan tamu." Kata Eleanor.
Aku menghela nafas. "Masuk dan duduklah."
Aku menggeser kursi roda sedikit kesamping untuk memberikan akses keduanya masuk dan duduk di sofa ruang tamu.
"Apa yang kamu inginkan?"
"Sejak kapan kakak lumpuh?"
Eleanor tidak menjawab pertanyaan ku. Malah dia mengajukan pertanyaan padaku. Dasar!
"Tidak perlu kau tau. Sekarang, aku bertanya mengapa kau mendatangi kediaman ku, Lady?"
Lagi-lagi, gadis sinting ini mengabaikan pertanyaanku. Dia malah meminta Kelly untuk menata teko teh dan 2 gelas kecil yang ia bawa sendiri.
Aku terhenyak. Seharusnya aku yang menjamu mereka sebagai tamu. Eh tapi kan mereka tamu yang tidak diundang?!
"Kelly, kau bisa meninggalkan kami berdua." Perintah Eleanor.
Kelly berpamitan mengangguk dan berpamitan. Pelayan itu menunggu majikannya di halaman luar.
"Sebelumnya, aku meminta maaf padamu." Ucap Eleanor.
Aku mengerutkan kening bingung. 'Trik apa lagi yang ia gunakan untuk menghancurkanku perlahan-lahan?!' batinku kesal.
"Maksudmu?"
KAMU SEDANG MEMBACA
(Tahap Revisi) Lady And Her Pain ✅
Fantasy{Warning! Masih tahap revisi dan banyak typo berterbangan!} Hal yang Evelyn inginkan hanya kasih sayang keluarga. Tidak begitu sulit kedengarannya, tapi mustahil di kehidupan gadis 15 tahun ini. Evelyn De Axerlion dituduh sebagai dalang dari pembu...