PANGERAN KETIGA

11.7K 699 0
                                    

   Hari-hari ku tak lepas dari berdiam diri dirumah. Tidak bisa keluar menikmati suasana luar yang aku rindukan. Aku merasa tersiksa.

  Tapi hari ini, setelah bernegosiasi dan bermusyawarah sepanjang malam. Akhirnya, Emma dan Jack mengizinkanku untuk keluar rumah.

   Namun ada syarat yang harus di tepati. Pertama, harus berada dalam jangkauan pandangan mereka. Tidak boleh terlepas.

  Kedua, mereka hanya mengunjungi pasar dan pantai. Tidak diperkenankan selain itu seperti ke danau yang lagi populer dan keramaian yang keterlaluan.

   Aku mengangguk menyetujui persyaratan konyol mereka yang terlalu posesif terhadapku.

  Bayangkan saja, bagaimana aku bisa jauh dari pandangan mereka jika aku saja menggunakan kursi roda untuk berjalan. Ada-ada saja.

  Eitsss

  Sepertinya aku harus menarik segala perkataan yang terlintas di otakku. Lihatlah! Aku tidak melihat dimana Emma dan Jack setelah meminta mereka membelikan permen kapas dan air.

   Huhuhu. Sejak turun dari pasar, berbagai ekspresi orang yang dapat aku baca. Mulai dari mengasihani, aneh, menghina secara diam-diam bahkan ada yang menghinaku secara terang-terangan.

   Lalu sekarang aku terpisah dari dua orang itu. Aku menggerakkan kedua roda agar bisa menjauh sedikit dari keramaian pasar yang bisa menyenggolku hingga berakhir jatuh lalu dipermalukan.

  Tanpa sadar aku melewati gang sempit di pinggir jalan. Aku ingin segera pergi, namun suara itu membatalkan langkahku.

  "Wah! Ternyata tidak sesulit itu melukainya!" Suara lelaki yang terdengar sangat berat.

   "Iya! Hah! Kapan lagi kita bisa menyakiti pangeran ketiga!" Ujar lainnya yang aku yakini kelompotan mereka.

   Aku mengintip dibalik dinding. 3 orang lelaki. 1 berisi, gembul seperti ikan buntal dan temannya berdua kurus kering seperti ikan kering.

   Huh dasar pasukan ikan! Aku mengingat-ingat wajah pangeran ketiga. Oh iya! Lelaki yang ditunjuk oleh pangeran Luca. Lelaki yang menunjukkan wajah datar.

   Plak

  Bunyi tamparan mengagetkanku. Salah satu dari mereka menampar pangeran ketiga yang sedang terkulai.

  Apakah mereka tidak takut hukuman menyakiti keluarga kerajaan? Berani sekali!

  "Jangan membunuhnya. Cukup melukai  tubuh itu." Cegah salah satu dari mereka.

  Aku segera melempar pisau kecil yang diberi Jack. Lelaki itu mengajariku agar bisa memakai senjata satu ini untuk mempertahankan diri diatas kursi roda.

  "Aw! Kakiku!" Lelaki itu terduduk menahan darah yang keluar dari kakinya.

  "Siapa disana?!"

  Aku menampakkan diri. Terlihat senyum mereka yang ketakutan tadi berganti menjadi sinis.

  "Oh ternyata gadis cacat. Aku mengira ksatria kerajaan." Kata si buntal.

  "Diam kau buntal! Apa perlu ku jadikan kau seperti ikan kering satu itu?!" Gertakku.

  Sepertinya perkataanku menyulut emosi mereka. "Siapa yang kau maksud buntal, cacat?"

  Aku tersenyum manis."Dirimu. Apa kau tidak sadar dengan badanmu?"

  "Ka-Kau! Berani-beraninya mengejekku! Kau sendiri cacat! Lumpuh! Bodoh!" Cacinya.

  Aku tidak menganggap dalam perkataan itu. Membiarkannya berlalu bagaikan angin.

(Tahap Revisi) Lady And Her Pain ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang