Happy reading readers!
___________________________
Pagi ini Evelyn terbangun dengan suasana hati yang baik. Tidur malam kemarin adalah yang paling nyenyak sejak kakinya tidak dapat digerakkan.
Gadis itu sering mengalami insomnia membuat kualitas tidurnya memburuk. Tapi hal itu pasti dia sembunyikan dari kedua orang terdekatnya, Emma dan Jack.
Sedangkan saat ini, Evelyn sedang menikmati semilir angin yang menampar pipinya lembut di samping rumah. Taman yang dibuat mereka bersama-sama.
Jika kalian merasa Evelyn marah atas apa yang terjadi pada dirinya, kalian salah. Gadis itu tidak menyesal sama sekali atas keputusannya nekadnya.
Dia hanya sedikit kaget. Kevan mengatakan padanya hal itu berlangsung perlahan-lahan. Tapi yang dia rasakan sama sekali tidak perlahan.
Terlalu mendadak. Jarak antara kakinya lumpuh dan matanya tidak dapat melihat hanya dalam kisaran minggu.
Evelyn ingin sekali menulis surat untuk Kevan menceritakan hal ini, tapi dia tidak ingin membuat fokus lelaki itu buyar. Setidaknya jika penawar itu tidak berfungsi padanya, hal itu bermanfaat bagi penderita racun Apylisa yang lainnya.
Ada banyak hal yang Evelyn tidak ceritakan pada Jack, Emma dan Kevan. Tentang gelapnya dunia saat ini, tentang sakitnya kaki setiap malam, tentang dada yang sering nyeri dan segala yang beresiko membuat mereka khawatir.
Evelyn sadar, sangat sadar. Dia sangat merepotkan Emma dan Jack. Mulai dari hal besar hingga hal yang paling kecil seperti ingin turun tangga dan mandi.
Atas sebab itu dia tidak ingin menambahkan beban mereka. Evelyn hanya ingin menikmati hidupnya sebelum ini berakhir.
Tapi satu hal yang tidak pernah ia pendam pada Jack dan Emma. Yaitu ia sangat merindukan keluarganya. Gadis itu tidak bisa membenci mereka.
Keinginan Evelyn yang tidak mungkin terjadi hingga akhir hidupnya adalah mendapatkan pelukan terakhir dari mereka.
Tepukan di bahu membuat gadis itu sadar dari lamunannya. Emma, Evelyn dapat mengenali seseorang lewat indra penciumannya.
Sejak dia mengalami kebutaan, hidungnya lebih sensitif. Seperti saat ini, dia tahu Emma membawa minuman coklat panas.
"Emma, bisakah kau menjadi mataku?" Pinta Evelyn.
"Maksud Elyn?"
"Jadilah mataku. Jelaskan keindahan dunia ini. Aku merasa penasaran dengan pagi yang indah ini. Aku merasa penasaran dengan sekitarku." Jelas Evelyn sambil tersenyum tipis.
Permintaan itu membuat genangan air di pelupuk mata Emma. Bagaimana bisa gadis ini tersenyum di saat seperti ini? Di saat keadaaannya tidak baik-baik saja?
Emma mengangguk meskipun Evelyn tidak bisa melihatnya. "Saya akan menjadi mata untuk Elyn. Menjelaskan segala yang disekitar anda, menghilangkan segala rasa penasaran yang Elyn rasakan." Sahut Emma tegas sambil menggenggam erat tangan kanan Evelyn.
Senyum tidak luntur sama sekali dari bibir pucat gadis itu. "Baiklah. Maaf harus menambahkan pekerjaanmu. Aku benar-benar merepotkan, tapi aku terlalu penasaran. Ini terlalu gelap untukku."
Emma menggeleng cepat. "Tidak, saya sama sekali tidak merasa keberatan. Malah saya senang. Bersandarlah pada saya Elyn. Saya mengabdi seluruh hidup saya pada Elyn." Sanggahnya.
Benar, ia tidak merasa keberatan. Setidaknya ia berguna untuk nonanya ini. Setiap melihat Evelyn, Emma selalu merasa tidak pantas dan melanggar janjinya dulu pada mantan Duchess saat Evelyn masih bayi.
KAMU SEDANG MEMBACA
(Tahap Revisi) Lady And Her Pain ✅
Fantasy{Warning! Masih tahap revisi dan banyak typo berterbangan!} Hal yang Evelyn inginkan hanya kasih sayang keluarga. Tidak begitu sulit kedengarannya, tapi mustahil di kehidupan gadis 15 tahun ini. Evelyn De Axerlion dituduh sebagai dalang dari pembu...