Untuk readers tersayang, makasih untuk setia membaca!
Sebagai penghargaan terakhir, alangkah baiknya jika kalian menekan bintang di bawah halaman.😁
Makasih!
Happy reading readers!😘
___________________
Hari ini mereka sekeluarga sepakat menemui Evelyn di kediaman gadis itu. Bahkan yang paling antusias adalah Nick. Lelaki itu tersenyum tanpa henti sejak kereta kuda meninggalkan mansion.
Perjalanan menuju kediaman Evelyn tidak mengambil waktu lebih dari satu jam setengah dan mereka bersyukur karena hal itu.
Setibanya disana, mereka cukup terkejut dengan pemandangan ini. Evelyn yang tertawa dengan Gellen yang mendorong pelan kursi rodanya.
Mereka tidak tahu sejak kapan Gellen dekat dengan Evelyn. Nampak seperti adik kakak yang akur.
Gellen menoleh saat mendapati sebuah kereta roda berhenti di hadapan perkarangan rumah. Dia terkejut melihat kedatangan mereka.
"Sebentar yah. Kakak kesana sebentar." Kata Gellen sambil mengusap lembut surai Evelyn.
"Baiklah. Jangan lama-lama, kak. Kakak punya janji bawa aku ke pasar." Balas Evelyn.
Gellen mengangguk kecil lalu memanggil Emma dan Jack untuk menemani Evelyn sejenak, mengkode mereka agar membawa Evelyn ke dalam.
Setelah memastikan Evelyn masuk ke rumah, dia menghampiri keluarganya. "Apa yang kalian lakukan disini?"
Plak
Kepala Gellen dipukul oleh Elizabeth. "Apa maksudmu bocah?! Tentu saja aku ingin menjenguk cucuku."
"Apa yang terjadi padanya?" Tanya Duke Alex pelan. Hatinya teriris melihat Evelyn yang tidak bisa berjalan.
"Lumpuh dan buta. Efek racun Apylisa." Jawab Gellen berat.
Racun yang seharusnya menggerogoti tubuhnya, malah menggerogoti tubuh adiknya dengan cepat. Bahkan pagi ini, Evelyn masih terbatuk darah meski tidak separah kemarin malam."Jadi yang dikatakan gadis itu benar?" Kini Nick yang bertanya dengan tatapan kosong mengarah pada kediaman Evelyn yang sederhana.
Gellen mengangguk. "Iya, jika gadis itu tidak mencampurkan ekstrak bunga Chessy dalam teh Evelyn, aku bisa menarik kembali racunnya. Nyatanya aku terlambat."
Wajahnya sendu. Dia merasa sangat bersalah meski berulangkali Evelyn menjelaskan bahwa dia rela. Tidak menyesal sama sekali.
Elizabeth melihat raut wajah Gellen yang berubah langsung menarik cucu laki-lakinya itu dalam dekapan. Dia jadi teringat, terakhir kali dia memeluk Gellen adalah saat kematian mendiang Olivia.
"Itu salahku." Gumam Gellen lirih. Air mata terus mengalir membuat pundak neneknya terasa basah.
"Bukan. Bukan salahmu, tapi salah kami sebagai orang dewasa yang terlalu bodoh dalam memahami kondisi." Balas Elizabeth menepuk pelan punggung Gellen.
"Salahku, nek. Dia akan pergi, aku belum siap. A-aku menyayanginya. A-aku-"
Elizabeth tidak dapat mengomentari ucapan Gellen karena pada dasarnya dia juga belum siap kehilangan cucu perempuannya.
Wanita itu melerai pelukan mereka lalu mengenggam erat tangan Gellen. "Mari menemui Evelyn dan meminta maaf."
Gellen mengangguk. Mereka memasuki rumah Evelyn yang tertata sangat tapi. Emma dan Jack memastikan tidak ada sudut meja yang tajam, semuanya melengkung agar tidak melukai Evelyn yang terkenal ceroboh.
KAMU SEDANG MEMBACA
(Tahap Revisi) Lady And Her Pain ✅
Fantasy{Warning! Masih tahap revisi dan banyak typo berterbangan!} Hal yang Evelyn inginkan hanya kasih sayang keluarga. Tidak begitu sulit kedengarannya, tapi mustahil di kehidupan gadis 15 tahun ini. Evelyn De Axerlion dituduh sebagai dalang dari pembu...