02. Umbrella

3.9K 260 14
                                    

════════ ⋆𓆩♡𓆪⋆ ════════

"Siang. Mahen pulang."

Mingyu memasuki rumahnya dengan disambut hangat oleh tante juga pamannya. Mereka tersenyum begitu mendengar Mingyu menyebut nama 'Mahen'.

"Siang juga. Tumben pake Mahen? Ada sesuatu?" Tantenya yang cukup penasaran langsung bertanya tanpa takut kepada Mingyu.

Keponakannya itu hanya tersenyum dan kemudian berjalan menuju kamarnya. Ia tak berucap sepatah kata pun untuk menjawab pertanyaan dari sang tante.

Kedua pasangan ini hanya saling melempar tatapan. Rasa penasaran masih menyelimuti mereka. "Ga biasanya Mingyu pake nama Mahen. Ada apa?" Karena tidak dijawab, Tante kemudian bertanya kepada suaminya yang jelas tidak tahu.

"Lagi seneng mungkin. Atau mimpiin ortunya. Biarin aja." Jawaban yang tidak diinginkan oleh Tante karena sama-sama tidak meredakan rasa penasarannya.

"Buat jaga-jaga jangan panggil Mahen. Takutnya Mingyu yang tadi khilaf," lanjutnya yang kemudian dibalas anggukan oleh sang istri.

Tepat saat hendak kembali ke ruang makan untuk menyiapkan makan siang, Mingyu turun dari kamarnya yang berada di tingkat dua. Rumah ini terbilang cukup mewah dan luas. Mengingat tante dan paman Mingyu ini adalah dua pengusaha sukses.

"Hari ini masak apa? Mahen laper."

Okay, Mingyu berhasil membuat tante dan pamannya itu takut. Karena apa? Mingyu tidak pernah menyebut dirinya Mahen lagi semenjak orang tuanya meninggal. Karena Mahen adalah nama kecil dari ibunya.

Mereka takut jika Mingyu ini berhalusinasi dan beranggapan bahwa mereka berdua adalah orang tuanya.

"Mingyu, ini kami. Tante dan paman, bukan Ibu dan Ayah. Kenapa pake Mahen?" Paman Mingyu ini berucap dengan cukup merinding.

Mingyu lagi-lagi hanya tersenyum. "Iya, Mahen tahu."

"Terus kenapa pake Mahen, Gyu? Bukannya kamu masih gamau disebut Mahen?"

Mereka dapat melihat bahwa Mingyu menghela nafas dengan berat. Bahkan matanya berubah menjadi tak se- excited tadi. Mereka menjadi sedikit bersalah karena menanyakan hal yang sensitif.

"Karena, kalian..."

"... Mama dan Papa Mahen, bukan?"

Mendengar ucapan tersebut, kedua pasangan suami-istri ini mendadak meneteskan air mata. Hati mereka mendadak luluh karena ucapan sederhana Mingyu.

"Mahen udah bisa nerima semua ini. Mahen udah rela. Mahen juga gamau bikin kalian bingung dan canggung sama Mahen. Lagipula, Mahen masih butuh sandaran orang tua."

Setelah merampungkan kalimatnya, Tante dan Paman -kedua orang tua baru, memeluk Mingyu dengan erat. Tangisannya seketika pecah tak terbendung lagi.

Sadar akan situasi ini, Mingyu membalas pelukan mereka dan muncul senyum hangatnya untuk pertama kali setelah bertahun-tahun jarang menyunggingkan senyum di rumah ini.

"Terima kasih Mingyu. Terima kasih."

Mereka, yang kini berhasil menjadi orang tua kedua Mingyu, berkali-kali mengucapkan terima kasih sembari melepaskan pelukannya. Suasana hari ini jauh lebih baik daripada sebelumnya.

"Maafin Mahen waktu itu. Mahen cuma kebawa emosi. Andai waktu itu Mahen bisa nahan emosinya. Pasti ga jadi gini." Mingyu menunduk. Ia merasa bersalah atas masa lalu nya yang membuat mereka jadi renggang seperti ini.

"Gapapa. Wajar kalo kamu marah. Yaudah, sekarang makan ya? Mama masak sup jamur."

Mingyu mengangguk. Itu kesukaannya. "Tau aja Mahen suka sup jamur." Ia terkekeh sendiri. Mama barunya seperti cenayang.

ELYSIAN | MinwonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang