•••9• g u n j i n g a n
Sudah seminggu ini Taya berhasil menghindari Tama. Sebelum bel masuk berbunyi Taya selalu bersembunyi di perpustakaan dan saat bel tanda pelajaran berakhir dia selalu pulang paling cepat. Kemarin saja Taya hampir dilihat Tama yang sedang celingukan mencarinya. Untungnya dia sigap masuk ke syukurnya kosong.
Mita yang melihat Taya melirik ke sana kemari tentu saja bingung. Pasalnya Mita belum mengetahui permasalahannya yang baru karena gadis itu baru saja masuk lagi sekolah setelah seminggu kemarin izin pergi ke Australia untuk menemui oma dan opanya.
Taya juga bersyukur karena kejadian di kantin yang lalu tidak membuat dirinya jadi pembahasan. Entah apa yang menahan mereka untuk melakukannya. Yang pasti dilihat dari tatapan orang-orang padanya tetap tidak baik. Mulut mereka seperti tertahan untuk membuka. Itulah yang bisa Taya tangkap di penglihatannya.
"Ada apa sih?" Mita ikut menoleh untuk mencari apa yang sekiranya objek yang Taya cari.
"Ha? Ngga ada." Mita memicingkan matanya, tapi wajah Taya yang tanpa ekspresi membuatnya sulit untuk menebak. Padahal dia ikut penasaran.
"Oh iya aku lupa nanyain, waktu itu kamu di bawa kemana sama Tama?"
"Tama?"
"Iya, Gautama." Taya mengangguk-anggukkan kepalanya seraya berpikir jawaban apa yang harus dia berikan.
"Gak kemana-kemana." Taya malas untuk membahas kejadian sepekan yang lalu bersama Tama karena, ya tidak penting juga untuk diceritakan.
Mita menghela nafas, dia mencoba untuk mempercayai perkataan Taya. Meskipun keduanya dekat tadi Mita tidak ingin memaksa Taya untuk menceritakan hal yang sekiranya membuat tidak nyaman. Mita takut Taya akan menjauhinya.
"Taya kenapa sih kita harus ke kantin ini, kan males tau jauh dari kelas." Diam-diam Taya meringis, saking tidak maunya dia bertemu dengan Tama sampai memaksa Mita untuk pergi ke kantin kelas sepuluh. Ya bagaimana, itu sebagai bentuk antisipasinya.
"Mau aja, kangen makanannya." Mita menatap Taya dengan aneh. Perasaan setiap kantin yang ada di sini selalu menghidangkan menu yang sama cuma beda hari saja.
Tapi melihat Taya yang tenang-tenang saja membuat Mita berpikir jika itu memang benar alasan Taya.
"Langsung ke kelas?" Taya melihat jam tangan berwarna coklat yang melingkar di pergelangan tangan kirinya. Masih tersisa waktu dua puluh menit sebelum bel masuk berbunyi.
"Iya."
Keduanya berjalan meninggalkan kantin dengan beriringan. Mita berjalan seraya menatap Taya lalu mulai menceritakan hal-hal yang dia alami selama seminggu kemarin di Australia dengan antusias. Taya mendengarkannya dengan seksama, sesekali melihat jalan yang mereka lalui.
"Aku beli oleh-oleh buat kamu, cuma lupa di bawa jadi pulangnya kita ke rumah aku dulu ya?" Mita menatap Taya dengan memelas. Taya terdiam sejenak untuk menimbang-nimbang.
"Oke." Sudah lama juga Taya tidak mampir ke rumah Mita. Bukannya tidak mau, hanya saja Taya selalu merasa tidak enak karena dia di perlakukan sama seperti Mita di sana. Bahkan para pekerja di sana juga selalu memaksa untuk melayaninya dan Taya selalu segan.
Apalagi ibu Mita berkata jika Taya sudah dianggap sebagai anaknya sendiri.
"Yeay." Mita memeluk tangan Taya dengan sesekali melompat membuat Taya segera menghentikannya karena tubuhnya ikut terguncang.
Saat memasuki gedung kelasnya, tatapan orang-orang mulai tertuju padanya. Taya yang merasa tidak membuat kesalahan tentu saja berjalan dengan biasa. Sedangkan Mita yang menyadari keadaanya mulai menatap balik orang-orang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Terjebak Konglomerat ✓
Teen FictionSemakin kau berlari maka akan semakin ku mengejarmu_ Gautama .... Nattaya Gema Pratista hanya seorang gadis biasa yang memiliki dan fokus dengan dunianya sendiri. Hidupnya tenang-tenang saja sebelum kedatangan orang-orang yang ingin menjalin hubunga...