31 | u n b e l i e v e a b l e

1.7K 85 8
                                    

•••

31• t i d a k  h a b i s  p i k i r

Nyamannya kasur yang saat ini Taya tempati membuatmu enggan membuka mata. Aroma lavender bercampur sesuatu yang segar menambah rasa nyamannya. Saat mengencangkan pelukannya, Taya mengernyitkan keningnya begitu dia merasa ada yang berbeda dengan bantal gulingnya. Kenapa lebih keras juga besar.

Dan sejak kapan juga sebuah guling bisa memeluknya balik.

Tangan Taya mencoba meremas gulingnya. Seketika matanya langsung terbuka dengan lebar dan mendapati tubuh seseorang yang dia peluk. Bukannya langsung melepaskan lilitan tangan dan kakinya, Taya malah bengong dengan mulut terbuka.

Lalu suara deheman membuat Taya tersadar dan langsung melepaskan pelukannya. Meloncat dari kasur lalu mengedarkan pandangannya untuk melihat dimana dia berada. Dia tidak mengenali dimana dirinya berada.

Pandangannya balik lagi pada sosok yang berada dikasur. Kepalanya ditopang tangannya seraya tersenyum-senyum menatapnya membuat Taya mengambil bantal lalu melemparkannya tepat pada kepalanya.

"Kenapa bisa?" Tanya Taya setengah berteriak.

Tama malah melentangkan tubuhnya sambil memeluk bantal dengan senyuman yang tidak luntur dari wajahnya membuat Taya naik ke kasur lalu mengambil bantal dan menutupi kepala Tama dengannya.

Dengan sekuat tenaga Taya menekan bantalnya. Biarlah, biar mati sekian.

Eh, tapi Taya tidak ingin menjadi pembunuh. Di rasa cukup, Taya melepaskan kembali bekapannya.

Tapi yang tidak Taya duga, bersamaan dengan itu Tama menarik tangannya dan membanting tubuhnya hingga kini dia berada di bawah kungkungannya. Wajah keduanya begitu dekat. Keduanya bisa merasakan hembusan nafas masing-masing.

Taya terpaku, dia tidak bisa menggerakkan tubuhnya seolah terhipnotis dengan tatapan Tama yang tajam. Semakin mendekat, Taya merasa jika wajah Tama hanya tersisa beberapa senti darinya.

Bukannya menghindar, Taya malah diam seolah menanti apa yang akan Tama lakukan padanya. Letupan-letupan aneh mulai terasa dihatinya. Harusnya Taya marah, menanyakan dimana saat ini dia berada, juga kenapa dirinya bisa tidur seranjang dengannya.

Harusnya Taya tanyakan hal itu bukannya menanti apa yang akan laki-laki itu lakukan padanya. Kemana perginya otaknya yang biasanya berpikir lancar.

Taya merasakan sesuatu menyentuh bibirnya. Hanya berlangsung beberapa detik tapi sukses membuat jantungnya berdetak kencang. Perutnya mulas, juga tangan dan kakinya yang terasa dingin.

Tama menjauhkan wajahnya lalu melihat wajah Taya memerah tapi malah membuatnya terlihat menggemaskan. Saat dia akan mendekatkan wajahnya kembali, Taya sepertinya sudah sadar dari keterpakuan nya dan membalikkan tubuhnya hingga kini Tama yang berada di bawah.

"Ih, sialan, sialan, sialan, apa yang Lo lakuin babi," Taya memukul Tama dengan membabi buta. Tidak menyadari jika posisi duduknya sangat riskan. Jika Taya mundur sedikit lagi dipastikan dia akan menduduki sesuatu.

"Hei, hei, stop." Tama berusaha menghentikan Taya yang terus bergerak diatas perutnya. Bukan pukulannya yang sakit melainkan perutnya yang terguncang tubuh Taya membuatnya pengap.

Terjebak Konglomerat ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang