50 | s c a r y

1.3K 84 3
                                    

•••

50• m e n y e r a m k a n

Taya mengerang lalu menutupi seluruh tubuhnya dengan selimut. Wajahnya dia benamkan diantara tumpukan bantal. Dia merasa sangat malas untuk bangun. Juga rasanya kepalanya sangat pusing.

Hingga usapan di punggungnya membuat Taya berdecak dan mencoba untuk menyingkirkan tangan kurang ajar itu. Sudah tahu dirinya sedang tidur, eh malah diganggu.

Dengan gerakan cepat Taya menyingkap selimutnya dan menatap pelaku yang membuatnya terbangun dengan sengit. Tidak lama karena pusing yang dirasakannya membuatnya memilih untuk menjatuhkan kepalanya lagi diatas bantal.

"Bangun dulu, minum ini biar pusingnya reda." Taya tidak bergeming.

Tama menarik tangan Taya perlahan lalu menuntunnya untuk menyandarkan tubuhnya pada dashboard ranjang. Dia membantu Taya untuk minum obat pereda pengar.

Taya membuka matanya sambil mengecap ngecap lidahnya, "Kok aneh rasanya?"

"Ini obat biar pusingnya cepat hilang." Setelah minuman itu habis, Tama menyimpan gelasnya diatas nakas.

Diingatkan dengan rasa pusing, mendadak pikiran Taya kembali pada ingatan terakhirnya kemarin ketika berada di Royale. Dia ingat meminum minuman yang rasanya begitu aneh lalu setelah tanpa bisa di kendali bergerak dan berbicara tanpa dipikir.

Tapi ingatannya hanya sampai ketika dia di cegah Tama agar berhenti memeluk orang sembarangan. Setelahnya dia tidak ingat lagi dengan yang dilakukannya.

Taya menatap Tama dengan cemas. Dia tidak melakukan hal-hal yang aneh bukan?

"Semalam aku tidak berbuat ulah kan?" Tanya Taya langsung karena dia begitu penasaran.

Tama terlihat berpikir membuat Taya gemas melihatnya.

"Jawab Tama." Desak Taya dengan tidak sabar.

"Sepertinya ngga," Tama menatap Taya dengan tatapan begitu mencurigakan.

"Jawabannya ngga pasti, ya atau tidak?" Taya menurunkan selimut yang sebelumnya menutupi tubuhnya ketika merasa sedikit gerah.

Melihatnya Tama mengambil remote AC lalu menurunkan suhu ruangannya.

"Nanti kamu juga ingat."

"Kan mau taunya sekarang, gimana kalau aku ngga akan pernah ingat." Taya menahan tangan Tama yang akan menyentuh pipinya beralih dia menggenggamnya.

Tama menatap Taya dengan penuh pertimbangan, tidak lama lalu menggelengkan kepalanya. Dia tidak mau membuat Taya malu dengan tingkahnya semalam. Biar nanti saja dia mengingatnya sendiri.

Bunyi perutnya membuat Taya mengatupkan bibirnya ketika akan bertanya lagi. Sudahlah, kalau laki-laki itu tidak ingin mengatakannya tidak apa-apa.

Taya itu anak baik-baik. Tidak mungkin juga dirinya bertindak dengan hal-hal yang berbahaya.

"Mau makan." Taya menoel tangan Tama pelan.

"Ayo, udah aku siapin di luar." Saat Taya akan menyambut uluran Tama, dia baru teringat jika belum cuci muka dan menggosok gigi.

Terjebak Konglomerat ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang