8 | a w a r e

3.3K 159 6
                                    


•••

8• s a d a r

Setelah menghabiskan waktu kurang lebih dua jam di Sea World, kedua insan berbeda jenis kelamin itu kini berada di depan sebuah pedagang kaki lima yang masih dalam satu area. Tengah menunggu pesanan yang Taya mau.

Melirik ke sampingnya di mana Tama terlihat tidak nyaman membuat Taya tersenyum miring. Sepertinya Tama baru pertama kali membeli makan dari tempat seperti ini. Bodo amat, siapa suruh mengajak Taya. Inilah risikonya.

"Ini kak pesanannya. " Taya menerima pesanan yang disodorkan si penjual kemudian memberikan selembar uang berwarna biru.

"Makasih pak, untuk kembaliannya buat bapa saja."

"Wah makasih banyak mbak." Penjual itu terlihat senang dari senyumnya yang lebar membuat Tama yang melihatnya ikut tersenyum. Tidak salah memang dia memilih.

"Sama-sama." Taya berjalan meninggalkan Tama yang langsung mengejarnya.

"Wait babe, kenapa ninggalin," Taya tidak menghiraukan protestan Tama. Melihat kesana kemari dan matanya menemukan sebuah kursi yang ada di bawah sebuah pohon membuatnya segera berjalan kesana.

Tama mengikuti kemanapun Taya pergi, dan ikut duduk di samping sang pacar.

Taya duduk lalu mulai menyuapkan pentol ayam dengan bumbu pedas yang dia beli. Dia menganggukkan kepalanya ketika rasanya enak meskipun rasa pedasnya sedikit kurang menurutnya, tapi Taya menikmatinya.

Tama yang melihat Taya begitu menikmati makanannya meneguk ludahnya. Taya menoleh membuat Tama memalingkan wajahnya dengan cepat.

Taya menaikkan sebelah alisnya lalu menyodorkan satu tusuk pentol ke depan wajah Tama, "Mau?" Tama menggelengkan kepalanya masih dengan menghindar dari tatapan Taya.

"Eh, orang kaya kan mana mau makan kaya beginian." Ujar Taya dengan sindiran terselip dalam nadanya lalu kembali memasukan pentol dua sekaligus ke dalam mulutnya.

Tama di buat tidak bisa berkutik oleh pacarnya sendiri. Memang benar dia tidak pernah memakan makanan tidak sehat seperti itu. Pernah satu kali dia mencobanya dari Javas dan berakhir perutnya sakit. Tama tidak ingin mengulanginya. Apalagi melihat makanan yang Taya makan terlihat sangat pedas dengan saus yang sangat merah seperti itu.

Bibir Taya terlihat merah dan juga membesar membuat Tama salah fokus. Pikiran kotor mulai mengisi otaknya. Ingin sekali membuat bibir itu berada dalam kendalinya. Sialan memang otaknya.

Tama menggelengkan kepalanya membuat Taya yang tidak sengaja melihat menaikkan sebelah alisnya, "Kenapa lo?" Taya membuang bungkusan yang sudah tidak ada isinya itu kedalam tong sampah yang berada tidak jauh dari keduanya.

Belum sempat menjawab, getaran dari ponsel yang ada di sakunya membuat Tama segera memeriksanya. Taya meninggalkan Tama yang sedang menelpon menuju tempat mobil laki-laki itu terparkir. Cuaca sedang panas-panasnya membuat Taya gerah apalagi dia mengenakan hoodie yang cukup tebal. Dia ingin segera membukanya.

Taya menunggu di depan mobil karena pintunya terkunci. Astaga, sedang apa sebenarnya laki-laki itu.

Selang beberapa saat Tama datang dengan sedikit berlari. Tama terlihat buru-buru membuat Taya bertanya-tanya dalam hatinya. Apa yang terjadi. Tentunya semua itu hanya bisa Taya ucapkan dalam hatinya.

Taya tidak punya hak untuk menanyakannya.

"Masuk." Meskipun terlihat buru-buru tapi Tama tidak lupa membukakan pintu dan mempersilahkan Taya untuk masuk.

Terjebak Konglomerat ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang