55 | g r i p p i n g

1K 80 1
                                    

•••

55• m e n c e k a m

Gimana?”

Tama mendudukkan dirinya disamping Vilas yang tengah menarikan tangannya, mengutak-atik laptopnya. Menampilkan grafik yang bagi orang awam terlihat memusingkan.

“Sepertinya ini yang buat Nataya tertekan, pertemuannya dengan Natala, kemungkinan laki-laki itu juga sudah memberi tahu kejadian sebenarnya tentang kematian kedua orangtuanya.” Jelas Vilas membuat kerutan di kening Tama semakin dalam.

Di laptop laki-laki itu menunjukkan layar rekaman CCTV cafe yang tadi dia datangi dimana Taya yang akan masuk di cegah seorang laki-laki berpakaian tertutup. Yang sudah bisa dia tebak adalah Natala. Di rekaman itu terlihat sekali jika Taya syok setelah Natala berbicara yang tidak lama pergi lagi.

Dalam pikirannya dia mulai mencocokkan kemungkinan yang terjadi pada Taya. Melihat raut wajahnya yang terlihat sedih, tertekan, dan kecewa membuat asumsinya semakin kuat. Taya sudah mengetahuinya.

“Gak nyusul? Cewe lo saat ini ada di rumah kakaknya.” Vilas menunjukkan titik lokasi dimana Taya berada.

Tama menggelengkan kepalanya. Dia ingin memberikan waktu pada Taya untuk berbicara dengan benar pada Natala. Dia tidak perlu khawatir terjadi sesuatu pada kekasihnya karena sudah ada beberapa orang yang diam-diam dia kirim untuk menjaganya.

Jika pun terjadi sesuatu orang-orangnya tidak akan tinggal diam. Tama sedikit trauma tentang penculikan jika tidak melakukannya.

Jika Taya tahu sudah pasti tindakannya itu akan ditolak mentah-mentah.

Tama mengambil kaleng minuman nya lalu meneguknya hingga tandas. Menyandarkan kepalanya pada kursi lalu menutup matanya dengan satu tangannya.

Merasakan tepukan di pahanya membuat Tama menurunkan tangannya dan membuka matanya. Menatap Vilas dengan penuh pertanyaan.

“Coba liat.”

Vilas menunjukkan lagi layar laptopnya dimana ada sebuah data dari sebuah rumah sakit, menunjukkan hal membuatnya cukup tercengang. Tapi tidak kaget juga karena keduanya berhubungan.

“Dia korban atau?”

“Penumpang tapi kondisinya lebih parah dari si pengemudi, katanya sampai lupa dengan kejadian itu karena trauma.”

Tama menghela nafas berat sambil memijat keningnya. Dia saja yang mendengarnya sampai pusing bagaimana dengan Taya nanti. Tidak bisa dibayangkan.

“Lo… mau beritahu?”

“Pasti. Mereka cuman diam seolah-olah tragedi itu ngga pernah terjadi. Bersikap seperti pahlawan dengan melakukan hal seperti itu.”

“Lah lo di sini Tam.” Javas datang membuat Vilas menekan tombol di laptopnya agar informasi yang sebelumnya tertera tidak terlihat. Javas dan mulutnya itu kurang bisa dipercaya.

“Hm.”

Tama mengirim pesan pada Taya tapi tidak aktif. Beralih menelponnya pun nomornya tidak aktif. Sepertinya ponselnya dimatikan.

Beralih mengubungi orang yang dia kirim untuk mengawasi Taya dan menanyakan sedang apa sekarang. Terkirim foto Taya dan Natala dari jarak cukup jauh tengah duduk di depan rumah membuatnya menghela nafas lega.
Pikiran buruknya tidak kenyataan.

“Gue cabut.” Tama berdiri seraya mengambil kunci motor yang berada diatas meja.

“Lah, padahal gue baru datang juga.” Mulut Javas yang penuh dengan makanan saat bicara membuat Vilas menepuk kepalanya dengan gemas.

Terjebak Konglomerat ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang