23 | b o n d

2K 88 11
                                    

•••

23• i k a t a n

Sarayu dan Tama berdiri bersisian tengah menatap Taya yang sudah memejamkan matanya dengan damai. Setelah diperiksa dokter dan memakan obatnya, Taya berkata jika dirinya mengantuk.

Tadinya Taya ingin menahan rasa kantuknya sekuat tenaga mengingat jika masih ada Sarayu di sana. Tapi karena paksaan wanita dewasa itu juga akhirnya membuat Taya memejamkan matanya.

"Ayo nda, aku anterin ke depan." Tama mengambil jaket lalu memakainya. Dia akan mengantar Sarayu sampai di mobil dengan selamat tanpa ada yang menggangu.

Sarayu menahan tangan sang anak yang akan menggenggam tangannya, "Wait a minute,"

Sarayu mengambil ponselnya dari tas lalu menekan ikon kamera dan mengarahkannya pada Taya yang tidur dengan damai. Lalu mulai memotretnya beberapa kali.

Tama yang melihatnya menaikkan sebelah alisnya dengan perasaan bingung, tak urung dia juga mengintip ponsel sang bunda untuk melihat apa yang tengah dilakukannya.

"Buat apa nda?" Tama menggelengkan kepalanya seraya memundurkan tubuhnya membuat Sarayu bergerak lebih leluasa.

Sarayu tersenyum melihat jepretan ponselnya lalu menatap Tama dengan senyuman diwajahnya, "Buat apa namanya, ah iya, bunda mau pamerin sama yang lain, memangnya apalagi." Tangannya kembali menggulir layar untuk melihat satu persatu fotonya. Ugh, Nattaya cantik sekali.

Tama menahan decakannya ketika mendengarnya, "Jangan aneh-aneh bunda," Ancamnya dengan menuntut.

Sarayu menatap Tama dengan heran, "Apa yang aneh, ini wajar saja bunda lakukan, memangnya salah?" Selama ini Sarayu ingin sekali memiliki anak perempuan tapi Tuhan tidak menghendakinya.

Dan sekalinya Tama memperkenalkan seorang gadis manis tapi sedikit pendiam, Sarayu langsung jatuh cinta pada pandangan pertama sejak melihatnya. Meskipun saat itu respon Nattaya seperti takut akan kehadirannya. Tapi tidak masalah, selagi ada waktu dia bisa memanfaatkannya sebaik mungkin untuk dekat dengannya.

"Tapi aku ngga suka," Sahut Tama dengan cepat seraya memalingkan wajahnya. Melihat telinga sang anak memerah membuat Sarayu mengulum senyumannya.

"Ayo bunda, pak supir pasti sudah nungguin didepan." Lanjut Tama mengalihkan agar situasinya lebih mengenakkan untuknya. Sangat tidak nyaman melihat ekspresi bundanya yang jahil.

Sarayu berdecak lalu menjinjit dan mencubit pipi Tama membuat laki-laki itu mengerang pelan seraya mundur beberapa langkah.

"Sakit nda," Adu Tama seraya meringis. Meskipun tangan bundanya itu kecil, tapi percayalah, cubitannya itu sangat sakit. Bahkan pernah ayahnya membuat bunda kesal berakhir dengan pahanya yang dicubit hingga menimbulkan memar yang hilang dalam beberapa hari.

"Habisnya kamu menggemaskan," Sarayu memasukkan kembali ponselnya kedalam tas. Lalu menggandeng tangan Tama lalu keduanya keluar dari ruangan tempat Taya dirawat.

Bukan sembarang ruangan yang Taya tempati, melainkan ruangan VVIP di rumah sakit ini. Tama ingin semuanya berjalan secara maksimal. Dan dia juga tidak ingin membuat Taya tidak nyaman. Mengingat jika gadis itu sebelumnya tidak ingin dibawa ke rumah sakit. Juga untuk meminimalisir pertemuan dengan pasien lain.

Terjebak Konglomerat ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang