Puluhan orang berdatangan membawa beberapa kotak untuk membantu para korban gempa, langkah mereka beradu untuk memeriksa para korban yang terkena luka akibat reruntuhan.
Gia, Genta, serta Angga turut membantu para relawan yang sedikit kesusahan menangani beberapa korban. Semangat mereka semakin membara tatkala melihat beberapa relawan yang bersikeras membantu mereka yang tengah membutuh bantuan.
Melihat salah satu anak kecil yang meringkuk di ujung sana membuat Gia tak tega, ia segera menghampiri anak kecil yang mungkin tengah ketakutan itu.
"Halo, cantik! Ikut kakak, yuk. Kita cari orang tua kamu." Anak kecil itu mendongak, selanjutnya ia memeluk Gia dengan erat. Menyalurkan tangisnya yang tersedu-sedu.
"Aku takut, kak." Ucapan itu membuat Gia tak tega, ia segera membawa anak kecil itu ke dalam posko penyelamatan. Memang setelah para relawan datang, tenda untuk posko penyelamatan segera didirikan.
"Tenang, ya? Kamu jangan takut lagi, ada kakak di sini." Gia segera mendekat ke arah Genta, sepertinya lelaki itu bisa membantu mengatasi ketakutan ini.
"Kak Genta! Anak kecil ini ketakutan," ucapnya yang langsung membuat Genta menoleh. Ia segera mengalihkan gendongan itu ke tubuh Genta.
"Cup, cup, cup. Nanti kita beli coklat, ya? Tapi kamu janji nggak akan nangis lagi, oke cantik?" Ajaib. Anak kecil itu memberhentikan tangisannya, ia segera memandang Genta dengan tatapan berbinar.
"Coklat?" Genta mengangguk antusias. "Yes! Aku makan coklat! Coklatnya yang banyak, ya?" Binar mata itu mengerjap-erjap, membuat Genta tak tahan dengan kegemasan itu.
Gia yang melihat interaksi yang manis itu hanya tersenyum, ia seperti melihat sang ayah yang berusaha membuat anaknya tenang.
"Pesona anak Psikologi beda, ya, kak? Anak kecil aja langsung luluh, loh," godanya yang membuat Genta tertawa. Anak kecil yang berada di gendongan Genta pun hanya memandang lugu, tak paham dengan situasi ini.
"Anak KesMas aja bisa, kok. Nggak cuma anak Psikologi aja." Gia menyengir lebar, tak sangka akan mendapatkan jawaban itu dari Genta.
"Kita ke posko langsung, kak. Siapa tau orang tua adik ini ada di sana." Genta segera mengikuti langkah Gia yang sedikit berlari, sepertinya memang ucapan Gia ada benarnya.
Setelah sampai ke posko, terlihat banyak para korban yang tengah diobati oleh relawan, rata-rata mereka mengalami luka di bagian tangan dan kaki, tetapi ada juga yang mengalami luka di area wajah.
Baru saja masuk ke dalam, teriakan seorang ibu mengagetkan mereka. Apalagi wanita paruh baya itu segera merengkuh anak kecil yang berada dalam gendongan Genta.
"Ya Allah, Alhamdulillah kamu selamat, nak. Ibu khawatir sekali." Ibu itu segera memandang sang anak dengan mata yang berkaca-kaca, setelahnya atensinya teralihkan ke lelaki yang menggendong anaknya.
"Terima kasih, mas, sudah menemukan anak saya. Saya sangat kalut sekali saat ada gempa, anak saya berlarian tak tentu arah," jelas ibu itu yang segera mendapat anggukan.
"Sama-sama, Bu. Untung saja anak ibu tidak mengalami luka. Dia hanya ketakutan saja." Genta segera menyerahkan anak kecil itu kepada ibunya, ia mengelus kepala itu dengan sayang.
"Nanti kakak belikan coklat, ya? Kamu di sini sama ibu baik-baik. Jangan lari-lari lagi, oke cantik?" Anak kecil itu mengangguk sembari tersenyum, sepertinya ia sudah tidak takut lagi.
"Pintar, jadi anak yang baik, ya." Setelah mengucapkan itu, Genta dan Gia kembali ke luar untuk mengecek keadaan sekitar. Langit yang cukup gelap membuat akses jalan mereka sedikit terhambat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jatukrama [PROSES REVISI]
Romance"Bencana tak selalu berakhir kecewa." Setelah menyelesaikan masa studinya selama 4 tahun, Gia berencana berlibur ke salah satu kota yang ada di daerah Yogyakarta. Saat tengah menikmati indahnya Pantai Parangtritis, tiba-tiba gempa dengan magnitudo 6...