Bundaran HI selalu menjadi ikonik di kota Jakarta, banyaknya para pengendara yang memutari jalan itu seperti tak lekang oleh waktu.
Kota Jakarta selalu ramai, apalagi banyak para perantau yang memilih untuk singgah dan mencari pekerjaan di Ibukota.
Seperti halnya dengan Genta, ia bukan asli dari Jakarta. Sebab sang Ayah berasal dari Bukittinggi Sumatera Barat dan sang Ibu berasal dari Bandung Jawa Barat.
Orangtuanya memilih untuk menetap di Ibukota dikarenakan pekerjaan mereka yang mengharuskan untuk berada di kota.
Tetapi itu hanya masa lalu, sebab sekarang Genta sendiri di Ibukota. Kedua orangtuanya memilih untuk tinggal di kampung halaman setelah pergi ke Meja Hijau.
Benar, kedua orang tua Genta memilih jalan untuk berpisah. Meninggalkan anak satu-satunya di Ibukota.
Walaupun Genta sudah bisa hidup sendiri, tetapi sebagai seorang anak pasti ingin berada di dalam kehangatan keluarga.
"Genta, daripada lo melamun mulu daritadi. Mending ikut gue jalan-jalan," ucap Angga yang sudah jengah dengan tingkah laku sahabatnya.
"Ke mana? Kenapa gak ngajak pacar lo aja?" Angga memutar bola matanya dengan malas.
"Lo nyindir gue atau gimana?" Genta tertawa mendengarnya, memang Angga ini tampangnya saja terlihat seperti pemain wanita, tetapi aslinya jomlo akut dari lahir.
"Ya udah, gue bakal nemenin jomlo abadi ke luar rumah." Angga berdecak kesal, sahabatnya ini memang minta ditampol.
"Diem, deh, yang HTS-an. Mana udah gak ketemu lagi, kasian banget. Padahal udah satu kota, tapi gak ada effort sama sekali buat nyari keberadaannya." Genta yang merasa tersindir segera bangkit, ia mengambil jaket dan dompetnya di dalam kamar.
"Dih, ngambek lo?" Melihat kepergian Genta membuat Angga berspekulasi yang aneh-aneh, padahal Genta bukan tipe orang seperti itu.
"Diem jomlo. Gue akhir-akhir ini sibuk nyari Rumah Sakit, makanya belum sempet nyari atau nge-chat dia."
"Iya, deh, yang mau praktek di RS. Gue doain lo cepet kerja, biar gue dapet traktiran awal bulan." Seketika tangan Genta menyentil kuping milik Angga, sang empu yang mendapatkan itu segera menggosok-gosok telinganya yang sedikit sakit.
"Kebiasaan lo gak berubah, awas kalau lo KDRT sama istri lo nanti." Genta tak mengindahkan ucapan itu, ia segera keluar rumah untuk menaiki motor sport miliknya.
"Lo lagi laper, ya? Makanya nyerocos mulu daritadi." Angga menyengir, gelagatnya ternyata sudah terbaca oleh Genta.
"Makanya gue ngajak lo ke luar, biar bisa makan malam." Genta mengangguk, selanjutnya ia mengode Angga untuk naik ke atas motornya.
Akhirnya kedua pemuda itu menikmati malamnya Jakarta, dengan ditemani awan hitam yang penuh polusi serta kemacetan Ibukota yang tak kunjung habisnya.
"Lo gak ke cafe? Gue tadi siang ke sana, terus rame banget pengunjungnya." Angga memang lulusan Ekonomi Bisnis, jadi ia membangun sebuah cafe bertema anak muda.
"Udah tadi pagi. Aman, lah. Ada tangan kanan gue di sana." Genta mengangguk mengerti.
Selanjutnya ia menjalankan motor itu dengan kecepatan rata-rata, membelah jalanan Ibukota yang sangat padat.
🌊🌊🌊
"Feel better?" Setelah berkunjung ke Puncak Bogor, kini kedua gadis itu sudah sampai di Jakarta. Melihat wajah ceria dari seorang Gia membuat Visha berspekulasi bahwa sahabatnya sudah baik-baik saja.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jatukrama [PROSES REVISI]
Romance"Bencana tak selalu berakhir kecewa." Setelah menyelesaikan masa studinya selama 4 tahun, Gia berencana berlibur ke salah satu kota yang ada di daerah Yogyakarta. Saat tengah menikmati indahnya Pantai Parangtritis, tiba-tiba gempa dengan magnitudo 6...