21. Niat Baik

380 13 0
                                    

Hamparan langit yang dipenuhi oleh polusi sudah menjadi pemandangan sehari-hari di kota Jakarta, jalanan yang macet juga kebisingan suara seperti tak lekang oleh waktu.

Padatnya jalanan ini membuat Genta dilanda cemas, hari ini adalah hari di mana dirinya akan meminang seorang gadis yang ia temui di Kabupaten Bantul.

Di mana mereka dipertemukan diwaktu yang sama untuk membantu para korban bencana alam waktu silam.

Genta tentu saja tak pernah berpikir akan meminang seorang gadis secepat ini, tetapi mungkin ini takdir yang sudah digariskan. Di mana Gia-lah yang akan menjadi gadis terakhir di sampingnya.

Sebelum ke rumah Gia, Genta tentu saja sudah menghubungi Gia dan Nizam. Ia hanya berbicara bahwa akan ada hal yang penting untuk disampaikan, Nizam tentu saja paham dengan ucapan yang dilontarkan oleh Genta.

Kini mobil itu sudah kembali berjalan, membelah jalanan Ibukota yang selalu padat dengan kendaraan.

Beberapa saat kemudian, kedua pria berbeda usia itu telah sampai di depan rumah yang menampilkan Gia di depannya.

Gadis itu memang merasa cemas sebab Genta sedikit terlambat dari jam yang dijanjikan.

"Maaf terlambat, tadi jalanan macet banget." Gia mengangguk paham, sebelum masuk ia menyalami tangan Revan.

"Saya Gia, om. Elegia Farrany Nayanika." Revan tersenyum, ia menerima uluran tangan itu.

Setelahnya, mereka bertiga masuk ke dalam karena sudah ditunggu oleh sang kepala rumah tangga.

Ucapan salam terdengar, membuat dua pasangan yang tengah berbincang menjawab salam tersebut. Mereka segera mempersilakan tamu untuk duduk di sofa.

"Saya Revan, Ayah dari Genta." Revan berjabat tangan dengan Nizam, sedangkan ia menangkupkan tangan ke arah Farra.

"Saya Nizam dan Istri saya Farra, senang bertemu dengan anda." Revan mengangguk, ia tersenyum tatkala merasakan kenyamanan di rumah ini.

"Sebelum masuk ke pembahasan inti, saya hanya ingin jujur jika kami berdua saja ke sini. Ibu Genta masih berada di Bandung dan belum sempat untuk mampir ke Jakarta." Nizam dan Farra mengangguk paham.

"Tidak apa-apa, yang terpenting tidak melunturkan niat baik Genta untuk melamar anak saya satu-satunya." Gia yang sedari tadi diam kini menoleh ke arah Genta, ia sedikit terkejut dengan maksud kedatangan Genta ke sini bersama Ayahnya. Pantas saja Bundanya sibuk sedari pagi, ternyata akan ada pembahasan yang cukup penting untuk masa depannya.

"Terima kasih, untuk pembahasan inti saya serahkan kepada Genta."

Sebelum berbicara, Genta mengatur napasnya terlebih dahulu. Jujur saja jantungnya berdegup sangat kencang, ia sedikit gugup berada di posisi ini.

"Sebelumnya, saya berterima kasih karena selama ini Om dan Tante sudah mengizinkan saya untuk dekat dengan Gia. Kedatangan saya ke sini untuk meminang putri kalian satu-satunya dan menjadikan Gia wanita saya, tulang rusuk saya, pendamping hidup saya, dan Ibu dari anak-anak saya kelak. Saya ingin menjadikan Gia sosok wanita terakhir yang akan mendampingi hidup saya sampai ajal menjemput dan saya juga ingin membimbing Gia agar menjadi wanita yang dirindukan oleh Surga." Pernyataan itu membuat jantung Gia berdetak kencang, ia rasa pipinya memanas tatkala mendengar kalimat indah itu.

"Terima kasih karena nak Genta sudah berani meminta Gia kepada saya, saya tidak bisa menjawab sebab Gia-lah yang akan menentukan. Jadi ... bagaimana, nak? Apakah lamaran Genta diterima?" Nizam menoleh ke arah anaknya, ia memberi waktu Gia untuk menjawab pertanyaan.

Setelah mengatur napas dan berdoa dalam hati, Gia memberi senyuman ke arah Genta. "In syaa Allah, Gia terima lamaran dari kak Genta."

Semua orang yang ada di sana seketika mengucapkan hamdalah, tak terkecuali Genta yang kini sudah tersenyum dengan cerah.

"Alhamdulillah, karena Gia menerima lamaran dari Genta, bagaimana kalau kita juga membahas tentang pernikahan mereka? Menurut saya, lebih cepat lebih baik," ucap Revan yang mendapat anggukan dari Nizam.

"Saya setuju, apalagi niat baik tidak boleh ditunda-tunda dan harus segera dilaksanakan agar mendapat berkah dari yang maha kuasa."

Setelah itu, kedua keluarga membahas tentang persiapan pernikahan yang mungkin akan dilaksanakan beberapa bulan lagi. Para orang tua merasa bahagia sebab anak-anak mereka akan melangkah ke jenjang pernikahan.

Gia dan Genta pun sama, mereka juga bahagia karena impiannya sebentar lagi tercapai. Bersatu dengan ikatan pernikahan yang akan membawa mereka ke arah yang lebih baik.

🌊🌊🌊

Kini kedua sejoli itu tengah berada di teras rumah, membahas wedding dream masing-masing. Mereka sepakat untuk menyewa salah satu dari wedding organizer untuk menyempurnakan acara pernikahan mereka nanti.

"Kamu sukanya yang kayak gimana Gia?" Sedari tadi, Genta cukup sabar untuk menanyakan hal ini. Sebab semua hal yang Genta perlihatkan terlihat bagus di mata Gia.

"Aku bingung, semuanya bagus-bagus, kak." Gia kembali melihat berbagai foto yang Genta perlihatkan.

"Kalau kamu bingung, kamu turutin aja wedding dream kamu." Seketika Gia berpikir, iya juga. Mengapa dirinya tak memikirkan hal itu sedari tadi?

"Oh iya, kenapa daritadi bingung, ya? Kalau wedding dream aku, sih, intimate wedding, kak. Selain gak membuang waktu juga terasa kesakralannya." Genta mengangguk mengerti.

"Aku kira kamu suka yang mewah-mewah, kayak nikah di gedung-gedung gitu." Gia menggeleng keras, ia lebih suka konsep pernikahan yang sederhana.

"Baiklah, kita pilih konsep pernikahan kamu aja. Terus, untuk dekorasi kamu mau milih yang mana?" Kini Genta sedikit menunjukkan beberapa dekorasi yang cocok untuk wedding dream yang Gia punya, beberapa dari dekorasi tersebut didominasi oleh warna emas dan putih.

"Sebentar, kalau kak Genta wedding dream nya apa? Gak mungkin, dong, gak punya?"

"Saya yang penting sah. Terus lebih pengin konsep yang dominan warna putih, jadi terlihat suci dan bersih." Gia mengangguk mengerti.

"Kalau kita usung konsep pernikahan dengan warna emas dan putih gimana? Menurutku itu pas."

"Boleh, nanti kita diskusi aja sama WO-nya." Akhirnya mereka sudah memilih konsep pernikahan dan apa saja yang akan ada di dalam pernikahan mereka nanti, ternyata melangkah ke jenjang pernikahan mempunyai persiapan yang cukup matang.

"Nanti masalah pakaian dan undangan, kita bahas lain kali. Kalau sekarang, takutnya otak kita panas karena bingung mau milih yang mana." Genta tertawa mendengarnya, ia mengelus pucuk kepala Gia dengan sayang.

"Iya, masih lama juga tanggalnya. Jangan lupa kamu hubungin Visha, dia juga Minggu ini mau nikah, kan?" Gia mengangguk, ia tak menyangka bahwa dirinya akan menyusul sahabatnya itu ke jenjang pernikahan.

"Nanti temenin aku, ya! Terus kalau bisa baju kita samaan, kebetulan aku jadi bridesmaids di sana. Tenang, warna baju groomsmen sama bridesmaids beda, kok. Jadi nanti kita bisa couple-an di sana." Genta mengiyakan ucapan itu, ia dengan senang hati menemani Gia ke mana pun gadis itu inginkan.

"Whatever you want, I will do it." Gia tersenyum mendengarnya, ia semakin tak sabar untuk sampai di hari-H.

"Thank you my future husband!"

"You're welcome, babe." Kini keduanya tertawa, entah apa yang lucu di mata mereka. Yang jelas, mereka bahagia karena sebentar lagi akan menjadi pasangan yang halal di mata agama dan negara.

Mereka berharap, semoga perjalanan menuju halal tak seberat yang dibayangkan. Dan mereka juga berdoa agar sanggup menghadapi segala ujian pernikahan yang nanti akan mereka lalui.

Semoga pilihan mereka tepat untuk melangkah ke jenjang yang lebih serius, memilih hidup bersama untuk membangun sebuah keluarga kecil yang bahagia.

Jatukrama [PROSES REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang