Setelah mendengar bahwa Gia tengah mengandung, Genta segera memberi tahu kedua orangtuanya dan mertuanya. Tentu saja respon mereka sangat senang dan bahagia.
Apalagi Revan, ia sampai meninggalkan pekerjaannya demi melihat sang menantu yang tengah mengandung cucu pertamanya.
Orang tua Gia pun sama, mereka segera bergegas pergi untuk segera sampai ke sini. Ibu dari Genta juga sama, ia tergopoh-gopoh dari Bandung menuju Jakarta.
"Kak, aku gak nyangka respon mereka seantusias ini. Apalagi semuanya ke sini, dari Ibu yang nyari kendaraan buat ke Jakarta, terus ayah yang langsung terbang dari Padang. Kalau ayah dan bunda ku, mereka hanya menyetir mobil saja karena jarak rumah kita dan mereka tidak terlalu jauh," ucap Gia yang masih tak menyangka.
"Karena ini cucu pertama mereka sayang, apalagi kita anak tunggal, kan? Jelas banget mereka antusias." Gia tersenyum, ia merasa lebih bahagia sekarang ini.
"Nak, masa depan kami terjamin. Soalnya punya kakek sama nenek kaya, terus ayah kamu juga sama." Perut yang masih rata itu dielus dengan pelan, membuat Genta yang mendengar pernyataan sang istri tertawa lebar.
"Ada-ada aja kamu." Gia menyengir lebar.
"Kamu udah hubungin Visha belum? Aku lihat-lihat sekarang kamu jarang berhubungan sama dia." Gia segera mengalihkan atensinya, ia hampir lupa untuk memberi tahu sahabatnya itu.
"Kita udah berkeluarga, kak. Jadi buat interaksi kayak dulu susah banget." Genta mengangguk paham, ia hanya melihat istrinya itu mengambil ponsel untuk menghubungi Visha.
Baru saja ingin menekan tombol telepon, suara dering ternyata lebih dulu menyapa. Dan yang menelpon adalah Visha.
"Baru aja diomongin, orangnya udah nelpon duluan," seru Gia sembari mengangkat panggilan itu.
Terdengar seruan keras yang membuat Gia menjauhkan ponselnya, ia berdecak kesal sebab sifat sahabatnya itu belum berubah setelah menikah.
"Jangan teriak-teriak, gue gak budeg." Visha terkekeh di seberang sana, ia sangat rindu dengan sahabatnya ini.
"Maaf, gue seneng banget hari ini. Lo mau tahu sesuatu, gak?"
"Apa?" tanyanya merasa penasaran.
"Gue hamil! Senang banget bentar lagi jadi ibu, ih, jadi gak sabar lihat dia lahir nantinya."
Mendengar seruan itu, Gua melotot lebar. Ia tak menyangka jika sahabatnya itu tengah mengalami apa yang ia alami juga.
"Serius?! Alhamdulillah! Udah berapa Minggu usianya?"
"4 Minggu, gue baru tahu tadi pagi. Pantas aja gue mual-mual, terus sensitif banget sama bau-bauan. Ternyata ada si dedek di dalam perut."
"Ih, selamat, ya! Berarti anak kita selisih 2 Minggu, dong?!" Visha yang mendengar itu tentu saja terkejut, ternyata mereka sama-sama memberi kejutan dengan tema yang sama.
"Hah? Lo juga hamil?!"
Gia mengangguk keras, setelahnya ia mengiyakan ucapan itu. "Iya, gue juga baru tahu tadi pagi. Kata dokter kandungan gue udah masuk 2 Minggu."
"Ternyata impian gue tercapai! Gue gak nyangka, loh, kita hamil barengan. Padahal gue cuma iseng berdoa biar anak kita nanti seumuran, eh malah dijabah sama Allah."
Gia tersenyum mendengarnya, ia juga tak menyangka dengan fakta ini.
"Kita benar-benar bestie, sampai hamil aja barengan." Kedua sahabat itu sama-sama tertawa, entah apa yang mereka tertawakan.
"Jangan lupa kita saling jaga kandungan, terus minta banyak-banyak sama mas suami. Lumayan, kan, keinginan kita bakal terkabul?"
Gia tertawa mendengarnya, ia jadi memikirkan hal itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jatukrama [PROSES REVISI]
Romance"Bencana tak selalu berakhir kecewa." Setelah menyelesaikan masa studinya selama 4 tahun, Gia berencana berlibur ke salah satu kota yang ada di daerah Yogyakarta. Saat tengah menikmati indahnya Pantai Parangtritis, tiba-tiba gempa dengan magnitudo 6...