Rentetan tas beserta keperluan yang lain menjadi pemandangan pertama di depan mata, banyak para relawan yang tengah berpamitan kepada warga sekitar untuk pulang ke kampung halaman.
Tangis haru menghiasi pagi ini, banyak kata yang terucap dari mulut yang sedikit bergetar itu.
Beberapa warga nampak tak rela ditinggalkan oleh orang-orang yang sudah menolong mereka dari bencana gempa, tetapi para relawan harus segera pulang untuk bertemu dengan keluarga.
Tak terkecuali dengan ketiga orang yang ikut membantu di posko keselamatan, mereka saling memeluk para warga yang sudah menangis dengan rasa terharu.
"Mbak Gia. Terima kasih, ya, sudah menolong saya. Kalau tidak ada mbak Gia, entah bagaimana keadaan saya waktu itu." Bu Endah menangis terharu, ia sangat beruntung bertemu dengan seseorang seperti Gia.
"Sama-sama ibu, saya juga berterima kasih karena sudah menganggap saya seperti anak ibu sendiri." Gia membalas pelukan itu dengan erat, tanpa sadar dirinya ikut menangis karena tak rela harus berpisah dengan Bu Endah.
"Mas Genta, Mas Angga. Terima kasih sudah membantu para warga di sini, kami sangat senang melihat para anak muda yang senang membantu seperti kalian." Keduanya mengangguk seraya tersenyum tatkala mendengar ucapan itu.
"Sama-sama Bu Endah, saya juga berterima kasih Karen sudah diajarkan banyak hal di kota ini. Saya rasa ... saya akan berkunjung ke sini lagi lain waktu. Sebab, kota ini menjadi kota yang penuh kenanga bagi saya," ungkap Genta disertai senyuman yang tulus.
"Saya tunggu kedatangan kalian ke mari." Ketiganya mengangguk, setelah itu mereka izin berpamitan untuk menuju ke tempat yang lain.
Karena barang-barang mereka sudah tertata rapi, mereka segera memesan sebuah tiket kereta api untuk pulang ke Jakarta. Tapi sebelum itu, Genta dan Gia pergi ke Pantai Parangtritis untuk sekadar berbincang-bincang hangat.
"Ternyata waktu kita di sini sudah habis, saya pasti akan merindukan kota ini. Pasalnya, saya bertemu dengan seseorang yang mampu membuat hati saya bergetar saat melihatnya." Genta menatap Gia yang tengah menikmati sapuan angin laut yang cukup kencang.
"Gia." Panggilan itu membuat Gia menoleh.
"Apakah setelah ini ... kita bisa bertemu kembali?" Gia termangu, ia menatap mata Genta dengan pandangan yang sulit untuk diartikan.
"Sepertinya ... iya. Kalau kita tahu kontak masing-masing, kita masih bisa bertemu." Genta tersenyum mendengarnya, ia segera mengambil ponsel yang berada di saku celananya.
Ponsel itu ia sodorkan ke arah Gia, Gia yang paha pun segera mengetik beberapa angka untuk Genta simpan.
"Nanti kalau udah sampe sana, saya ngabarin kamu." Gia mengangguk mendengarnya.
Setelahnya, kedua manusia yang dipertemukan oleh semesta itu menikmati semilir angin yang akan menjadi kenangan tersendiri di hati mereka.
Pantai Parangtritis dengan segala keindahannya, tempat mu akan menjadi kenangan tersendiri bagi kedua insan yang tengah dilanda perasaan yang sama.
🌊🌊🌊
"Kami pamit, terima kasih sudah memilih bertahan dari goncangan alam semesta. Saya sendiri berharap, kalian senantiasa untuk menjaga diri agar kejadian ini tidak terulang kembali." Salah satu relawan mewakili yang lain untuk berpamitan secara resmi. Mendengar pernyataan itu membuat sebagian warga merasa tak rela degan kepergian mereka.
"Saya mewakili seluruh warga di sini mengucapkan banyak terima kasih untuk kalian semua. Terima kasih karena dengan sukarela sudah membantu kami, kami sangat beruntung kalian ada di sini. Kami juga akan ingat jasa-jasa kalian yang sudah membantu kami, saya pribadi berharap agar perjalanan kalian sampai tujuan dengan selamat." Semua orang mengamini ucapan dari kepala desa, setelah itu semua orang berpamitan untuk pergi ke daerahnya masing-masing.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jatukrama [PROSES REVISI]
Romance"Bencana tak selalu berakhir kecewa." Setelah menyelesaikan masa studinya selama 4 tahun, Gia berencana berlibur ke salah satu kota yang ada di daerah Yogyakarta. Saat tengah menikmati indahnya Pantai Parangtritis, tiba-tiba gempa dengan magnitudo 6...