28. Padang, Sumatera Barat

350 12 0
                                    

Hari ini tepat di mana kedua pasangan yang cukup baru itu pergi ke Padang, tentu saja karena akan mengadakan resepsi ke-2 mereka.

Tetapi sebelum itu, mereka ke tempat di mana mereka bekerja. Untuk mengurusi berkas-berkas untuk perpanjangan cuti.

Tadinya memang hanya cuti beberapa hari saja, tetapi mereka ingin memperpanjang agar pas sampai satu Minggu.

Untung saja pihak rumah sakit mengizinkan, mereka memaklumi sebab acara pernikahan pasti akan membutuhkan waktu yang cukup lama.

Kini keduanya bergegas pergi ke bandara, karena kedua orang tua Gia sudah berada di sana. Tak lupa kehadiran Angga yang turut menemani untuk mengganti waktu kemarin saat akad.

Keduanya membelah jalanan yang selalu padat, mereka menuju bandara Soekarno Hatta untuk menuju ke Padang tempat ayahnya Genta dilahirkan.

Setelah sampai, mereka menuju ke kursi tunggu. Dapat ia lihat ketiga orang yang sangat ia kenali.

"Bagaimana, semuanya aman?" tanya Nizam kepada menantunya.

"Aman ayah, pihak rumah sakit menyetujui." Nizam menghela napas lega, akhirnya tak ada yang menghambat kepergian mereka.

"Sebentar lagi pesawat akan take off, yuk kita masuk." Semuanya mengangguk, mereka mengikuti langkah Genta yang ada di paling depan.

Mendengar kru pesawat berbicara, mereka segera mengikuti arahan yang diberikan, tak lupa membaca doa agar mereka selamat sampai tujuan.

Membutuhkan waktu kurang lebih 1 jam 46 menit untuk sampai di Bandar Udara Internasional Minangkabau, mereka mungkin akan sampai di sana waktu siang hari.

Gia yang baru saja naik pesawat sedikit gugup, ia memegang tangan Genta dengan erat. Genta yang paham pun mengelus tangan itu dengan pelan.

"Santai, semuanya akan baik-baik saja." Mata Gia terbuka, ia seketika tersenyum.

Hatinya mulai tenang karena Genta yang memberikan semangat, jujur saja ini adalah momen yang mendebarkan bagi seorang Gia.

"Kamu tidur aja, nanti aku bangunin." Gia menggeleng, kantuknya tidak datang sekarang ini.

"Aku mau mengabadikan momen karena first time naik pesawat, jadi aku mau menikmatinya." Genta mengangguk, ia hanya melihat Gia yang tengah mengeluarkan ponsel untuk memotret hamparan awan yang cukup indah.

"Keren banget, ya? Untung cuacanya lagi cerah." Gia merasa terpana dengan apa yang ia lihat, kini impiannya tercapai untuk mengabadikan ribuan awan secara langsung.

"Kamu senang?" Gia mengangguk antusias, setelah puas dirinya bersandar di bahu milik Genta.

"Dulu aku hanya mengagumi dari sosial media, sekarang aku mengaguminya secara langsung." Genta tersenyum mendengarnya, ia mengelus kepala Gia dengan sayang.

"Nanti kapan-kapan kita ke Yogyakarta lagi, tapi naik pesawat, gimana?" Gia seketika menoleh, ia mengangguk antusias.

"Boleh, nanti kita ke Parangtritis lagi! Mengenang masa-masa kita bertemu." Keduanya tertawa, Genta pun segera memberikan jempolnya.

Ia jadi teringat Bu Endah sang penjual wedang uwuh yang berada di sekitar pantai Parangtritis.

"Kalau ke sana, jangan lupa mampir ke rumah Bu Endah. Pasti beliau kaget kalau tahu kita udah nikah." Genta mengangguk, ternyata pikirannya sama dengan istrinya itu.

"Aku juga lagi mikirin hal itu, jadi kita satu pemikiran, ya?" Keduanya kembali tertawa, hanya momen sederhana tetapi terasa spesial bagi mereka.

Tanpa keduanya sadari, Nizam dan Farra mendengar percakapan anak dan menantunya. Mereka sangat senang jika putri satu-satunya mendapatkan lelaki yang baik.

Jatukrama [PROSES REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang