30. Manikam Sajak

302 13 0
                                    

Udara di pusat kota Padang sedikit sejuk dari biasanya, hamparan langit serta panasnya cahaya mentari seolah-olah menjadi pemandangan pertama saat membuka tirai jendela.

Langit yang disertai dengan awan yang menggumpal menjadi daya tarik seorang Gia, bahkan sekarang dirinya tengah memandang ciptaan Tuhan yang sangat indah itu.

"Sayang!" Seruan itu membuat Gia menoleh, terlihat bahwa Genta baru saja ke luar dari kamar mandi. Tenang, sekarang pria itu sudah memakai setelah santai, jadi Gia tak akan berteriak sebab melihat dirinya telanjang dada.

Genta yang melihat istrinya berada di balkon segera menyusul, ia duduk di dekat Gia dengan kepala yang menyender ke bahu.

Dengan spontan, Gia mengelus kepala itu. Genta yang merasakannya pun sedikit dibuat nyaman dengan tangan lentik milik Gia.

"Nanti kita ke rumah jam berapa? Katanya mau Manikam Sajak, kan?" tanyanya disela-sela aktivitas mengelus rambut sang suami.

"Jam sembilan, makanya kita santai-santai dulu di sini." Gia mengangguk mengerti.

"Tadi aku gak sengaja searching, katanya Manikam Sajak dilakuin setelah seminggu akad nikah, bener?" Genta mengiyakan, dan hari ini tepat seminggu itu.

"Iya, makanya hari ini dan bukan kemarin."

"Makanya kita nginap di sini karena prosesi adatnya tuh berkunjung ke rumah orang tua dan keluarga yang lain, seperti paman dan bibi ku."

Gia jadi kepikiran dengan kegiatan nanti. "Aku takut, kak. Takut kalau keluarga kakak gak menerima aku."

Genta seketika menghentikan kegiatannya, ia membawa tubuh Gia ke pelukannya.

"Gak ada yang perlu dikhawatirkan, kemarin keluarga aku sangat welcome sama kamu, kan?" Gia mengangguk. "Nah, itu sudah membuktikan kalau mereka menerima kamu. Keluarga aku juga gak mengekang, kok, karena mereka tahu itu bukan hak mereka untuk melarang. Terus setiap ada pernikahan di dalam keluarga, mereka sangat mendukung hal itu."

Gia menghela napas lega, ia kira dirinya tidak diterima.

"Jadi sudah paham, kan, Eca nya Kasa?" Gia tersenyum, ia menerima kecupan dari Genta.

"Kita pulang kapan, kak? Besok, kan, udah mulai kerja." Gia menyengir, baru ingat jika besok sudah melakukan rutinitas seperti biasanya.

"Nanti sore kita pulang, soalnya acara nanti sampai siang aja. Terus kita prepare setelahnya. Aku juga udah mesan tiket, kok, buat semuanya." Gia mengangguk paham.

Kini pasutri itu saling berbincang hangat, ditemani dengan sinar mentari dan cerahnya langit pagi.

🌊🌊🌊

Menempuh perjalanan selama beberapa menit, kini Genta dan Gia sudah sampai di pekarangan rumah milik Revan.

Memang pria itu kembali ke rumah terlebih dahulu, sebab ingin menyambut kedatangan anak dan menantunya sesuai adat yang ada.

Sebelum sampai, mereka membawa makanan atau sajian untuk dibawa ke rumah keluarga. Hal ini bertujuan untuk memberikan penghormatan dan memuliakan orang tua dan ninik mamak.      

"Sudah sampai rupanya," ucap Revan yang menanti kedatangan keduanya. Gia dan Genta berjalan menyusuri teras dan masuk ke dalam rumah.

"Ayah, Genta sama Gia membawa makanan. Semoga suka, ya." Revan mengangguk, ia menerima buah tangan dari anaknya.

"Silakan duduk, dinikmati, ya, hidangannya." Keduanya mengangguk, mereka meminum sajian yang sudah Revan sediakan.

Jatukrama [PROSES REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang