26. Pindah Rumah

421 14 0
                                    

Sinar matahari terpancar indah dalam sanubari, menjadikan hamparan langit lebih indah dan berarti.

Sinar yang indah memancar cerah di kota Jakarta yang cukup megah. Jalanan yang tak pernah sepi seolah-olah menjadi pandangan sehari-hari.

Melihat keramaian dari atas balkon, membuat kedua pasutri itu saling mencari kenyamanan masing-masing. Mereka saling menghangatkan diri dengan secangkir teh yang masih panas di atas meja.

"Nanti kita langsung pindah, ya? Pulang dari sini kita ambil barang-barang kamu di rumah, setelahnya langsung ke Citra Garden." Gia mengangguk, ia memang sudah tahu hal ini.

"Nanti kita sering ke sini, ya? Kasihan ayah sama bunda cuma berduaan, kamu tahu sendiri kalau aku satu-satunya anak mereka."

"Iya sayang, kita bakal sering ke sini, kok. Kan kita juga kerja di Pelita Harapan, jadi otomatis bisa mampir kalau pulang kerja nanti." Gia tersenyum mendengarnya, ia menyandarkan kepalanya di bahu tegap milik Genta.

Genta pun dengan sigap mengelus rambut yang belum terlalu kering itu, ia ikut tersenyum sebab merasa bahagia.

"Kak." Genta berdehem sebagai jawaban. "Kalau aku punya panggilan khusus buat kakak, gimana?"

"Panggilan apa?" tanya Genta merasa penasaran.

"Kasa." Genta sedikit mengernyit heran, pasalnya nama itu terasa asing di pendengarannya.

"Kasa?" Gia mengangguk antusias, ia terpikirkan nama itu dari pagi.

"Kak Daksa, bagus, gak?" Seketika senyum Genta terpancar, baru kali ini ada seseorang yang memanggilnya dengan nama tengah.

"Aku suka! Kalau kamu punya nama khusus buat aku, berarti aku juga harus punya panggilan khusus buat kamu." Gia mengangguk, ia menjadi penasaran dengan nama khusus yang diperuntukkan untuknya.

"Apa?" tanyanya yang membuat Genta mengulum senyum.

"Eca." Gia menoleh, merasa asing dengan panggilan itu. "Elegia Cantik," lanjutnya yang membuat pipi Gia bersemu merah.

Ia tidak berekspektasi bahwa Genta akan memanggilnya dengan sebutan itu.

"Suka?" Gia mengangguk, ia kini sudah membenamkan wajahnya di pelukan Genta.

"Lucunya Eca, habis ini kita pulang, ya?" Gia hanya bisa mengangguk, ia masih merasa salah tingkah dengan panggilan itu.

Seketika tawa Genta menguar, ia merasa gemas dengan tingkah Gia yang masih salah tingkah.

"Yuk masuk! Udara udah lumayan panas." Mereka berdua akhirnya masuk ke dalam, meninggalkan secangkir teh yang belum diambah pemiliknya.

Sebelum Gia membereskan keperluan untuk dibawa ke rumahnya, tiba-tiba sepasang tangan kekar dari arah belakang memeluknya dengan erat. Gia yang sedikit tersentak pun hanya bisa terdiam.

"Sebentar aja, aku mau cas energi." Gia tersenyum, ia membiarkan Genta untuk memeluknya dari belakang.

Genta merebahkan kepalanya di ceruk leher sang istri, ia mencium aroma vanilla di tubuh Gia.

"Aku ngantuk, pengin tidur lagi," ucapnya sedikit menguap, memang mereka tadi malam kekurangan jam tidur. Disebabkan melakukan aktivitas yang memang dilakukan oleh sepasang suami istri.

"Ya udah, Kasa tidur lagi. Nanti aku aja yang beres-beres." Genta menggeleng, ia ingin Gia menemaninya tidur.

"Eca temenin Kasa tidur, okey?" Akhirnya Gia mengangguk, merasa lucu dengan panggilan itu.

Akhirnya pasutri itu kembali merebahkan diri di atas ranjang, tentunya dengan Genta yang memeluk erat tubuh Gia. Tak lupa ia bersembunyi di ceruk leher sang istri.

Jatukrama [PROSES REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang