Siang berganti malam, langit yang semula cerah kini sudah tergantikan dengan gelap dan cahaya bulan.
Suasana rumah yang semula sunyi kini hanya terdengar gelak tawa dari kedua pasangan yang baru saja pindah, mereka seolah-olah tak ada rasa lelah untuk saling bercerita.
"Kasa berarti kesepian banget, ya, di sini. Mana rumahnya besar, pasti bosan banget rasanya." Genta mengangguk, ia memang merasakan sepi sebelum hari ini.
"Kalau aku bosan, ya, pelariannya ke rumah Angga. Tapi namanya laki-laki, pasti gak tahan buat ke luar. Akhirnya kita jalan-jalan keliling Jakarta." Gia mengangguk mengerti.
"Pasti sekarang kak Angga yang kesepian, soalnya jalan-jalan nanti aku yang temenin Kasa." Gia tersenyum geli, ia jadi membayangkan raut tak mengenakkan dari seorang Angga.
"Biarin, nanti juga nyusul kayak gini. Angga, mah, lagi fokus sama cafenya. Kalau bosan, ya, ke sana."
Beberapa saat kemudian, terdengar suara perut yang minta diisikan. Gia yang mendengar itu hanya bisa tertawa.
"Udah lapar, ya? Aku masak dulu, oke?" Genta mengangguk, ia mengikuti langkah Gia ke dapur.
Melihat persediaan bahan yang mulai menipis, Gia memilih untuk membuat makanan yang simple. Pilihannya jatuh ke nasi goreng, sebab hanya bahan-bahan itu yang ada di dalam kulkas.
"Malam ini makan nasi goreng gapapa, kan? Persediaan bahan makanan udah habis." Genta mengiyakan, ia tak masalah dengan hal itu.
Akhirnya Gia berkutat dengan bumbu-bumbu yang ada, dimulai dengan memotong bawang dan cabai, tak lupa juga menumisnya dengan harum.
Genta yang bosan duduk kini memilih untuk melihat proses pembuatan dari tangan cantik milik istrinya, ia pun memeluk tubuh Gia dari belakang.
"Kasa, lepas dulu, ya? Aku susah masaknya." Genta menggeleng keras, ia semakin merapatkan pelukan itu.
"Aku cuma meluk, jadi gak ganggu Eca." Gia menghela napas, ia membiarkan Genta untuk melakukan apapun.
Beberapa menit kemudian, nasi goreng dengan telur mata sapi di atasnya sudah selesai dihidangkan. Kini keduanya duduk dan memakan hidangan itu.
"Nanti kita ke supermarket, beli bahan-bahan biar masakannya lebih bervariasi." Genta hanya mengangguk saja, ia sibuk memakan nasi goreng yang menurutnya enak.
"Rasanya gimana Kasa?" tanya Gia yang mendapat kedua jempol dari sang empu.
"Perfect! Aku suka masakan kamu." Gia tersenyum mendengarnya, tak sia-sia ia belajar masak selama ini.
Setelah makanan itu habis tak tersisa, Gia berniat untuk membawa piring dan alat masak ke wastafel. Tetapi Genta dengan sigap mengambil alat-alat itu.
"Biar aku yang nyuci, kamu duduk aja." Gia menggeleng, ini kewajibannya sebagai seorang istri.
"Sayang, nurut. Kamu yang masak dan sekarang aku yang nyuci, oke?" Mendengar nada yang cukup datar itu membuat Gia pasrah, ia hanya melihat aktivitas suaminya itu dari belakang.
Setelah selesai, Genta mendekat ke arah Gia. "Sayang, kita hidup berdua. Otomatis segala hal kita lakukan berdua, entah itu bersih-bersih rumah atau yang lainnya. Aku gak mau kamu kecapekan, maka dari itu aku bantu-bantu kamu. Besok pokoknya kita bagi tugas buat bersihin rumah, biar cepat selesai dan kamu gak terlalu capek."
"Atau, kita nyewa art? Biar kamu gak capek ngurusin pekerjaan rumah." Seketika Gia menggeleng, ia lebih baik membagi tugas daripada menyewa seorang art.
"Kita kerjakan bersama-sama." Genta mengangguk, ia kini kembali memeluk tubuh kekasihnya itu.
"Jangan sungkan untuk bilang capek, I'm here with you, babe." Gia tersenyum, ia mengangguk pelan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jatukrama [PROSES REVISI]
عاطفية"Bencana tak selalu berakhir kecewa." Setelah menyelesaikan masa studinya selama 4 tahun, Gia berencana berlibur ke salah satu kota yang ada di daerah Yogyakarta. Saat tengah menikmati indahnya Pantai Parangtritis, tiba-tiba gempa dengan magnitudo 6...