Setelah menempuh perjalanan selama kurang lebih 9 jam, Gia telah sampai di Stasiun Gambir—Jakarta Pusat. Langit yang mulai menampakkan aura sedihnya menjadi pemandangan pertama yang Gia lihat.
Kini ketiga orang itu sudah duduk di stasiun, mereka menunggu keluarga masing-masing untuk menjemput.
"Gia!" Gia menoleh tatkala suara yang tak asing masuk ke dalam telinganya, terlihat sahabatnya itu berlari untuk bertemu dengannya.
"Akhirnya lo pulang juga, gue cemas di sini nungguin lo!" Visha memeluknya dengan cukup erat, hal itu membuat Gia sedikit sesak napas.
"Gue sesak napas." Visha melerai pelukannya, ia menyengir lebar memandang sahabatnya itu.
"Sorry," ucap Visha sembari bergeser agar kedua orang tua Gia bisa mendekat.
Setelah menetralkan napasnya yang memburu, ia segera mendekat ke arah kedua orangtuanya yang berada tepat di samping Visha.
"Alhamdulillah kamu selamat, nak. Bunda udah khawatir kamu kenapa-kenapa." Farra-bunda Gia memeluk anaknya dengan sangat erat.
"Gia sehat bunda, malahan Gia ikut bantu para relawan di sana." Farra mengangguk, ia mengecup pucuk kepala sang anak dengan sayang.
"Udah bunda bilang, kalau ada apa-apa hubungin kami. Malahan kami yang harus hubungin kamu duluan." Gia menyengir lebar, ia menggaruk tengkuknya yang tak gatal.
Setelah berpelukan dengan sang bunda, kini Gia mendekat ke arah ayahnya.
Nizam-ayah Gia segera menepuk pucuk kepala itu. Ingin memeluk sang anak tetapi malu karena berada di tempat umum.
"Terima kasih sudah pulang dengan selamat, nak. Ayah bangga sama kamu." Senyuman Gia terpancar tatkala mendengar hal itu, ayahnya ini memang selalu mengapresiasi segala hal yang Gia capai.
"Kalau boleh tau, kamu pulang sama siapa?" Farra baru tersadar jika ada dua pemuda yang pulang bersama Gia, ia segera menghampiri keduanya untuk berkenalan.
"Assalamu'alaikum tante, saya Genta dan teman saya Angga. Kami bertemu Gia di Bantul dan ikut membantu para relawan di sana." Farra mengangguk mengerti, ia mengarahkan punggung tangannya untuk mereka kecup-pertanda hormat.
"Syukurlah kalian baik-baik saja, terima kasih sudah menjaga Gia selama di sana." Keduanya mengangguk sembari tersenyum, merasa nyaman dengan kehangatan yang diberi oleh Farra.
"Kalian rumahnya di mana?" Kini gantian Nizam yang bertanya, ia berniat untuk mengantar kedua pemuda itu yang sudah pulang bersama sang anak.
"Kami dari Jakarta Barat, om. Lebih tepatnya di Perumahan Citra Garden," ucap Genta mewakili. Memang Genta dan Angga bertetangga, bahkan mereka berdua sudah bersahabat sejak kecil.
"Baiklah, mari om antar. Sudah malam seperti ini takutnya susah mencari kendaraan. Jalanan juga sedang rawan masalah begal dan penculikan." Kedua pemuda itu saling pandang, setelahnya mengangguk setuju.
"Tidak merepotkan, kan, om?" Nizam tertawa, ia segera menggelengkan kepalanya.
"Tidak sama sekali, malah om senang mengantar kalian." Setelah perbincangan singkat itu, mereka ke luar dari stasiun dan segera menuju tempat parkir untuk pulang ke rumah.
Baru saja membelah jalanan ibu kota, hujan mengguyur dengan derasnya. Banyak para pesepeda motor yang memilih meneduh daripada menembus derasnya hujan.
"Alhamdulillah hujan, Jakarta akhir-akhir sangat panas dan sangat berpolusi. Ada hujan seperti ini sedikit menghilangkan polusi yang ada." Nizam berkata sembari menyetir mobil, untung saja mobil miliknya termasuk besar—jadi bisa menampung banyak orang.
"Benar om, untung saja sewaktu kita di Bantul tidak sepanas di Jakarta. Apalagi kita dekat dengan Pantai Parangtritis, anginnya sedikit membantu cuaca panas." Genta menimpali ucapan dari Nizam, entah kenapa mereka merasa cocok untuk mengobrol.
"Jadi kemarin kalian sedang di Pantai Parangtritis, dan gempa itu terjadi?" Genta mengangguk membenarkan.
"Benar, om. Kita terjebak di sana. Untung saja hanya luka kecil saja, jadi bisa cepat diobati."
Setelah itu, keheningan melanda. Hujan di luar mobil menjadi pemecah keheningan di dalam mobil.
🌊🌊🌊
"Terima kasih, om. Semoga kita bisa bertemu kembali." Nizam mengangguk, ia memencet klakson pertanda mengiyakan.
Hujan yang masih mengguyur membuat Genta dan Angga terpaksa berlari ke rumah. Keluarga Gia memilih tak mampir karena hujan yang cukup deras.
Setelah mengantarkan Genta dan Angga ke Perumahan Citra Garden, Nizam segera memutar stir mobilnya untuk kembali ke Jakah Kimrta Pusat.
"Visha mau menginap?" tanya Farra yang sedari tadi diam. Ia menoleh ke sahabat sang anak yang tengah berbincang-bincang.
"Iya tante, Visha mau cerita banyak hal sama Gia. Udah lama banget kita ga ketemu." Farra mengangguk mengerti, ia kembali melihat ke arah depan.
Hujan yang semula deras kini sudah menjadi rintik-rintik. Bertepatan dengan itu, mobil yang dikendarai oleh Nizam sudah sampai di depan teras rumah.
Mereka segera masuk ke dalam dengan salah satu orang yang membukakan pintu.
🌊🌊🌊
"Ceritain, dong. Gimana kegiatan lo di sana?" Setelah sampai ke dalam kamar milik Gia, Visha segera menyodorkan pertanyaan yang sedari tadi ada dalam benaknya.
"Panjang ceritanya," ucap Gia yang sudah lelah dengan perjalanan yang cukup jauh.
"Ceritain, dong! Apalagi lo ketemu dua manusia ganteng dari Jakarta Barat." Gia menoleh ke arah Visha yang masih berdiri membelakangi pintu.
"Awal kita ketemu tuh waktu mau ke Bantul, Kak Genta tiba-tiba ngajak ngobrol gue. Ya ... masalah perkuliahan gitu, katanya dia abis selesai S2 Psikologi."
"Genta yang tadi ngobrol sama om Nizam, ya?" Gia mengangguk, ia kembali melanjutkan ceritanya.
"Nah, sewaktu kejadian. Gue, kan, pingsan karena kena reruntuhan. Terus Kak Genta yang nolongin gue, deh. Akhirnya kita akrab buat bantu-bantu relawan di sana."
Visha mengangguk mengerti, rasa penasarannya sudah terjawab sudah.
Beberapa menit kemudian, keheningan melanda. Visha yang sedikit penasaran dengan satu hal pun segera bertanya kepada Gia.
"Lo sama Genta ada rasa, ya? Keliatan, kok. Terus juga Genta kek berusaha buat akrab sama om Nizam. Gimana pernyataan gue? Benar, kan?"
Gia meringis pelan, ternyata sahabatnya itu sangat jeli sedari tadi.
"Tuh, kan! Cie Gia falling in love." Pipi Gia seketika memerah, ia sangat salah tingkah sekarang ini.
"Udah, jangan dilanjutin. Gue udah capek salting mulu. Apalagi kalau inget kejadian di Pantai, bener-bener ga bisa berkata-kata gue." Visha memandang Gia dengan tatapan menggoda, hal itu tentu saja membuat Gia menutup wajahnya yang memerah.
"Kejadian apa, tuh? Gue boleh tau, dong?" Akhirnya Gia pasrah, ia menceritakan segala hal tentang kebersamaannya dengan Genta.
Malam itu, mereka berdua saling bercerita untuk memecahkan rindu. Beberapa Minggu tak bertemu membuat mereka saling merindukan satu sama lain. Sangat maklum, sebab mereka selalu bersama di mana pun dan kapan pun.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jatukrama [PROSES REVISI]
Romance"Bencana tak selalu berakhir kecewa." Setelah menyelesaikan masa studinya selama 4 tahun, Gia berencana berlibur ke salah satu kota yang ada di daerah Yogyakarta. Saat tengah menikmati indahnya Pantai Parangtritis, tiba-tiba gempa dengan magnitudo 6...