1. Minta Izin

2.1K 65 5
                                    

Menjadi salah satu lulusan terbaik membuat seorang Gia bersorak senang, tak disangka perjuangannya dalam meraih gelar sarjana terbayarkan begitu saja.

Bayangan kerja kerasnya selama empat tahun ini membuat ia tersenyum haru, ternyata sudah banyak proses dan rintangan yang ia lewati.

Walaupun terkadang mulutnya mengeluh, tapi tak menghilangkan rasa bersyukurnya kepada sang pencipta.

Ia merasa bangga, kepada dirinya sendiri yang sudah berjuang keras untuk bisa menjadi seorang sarjana.

Untuk merayakan keberhasilannya itu, Gia berencana untuk memanjakan diri dengan pergi ke salah satu tempat wisata.

Ia berniat untuk pergi sendiri, merayakan segala hal yang sudah ia capai. Tentu saja dirinya meminta izin kepada sang ayah dan bunda, meminta doa agar perjalanannya terlaksana.

"Gimana, yah? Gia boleh, kan, pergi sendiri?" Sedari tadi, Gia tak henti-hentinya untuk meminta izin. Ia bahkan harus mengeluarkan jurus andalannya untuk membujuk kedua orangtuanya itu.

"Tempatnya jauh, loh, nak. Jangan pergi sendiri, ya? Mending ditemenin sama teman-teman kamu." Gia mencebik kesal, jujur saja ia ingin pergi sendiri. Hitung-hitung belajar untuk mandiri.

"Gia janji bakal baik-baik aja, jadi ayah dan bunda nggak usah khawatir, oke?" Kedua orang tua itu saling pandang, sibuk menimbang-nimbang apakah sang anak semata wayangnya diperbolehkan liburan sendiri atau tidak.

Akhirnya keduanya mengalah, mereka memperbolehkan Gia untuk pergi berlibur sendiri. "Tapi ingat, loh, nak. Selalu hubungi kami berdua, kami takut terjadi apa-apa sama kamu."

"Siap, ayah! Gia bakal selalu hubungi kalian." Dengan antusiasme yang tinggi, Gia memeluk keduanya dengan erat. Berucap terima kasih karena sudah memperbolehkannya untuk pergi sendiri.

"Memang mau berangkat kapan, nak?" tanya sang bunda yang ikut senang melihat raut wajah sang anak.

"Lusa, hehehe. Gia udah pesan tiketnya, jadi Gia cuma butuh persiapan aja." Keduanya hanya geleng-geleng kepala, kalau saja mereka tidak mengizinkan pastinya tiket itu akan hangus.

"Ya sudah, hati-hati pokoknya. Jangan lupa sama nasihat kami, ya, nak?" Gia mengangguk mengerti.

"Kalau begitu, Gia pamit ke rumah Visha, ya?" Keduanya mengangguk setuju, setelahnya Gia segera mencium tangan keduanya.

"Gia pergi dulu, assalamu'alaikum."

"Wa'alaikumussalam."

Setelah melihat Gia ke luar dari rumah, wanita setengah baya itu menoleh ke arah sang suami.

"Yah, perasaan bunda gak enak," ucapnya setelah mendengar niatan sang anak untuk pergi berlibur.

"Itu cuma perasaan bunda saja, ayah yakin putri kita akan baik-baik saja. Percaya sama ayah."

🌊🌊🌊

Mobil yang melaju dengan kecepatan rata-rata kini sudah bertengger manis di pekarangan rumah. Sang empu yang sudah mematikan mesin mobil segera turun dari sana.

"Assalamu'alaikum, Arvisha!" Ketukan pintu itu selaras dengan panggilan yang diberikan oleh Gia, ia sudah tak sabar untuk bercerita dengan sahabatnya itu.

Beberapa menit kemudian, pintu yang semula tertutup itu sudah terbuka. Menampilkan seseorang dengan wajah bantalnya.

"Wa'alaikumussalam, masih pagi, loh, Gi. Udah bertengger manis di sini aja." Gia yang mendengar itu hanya memutar bola matanya malas, segera saja dirinya masuk ke dalam.

Jatukrama [PROSES REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang