13. Puncak Bogor

451 16 0
                                    

Alunan musik dari salah satu band yang berada di cafe menjadikan suasana menjadi tenang, banyak para pelanggan yang memilih untuk menikmati alunan musik itu.

Bertepatan dengan pesanan yang datang, Gia sudah duduk manis sembari menyeruput salah satu minuman yang ia pesan.

Setelahnya, ia memandang sahabatnya yang tengah fokus berselancar di dunia maya. Baru saja ingin mengucapkan sebuah kata, suara notifikasi terdengar sampai ke telinganya.

"Kenapa lo chat gue? Padahal tinggal ngomong langsung, kan, bisa." Gia berseteru, ia segera membuka notifikasi yang dikirim oleh Visha.

Melihat foto yang Visha ambil membuat hati Gia seperti ada yang menusuk ke dalam, rasanya sakit dan perih.

"Lo ... dapat dari mana?" tanya Gia dengan suara lirih, Visha pun segera mengode Gia untuk melihat ke arah belakang.

"Itu beneran? Kak Genta sama perempuan?" Visha mengangguk, ia sebenarnya tak tega untuk memberitahu Gia—tetapi takutnya lebih menyakitkan jika Gia tau dari orang lain.

"Mungkin adiknya atau sepupunya, gak mungkin itu pacarnya kak Genta. Terus juga pacarnya dia udah meninggal dari lama, jadi kak Genta gak mungkin jalan sama perempuan selain keluarganya." Gia mencoba berpikir positif, ia tak mau membuat hatinya kembali sakit.

"Bisa aja dia cuma main-main sama lo, gue bukannya menghasut, tapi kita harus berpikir dengan segala kemungkinan yang ada." Visha menyedot minumannya hingga setengah, mendapatkan interaksi ini membuat dirinya sedikit haus.

"Lo boleh tertarik sama dia, tapi jangan terlalu dalam. Takutnya lo dapat jatuhnya aja. Kalau mau yakin, minta sama Allah buat yakinin hati lo dan minta dia buat jadi jodoh lo. Siapa tau memang nama lo sama dia bersanding dalam Lauhul Mahfudz."

Gia mengangguk mengerti, ia menerima saran dari sahabatnya itu.

"Udah, jangan diem aja. Mungkin spekulasi lo benar, we never know." Gia menghela napas pasrah, ia mencoba fokus dengan minuman dan makanannya.

Jujur saja, Visha merasa bersalah karena mengatakan hal ini. Tetapi mau bagaimana lagi, ia tak mau sahabatnya itu terluka lebih dalam.

Cukup dulu saja Gia disakiti oleh laki-laki, untuk kali ini jangan lagi.

"Mau ke Puncak Bogor, gak? Lumayan mengobati hati di sana." Tawaran itu sepertinya menarik, Gia segera tersenyum untuk menyetujui ajakan itu.

"Boleh, nanti gue izin dulu. Waktunya lumayan juga buat pergi ke sana." Visha mengangguk, selanjutnya ia kembali memakan hidangan yang sudah dirinya pesan.

🌊🌊🌊

Setelah mendapatkan izin dari kedua orang tua masing-masing, kini kedua gadis itu sudah menancapkan gas untuk menuju ke Puncak Bogor.

Mereka sangat antusias sebab sudah lama tak ke sana, mengingat kesibukan kuliah yang sudah mereka lewati dulu.

"Nanti kita ke Telaga Warna dulu, ya. Kayaknya lagi sepi, soalnya 'kan weekdays," ucap Visha yang langsung diangguki oleh Gia.

Telaga Warna memang menjadi ciri khas tersendiri, apalagi warna airnya yang dapat berubah-ubah tergantung situasi dan kondisi alam.

Dan terdapat hamparan kebun teh serta flora dan fauna yang indah, berkunjung ke sana pasti akan melepas penat yang sudah dipikul sejak pagi.

Dan terdapat hamparan kebun teh serta flora dan fauna yang indah, berkunjung ke sana pasti akan melepas penat yang sudah dipikul sejak pagi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Jatukrama [PROSES REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang