Iris kecokelatannya menatap malas layar ponselnya yang tampakkan nihilnya jawaban dari suami alphanya. Zurielle tak menunjukkan ekspresi yang berarti sebelum mematikan ponselnya. Ia menatap kotak karton yang masih tersegel apik selepas ia pulang dari salah satu cafe pattiserie terkenal di Jakarta.
Omega Salim itu membuang tubuhnya pada sofa kemudian mengembuskan napasnya lelah. Matanya ia tutup lelah dengan salah satu lengannya. Alisnya menukik dalam, Zurielle tidak mengerti bagaimana Januar menggerakkan roda gerigi dalam pikirannya sehingga membuat pembahasan kuliah ini jadi kelewat rumit. Ajakan makan siangnya juga untuk membahas ini bahkan ditolak mentah-mentah.
"Tai lah," gumamnya sambil melepas hoodie yang digunakannya tadi. Menyisakan kaos tanpa lengan dan celana denim hitam yang masih membaluti tubuhnya. Ia beringsut malas menuju dapur, mencari sesuatu yang dapat dimakannya. Ia ingat ada beberapa bungkus camilan yang selalu ada di dalam laci.
Wajah si omega makin kusut saat memyadari raibnya bungkus-bungkus makanan siap makan yang diinginkannya. Perasaannya jadi tidak karuan oleh bertubi-tubi kesialan yang sedang menimpa.
Sehingga yang dilakukannya ialah berjalan lunglai menuju kamarnya dan membanting dirinya pada sebidang empuk kasur di kamarnya dan memejamkan mata.
—
Mata si putra bungsu dinasti Moeis itu melihat sekilas arloji yang terikat baik di pergelangannya. Berlogokan Richard Mille dengan titanium sebagai bahan utamanya. Januar embuskan napasnya pelan.
Dua puluh menit sebelum jam pulang, and there he is. Berdiri di lobby menunggu jemputannya datang. Iris obsidiannya tatapi ponsel genggam yang menampakkan ruang pesan dengannya dan Zurielle yang tak kunjung dibalasnya.
Sehingga ketika sebuah mobil Rolls Royce berhenti tepat di hadapannya, Januar segera masuk tanpa bersuara. Sungguh tak ada maksud Januar pulang sebelum karyawan-karyawannya. Hanya saja bekerja dengan pikiran terganggu sepanjang hari membuat seolah seluruh pekerjaannya hari ini kacau balau.
"Damned it, Jan." umpatnya sambil menyugar helai-helai rambutnya. Menghiraukan Pak Adi yang meliriknya dari rear-view mirror.
Oleh sebab pesannya yang tidak kunjung dibalas, berjam-jam yang lalu Zurielle mengirimkan soft copy dari dokumen yang sebenarnya sudah berada di genggaman sang alpha dan telah dibacanya teliti.
Pun Jakarta dengan hingar-bingarnya yang identik akan traffic tak memperbaiki perasaan Januar sedikitpun. Yang ada malah buat mood Januar makin berantakan. Sehingga dengan impulsif ia meraih sebotol air mineral untuk diteguk kasar.
Pandangannya jatuh pada skeneri bangunan-bangunan tinggi yang menyapa mata. Bagaimana kerlap-kerlip lampu mulai berpendar, tanda sang surya mulai jatuh pada peraduannya.
"You're indeed a phenomenon, one of a kind." gumam Januar pelan setelah matanya kembali menyisir deretan kalimat yang tertera pada Surat Perjanjian Pernikahan yang dikirim oleh pengacara sang omega.
Tak seperti perjanjian pranikah mereka yang memuat sekurang-kurangnya enam belas pasal, perjanjian yang satu ini hanya memuat beberapa poin utama.
Bagi sang pemimpin rumah tangga, kumpulan kertas dalam satu map ini tak lain dan tak bukan hanyalah buah dari impulsif serta amarah singkat akibat perselisihan mereka akibat pendidikan lanjut oleh Zurielle.
Hanya saja, sebuah butir yang memuat penegasan akan jangka waktu masa pernikahan atas perjodohan keluarga ini ialah sesuatu yang tak dapat diterima Januar.
KAMU SEDANG MEMBACA
to my twenties, jaejen
Fanfiction"𝘈 𝘭𝘰𝘵 𝘵𝘩𝘪𝘯𝘨𝘴 𝘪𝘯𝘥𝘦𝘦𝘥 𝘩𝘢𝘱𝘱𝘦𝘯 𝘪𝘯 𝘺𝘰𝘶𝘳 𝘵𝘸𝘦𝘯𝘵𝘪𝘦𝘴, 𝘢𝘯𝘺 𝘸𝘰𝘳𝘥𝘴 𝘡𝘶𝘳𝘪𝘦𝘭𝘭𝘦?" -- Bagi para borjuis, mengokohkan kekayaan dan menjaganya agar terus berkembang hingga ke generasi yang akan datang ialah apa yang...