this chapter is quite packed, and i kinda struggled to write it but here we are :3 really hope you guys can shower the comment section, i'm not forcing tho. thank u :D
—
"Dasar pengangguran," Kaisar mendengus pelan sembari melihat pantulan omega Moeis yang lagi-lagi berbaring di atas kasurnya seperti itu milik si omega. Zurielle sama sekali tidak terlihat terganggu dengan panggilan tersebut, terbukti dengannya yang masih tetap memejamkan matanya dengan khidmat. Kaisar Winata tahu kalau lelaki itu jelas tidak tertidur.
Sehingga ia duduk di sisi kasurnya yang berantakan. Selimut serta sprei yang kusut, bantal yang letaknya sembarangan, sling bag kesayangan si omega yang turut tergeletak di sisi si omega dengan mengenaskan sembari tangan Zurielle memilin kepada tali dari selempangnya. "Emang suami lo nggak curiga kalo lo selalu keluar begini?" Kaisar memangku wajahnya di atas bantal dengan kepalan tangan yang bertumpu pada sikunya.
"Januar akhir-akhir ini sibuk," Zurielle menggumam tipis. Irisnya sekarang sudah terbuka. Meskipun begitu, ia malah menarik selimut Kaisar untuk melilit tubuhnya makin-makin. Wajah yang entah mengapa terlihat pucat itu buat Kaisar urung diri untuk mengomel.
Melihat bagaimana tenangnya ekspresi si Salim yang memejamkan matanya, Kaisar memperbaiki composure-nya. Tubuhnya kembali pada posisi cukup tegap, pandangannya terpaku kepada lelaki itu. "Zurielle." panggilnya dengan memperhatikan penuh ekspresinya.
Ketika suara Kaisar menggema di telinganya ia mengernyit samar. Kaisar was never the type of person who beats around the bush nor interrupting his own sentences. He was indeed a confident person both in words and actions, hesitating was never been his thing. He could've just speaking blatantly without the concerned intonation. Sehingga sedetik setelahnya, Zurielle sadar kalau apapun yang hendak Kaisar Winata ucapkan kepadanya ialah hal yang cukup serius. Sesuatu seperti makna hidup, segala permasalahan—
"Do you still want to divorce him?" Kaisar lantas melanjutkan. Sesaat kemdian yang ia lihat adalah Zurielle yang irisnya terlihat bergetar. Buru-buru mengalihkan pandangannya dari Kaisar, alih-alih malah menatap langit-langit di atasnya. Kaisar bisa melihat bagaimana si Taurus berkali-kali membasahi bibirnya atau jakunnya yang bergerak naik turun beberapa kali.
Tangan Zurielle lantas naik ke perutnya sendiri, "Nggak tau ..." Hanya itu balasannya. Buat Kaisar langsung mengerutkan alisnya dan hendak bersuara tepat sebelum Zurielle kembali melanjutkan. "Perhaps, if things don't go well—a divorce might be an option."
"Tapi lo udah berusaha sejauh ini! Lagi pula apa salah Januar? Jelas banget dia keliatan sejatuh cinta itu sama lo—apa lo gak tega?" Kaisar langsung menyemprot, dari nadanya jelas sekali dia tidak terima dengan respon Zurielle. "Sebenarnya Januar buat lo itu apa, sih?! Kenapa lo kayak semudah itu buat biarin dia lepas—"
"I would define him as a star—yang paling terang, yang paling bersinar." Zurielle bergumam tipis, "The brightest person I've come to know; the elite society would also say so."
"Januari Raharja Moeis—dia orang baik, dia anak yang baik untuk orang tuanya, saudara yang baik buat kakaknya, dia orang baik untuk orang-orang yang kerja dengan dia, furthermore ..."
"Dia suami yang baik."
Zurielle bisa rasakan bagaimana matanya perlahan-lahan memanas tanpa alasan yang jelas, mungkin sebab udara kamar Kaisar yang menyesakkan—entahlah, Zurielle tidak mau tahu. Tapi, ketika ia memejamkan matanya untuk menahan air matanya, segala hal tentang si Moeis memenuhi kepalanya bagaikan kaset diska rusak.
Pertemuan pertamanya, saat itu di restoran Henshin. Ia tidak ingat sekalipun pernah memberitahu restoran kesukaannya pada si alpha saat itu.
Pertemuan selanjutnya; ketika ia di Brackley. Tentang bagaimana Januar rela menempuh perjalanan dua jam dari London tepat setengah jam setelah ia landing dari penerbangan delapan belas jam dari Singapur hanya untuk meyakinkannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
to my twenties, jaejen
Fanfiction"𝘈 𝘭𝘰𝘵 𝘵𝘩𝘪𝘯𝘨𝘴 𝘪𝘯𝘥𝘦𝘦𝘥 𝘩𝘢𝘱𝘱𝘦𝘯 𝘪𝘯 𝘺𝘰𝘶𝘳 𝘵𝘸𝘦𝘯𝘵𝘪𝘦𝘴, 𝘢𝘯𝘺 𝘸𝘰𝘳𝘥𝘴 𝘡𝘶𝘳𝘪𝘦𝘭𝘭𝘦?" -- Bagi para borjuis, mengokohkan kekayaan dan menjaganya agar terus berkembang hingga ke generasi yang akan datang ialah apa yang...