28. shoo the past away

958 135 16
                                    

Disclaimer!

before you read this chapter, please understood the tags written down below. Read at your own risk.

TW CW // vomitting, trauma, mental illness, PTSD, anxiety, sexism, etc.

Sepasang iris sayu lelaki April itu menatap kosong bagaimana apartemennya yang nihil presensi dari orang yang dicarinya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sepasang iris sayu lelaki April itu menatap kosong bagaimana apartemennya yang nihil presensi dari orang yang dicarinya. Maka sebuah embusan napas menguar pelan bersama dengan tubuhnya yang langsung luruh tepat di foyer unit apartemennya. Kakinya yang gemetar rasa-rasanya tidak mampu untuk menopang segala bebannya.

Bohong rasanya kalau Zurielle menjawab dirinya tak merasakan apa-apa selepas pertemuannya dengan Mikaiah Benjamin. Lantaran saat ini degup jantungnya memukul kencang rongga dada dengan cepat dengan ritme yang kacau

"Calm down, Elle. You got this."

Dia bergumam pelan. Bibirnya berusaha mengudarkan hitungan mundur dari serratus hingga satu. Mencoba mendistraksi kepalanya sendiri. Yang ia dapatkan malah bagaimana ingatan-ingatan yang berusaha dibuangnya itu merangsek mendobrak isi otaknya.

"Ninety nine,"

Seisi ruangan terasa bergelombang, seolah tidak ada pijakan yang stabil yang bisa dijadikan tempat bertumpu. Tangannya yang tremor tidak bisa meraih ponsel genggamnya yang berada di tas. Saliva ditelan kasar ketika rasa pusing yang mengantarkan mual sampai di kerongkongannya.

Semua momen mengerikan yang berusaha Zurielle timbun ke dalam palung terdalam pelan-pelan menyeruak. Seolah ada kekuatan magis dari masa lalu yang memaksanya untuk terus berada dalam kubangan ketakutan tanpa akhir.

"Ninety eight,"

Mual yang sebelumnya hanya menggelitik leher kini merambati seluruh tubuhnya. Perut si omega terasa bergejolak. Sesuatu yang tidak tertahankan mendorong paksa untuk keluar dari kerongkongannya. Zurielle terkesiap, tergopoh-gopoh berusaha untuk bangkit menuju kamar kecil namun rasanya seluruh usaha si Cantik sia-sia.

Pening hebat yang mengikat kepalanya, bagaimana pandangannya yang mulai memburan, sepsang tungkainya yang terlalu lemas, buat lelaki itu tidak bisa untuk sekadar beringsut hingga beberapa saat setelahnya rasa panas dan asam dari isi perutnya membakar leher. Tepat ketika substansinya keluar dari mulutnya tanpa bisa ia tahan.

"Uhuk!"

Tangannya jatuh menjuntai setelah ia membersihkan mulutnya dengan punggung taangannya sendiri. Detak jantungnya yang tidak karu-karuan itu seperti irama yang menyoraki tangisnya, bulir-bulir air mata luruh pelan-pelan. Sepasang irisnya mengerjap, berusaha menahan tangisan yang jatuh terus menerus.

"Papi—Elle takut banget, a-aku gak bisa." adunya pada kessunyian. Tubuh kecilnya bergetar hebat bertemankan suara dari pendingin ruangan. Dinginnya lantai yang merangsek serasa menusuk tulang-tulangnya.

Tidak ada lagi bahu tegapnya yang seolah bisa dibebankan seluruh masalah, nyatanya hanya dengan segenap beban emosional yang mencokol sudah mampu buat bahunya layu dan nyaris jatuh. Napas yang bergemuruh itu pelan-pelan berusaha untuk dinetralkan, meski rasa-rasanya tidak akan mudah dalam waktu yang dekat.

to my twenties, jaejenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang