11. you were part of my youth

1.7K 179 13
                                    

play the multimedia!

Zurielle menatap figur sang suami yang duduk di ruang tengah, apatis terhadap layar televisi yang menampilkan film lawas—John Wick. Sedang laptop di atas pangkuannya, ada kacamata yang bertengger di hidung bangirnya. Nampak sibuk dengan lembar spreadsheet di sana.

"It's already midnight." ucap Zurielle tatkala tangannya turut bersedekap di dada.

Januar menoleh, sudah mendapati Zurielle yang berdiri di sisi sofa, menatapnya penuh tanda tanya serta penghakiman—sungguh sifat sang omega sekali.

"Januar, I know we don't like each other. Kamu males sama aku dan sebaliknya. But please?" Omega itu mengembuskan napasnya pelan. Menjeda kalimatnya, ia tak ingin sesuatu yang tak layak keluar dari mulutnya.

"Kamu yang minta aku untuk kerjasama urus Elliot sama kamu-tapi hari ini, you're ignoring me! Kamu ada apa, sebenarnya?" lanjut omega itu, meski ada penekanan intonasi di sana, Zurielle sebisa mungkin tak meninggikan volumenya. Tak ingin El kecil yang sudah ditidurkannya terbangun kembali.

Si kepala keluarga terdiam. Cukup lama, buat decakan kembali mengudara dari Zurielle. "Ck! Kamu—"

"Zurielle, kamu kenal dengan Edward Yan?" potongnya segera. Ia matikan laptopnya, menutup benda itu sebelum berdiri dari posisinya. Berhasil buat yang lebih muda terperangah, sampai-sampai tak sadar kalau Januar sudah memperkecil jarak. Kini berdiri di hadapannya.

"I know nothing about him, kecuali kalau dia kolegamu dan ayahnya Elliot." Si Taurus menjawab, penuh tanda tanya yang bergumul dalam kepalanya.

"Oh," Tangan Januar berlabuh pada pucuk kepala si omega. Memainkan surainya dengan jemari-jemari tersebut. "Begitu, ya." lanjutnya lagi, begitu dalam.

Sungguh kosong isi kepala si Salim. Dia tak tahu harus membuat perkiraan apa terhadap perilaku dan perkataan Januar. Irisnya berusaha menyelami apa yang ada di balik obsidian si alpha.

"Elle, besok saat kita pulangin Elliot—" Januar terdiam sebentar, menatap balik omega tersebut. Tangannya dari kepala Zurielle berlabuh pada salah satu sisi wajah si cantik. Ibu jarinya mengusap pipi tersebut. Mengulang gerakan itu, pelan sekali.

"—Dia ada sesuatu yang mau diomongin sama kamu." Dia melanjutkan. Nihilnya respon dari Zurielle buat Januar menarik segaris senyum. "Udah, no need to think 'bout it too much."

Bibirnya terkatup, sama sekali tidak membuka suara. Dirinya juga tidak membalas usakan terakhir yang Januar layangkan di kepalanya. Sebelum meninggalkannya di ruang tengah. Zurielle terdiam menatapi kepergian punggung itu.

Pun ketika Zurielle kembali pada kamarnya selepas ia mengisi botol minum yang akan diletakkan di nakasnya, ia temukan Januar yang masih berdiri di hadapan jendela besar dengan salah satu lengan yang menyusup ke dalam saku celana training yang ia kenakan. Nampak tak terganggu dengan kedatangannya yang jelas membuat pintu kamar berderit.

Jangan tanya apa yang ada dalam kepala si omega itu, sebab kini ia kembali berdiri di belakang si alpha. Ia menyentuh pundak itu ragu.

Gila, dia gila.

Biasanya dia apatis akan Januar. Biasanya dia tak terganggu meski Januar secara jelas menunjukkan kesal padanya. Mereka sering berselisih-pemikiran mereka selalu berbeda. Namun Zurielle tak pernah masalah akan hal tersebut.

Lantas mengapa, ketika Januar terlihat berbeda akan hal yang tak diketahuinya buat ia tak bisa berhenti berpikir—

"Saya kesal."

to my twenties, jaejenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang